Akhirnya, setelah semua keegoisanku dan kebrutalan omongan ku tertanam. Bahkan aku tak menyangka omongan ku sudah menusuk hati seseorang. Akhirnya aku menuai apa yang selama ini aku tanam. Kemarahannya atas perlakuanku padanya menjadikanku menyadari betapa aku masih bodoh menjadi manusia yang ingkar dan tidak pernah bersyukur.
Dia membuktikan padaku bahwa semua orang tidak nyaman dengan perkataan yang ku lontarkan semena-mena. Aku tertampar untuk yang kedua kalinya. Dua hal itu sudah membuktikan dengan jelas bahwa sebenarnya aku belum berubah lebih baik. Atau bahka mungkin aku malah lebih buruk sekarang. Karena sekarang ini saja aku sudah menuai apa yang aku perbuat.
Suasana seketika berubah saat itu, aku ketakutan atas apa yang seharusnya sudah menjadi konsekuensi ku dari awal. Perlakuanku yang semena-mena terhadap nya, telah membuatku hilang kendali, sehingga aku tanpa sadar tega mengungkapkan kata-kata yang bahkan jika aku sendiri yang menerimanya mungkin aku akan lebih marah dari itu.
Aku tak pernah melihatnya se marah ini. Saat ini mungkin dia sudah cukup mendiamkan aku dengan segala perlakuanku terhadapnya. Aku memahami itu sekarang, sungguh terlambat dan membuatku sangat menyesal.
Memang penyesalan saat ini sudah tidak ada gunanya, karena aku sudah tertusuk duriku sendiri saat ini. Duri yang ku buat sendiri, duri yang tanpa sadar tercipta oleh omongan tanpa pikir panjang, membuatku kesakitan. Mungkin ini yang dirasakan orang-orang saat menerima perkataan ku yang selalu semena-mena. Aku sungguh menyesal, kata maaf mungkin tak bisa menghapus bekas luka yang ada di hatinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H