Setiap hari ku berjalan, melangkah dengan penuh harapan. Menjalani hidup dengan segala keinginan, dan berusaha menerima kenyataan dengan penuh keikhlasan.Â
Aku memang bukanlah orang yang pandai memaknai hidup, menjadi berarti itu keinginanku. Meski kenyataan dan keadaan terkadang berbeda, aku selalu mencari makna dari yang terjadi sebagai pembenaran.
Sungguh, alasan klasik untuk melindungi diri, mencoba memberi hikmah dari apa yang terjadi. Sementara dalam diriku berteriak dengan amarah yang menggumpal dan semakin besar. Terkadang aku tak sanggup membendungnya.
Tapi, dari sini lah aku melatih diri, untuk pandai-pandai bersyukur. Berterimakasih atas apa yang sudah di berikan kepadaku. Berusaha mengikhlaskan apa yang pergi dariku. Karena aku percaya bahwa, apapun yang pergi dariku sudah pasti itu bukan yang terbaik menurut Tuhanku.
Susah ya memang, tapi apakah aku akan menyerah?. Seandainya aku tidak memiliki keduanya, hati dan pikiran. Mungkin aku akan mudah menyerah dan membiarkan amarahku menguasai diriku. Tapi hati dan pikiranku membentuk sebuah keyakinan. Menjadikan aku berpikir ulang terus-menerus, mengkaji sebelum semuanya berakhir pupus.
Aku bersyukur masih memiliki apa yang aku butuhkan, memiliki apa yang perlu aku miliki. Meski yang kuinginkan pergi, bahkan yang sangat-sangat kuinginkan. Mungkin aku belum memerlukannya, sehingga itu bisa pergi dan datang seenaknya. Tapi yang jelas, aku cukup bersyukur dengan semuanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI