Aku tak bisa berkata apa-apa saat kau utarakan rindu mu yang begitu besar kepadaku. Kau memaksa ku untuk menemui mu. Bukan ku tak mau, namun aku tak bisa meninggalkan apa yang sudah aku lakukan disini sebelum semuanya selesai. Karena itu, adalah amanah dari orang tuaku. Ku harap kamu dapat mengerti itu.
Jika kamu bertanya padaku, rindukah aku padamu. Sudah barang tentu iya. Bagaimana sang langit tidak merasa rindu dan kehilangan pada bintang yang biasanya menghiasi malam dan menjadi kan langit malam ceria. Bagaimana sang bulan harus meragukan kesetiaan bumi untuk selalu menunggu nya. Dan bagaimana sang bumi ragu kepada bulan, saat dia tau bahwa bulan selalu ada disampingnya. Hanya saja terkadang awan hitam membentuk menghalangi pandangan mereka.
Aku mengerti dan sangat memahami. Cinta itu seperti laut lepas, kadang pasang, kadang juga surut. Tapi satu hal yang pasti, cinta itu tidak akan ada habisnya. Sama seperti laut yang tak pernah gersang dari tempatnya.
Kesetiaan yang ku perjuangan, bukanlah hanya isapan jempol belaka. Meski ku berada jauh darimu, tak mungkin ku dapat menghalau pikiran ku untuk tidak memikirkan mu, menghawatirkan mu, mencemaskan keadaan dirimu. Sudah seharusnya kau tak perlu menanyakan hal itu kepadaku. Karena seperti yang kamu lakukan, aku juga menjaga hatiku baik-baik untuk seseorang yang mengharap penuh kehadiran ku. Yaitu kamu.
Aku sangat berterimakasih, karena kamu sudah merinduku dengan penuh kasih. Itu memberi ku sedikit jawaban kepastian. Memberi ku petunjuk, bahwa kau sangat menyayangi dan setia kepadaku. Aku harap kamu dapat mengerti ini. Aku sayang padamu, aku juga rindu kehadiranmu. Aku juga berharap kalau aku bisa, aku selalu ada untukmu, menemani mu, menjalani hari-hari bersama, dan selalu dalam kesetiaan mencinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H