Oh tuhan, kenapa lagi ini? Yang jelas aku tak suka. Bagian tanpa nama. Begitu lah aku menyebutnya.
Kita sudah kehilangan jejak waktu, tapi mengapa kau tidak benar-benar kehilangan jejak di hatiku? Tetap berbekas walau hanya seberkas.
Entah kenapa aku tak ingin berhenti terpaku pada kamu dan jejak masa yang telah hilang. Yang bahkan tak layak untuk dikenang. Padahal jejak itu nyata! Juga bernyawa! Indah tapi menyedot jiwa!
Aku tahu, aku tak harus berkiblat pada waktu yang tertinggal. Tapi lagi lagi benakku berdengung, otakku pun mulai berdesing berputar mengumpulkan waktu yang tercecer di belakangku.
Seseorang - siapa saja - tolong sadarkan aku. Jangan biar kan bisa memoar dirinya yang indah itu membunuhku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H