Mohon tunggu...
REFLEKSI DIRI
REFLEKSI DIRI Mohon Tunggu... Penulis - Renungkan dan Rasakan. Intisari kehidupan ada di dalamnya.

Tulisan apapun yang dimuat, adalah tulisan yang berlandaskan pengalaman, gagasan dan riset sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Senyum, Wajah Tanpa Kesedihan

7 Januari 2021   17:17 Diperbarui: 7 Januari 2021   17:27 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokumen Pribadi

Berhari-hari aku berada jauh darinya, hanya suara yang mengobati rindu kita. Aku sudah terbiasa sebelumnya, hingga kini pun, aku sudah tak terlalu dirisaukan olehnya.

Namun baginya, semuanya sama saja. Sama seperti awal aku pergi jauh dari nya. Rasa cemas dan khawatir selalu mengintainya. Setiap saat dalam keseharian nya, tak pernah sedikitpun lupa kepadaku bertanya. Apa kabar? Bagaimana kuliah? Apa semuanya baik-baik saja?.

Oh ibu, kau memang tak pernah berubah sedikit pun kepadaku. Meski banyak beban berat menimpa keluarga kita, kau selalu tersenyum tatkala aku pulang dan menemui mu.

Meski semua orang menganggap dirimu tidak baik, kau selalu memancarkan aura bahagia dalam dirimu. Wajah tersenyum selalu kau sematkan ketika bertemu orang-orang. Bahkan untuk bertemu orang yang sangat membencimu, kau berikan dia senyuman dan perkataan yang menenangkan.

Entah terbuat dari apa hati dan jiwamu, begitu kuat menyokong segala masalah hidupmu. Seakan semua sudah kau pasrahkan, seakan semua masalah sudah pernah engkau lewati. Seakan tak ada masalah yang terlalu berat buatmu.

Senyummu menyejukkan duniaku, bahagia wajahmu memberi rasa aman terhadapku. Ketika ku pulang, kau memberikan senyuman dan pelukan ketenangan kepadaku. Seakan berusaha menghapus segala beban hidupku.

Jika aku tidak terlalu serakah kepada Tuhan. Aku ingin engkau hidup selamanya. Selama nafasku masih mendesah, selama jantungku masih berdetak. Aku ingin ibuku selalu ada untuk memelukku, menghilangkan segala masalah dalan hidupku. Menjadi penenang kala risau menghantuiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun