Mohon tunggu...
REFLEKSI DIRI
REFLEKSI DIRI Mohon Tunggu... Penulis - Renungkan dan Rasakan. Intisari kehidupan ada di dalamnya.

Tulisan apapun yang dimuat, adalah tulisan yang berlandaskan pengalaman, gagasan dan riset sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Wajah, Antara Bahagia dan Duka

20 Desember 2020   19:37 Diperbarui: 20 Desember 2020   19:43 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokumen Pribadi

Seperti yang kamu baca dalam judul tulisanku, aku juga demikian. Menyangkal dan mengingkari perpaduan itu, saat dua wajah bermakna berbeda dalam perspektif kebanyakan orang. 

Aku memilih untuk memberi pandangan sendiri pada makna dari hanya sekedar menjadi orang berbeda dalam situasi berbeda. Dua wajah dalam satu kepribadian itu menurutku masih toleran ketimbang dua kepribadian dalam satu wajah.

Aku menyematkan kata bahagia untuk menunjukkan bahwa aku tak ingin mereka berduka. Aku tak ingin mereka melihat kesedihan yang sedang kurasakan. Cukup aku dan tuhan mengetahuinya. 

Saat mereka tersenyum bahagia karena candaan yang ku buat dan berikan, sedikit banyak masalah ku perlahan menghindar sementara. Aku membuat diriku menjadi orang paling bahagia di dunia saat bersama mereka. Karena hanya kebahagian yang terpancar dari wajah tulus mereka lah yang mampu membantuku terus menengadah penuh harap. Menjadikan tempatku bersandar.

Aku menyematkan kata duka setelah kata bahagia, karena jika kamu ingin mengetahui lebih banyak. Aku bukanlah seperti apa yang ku gambarkan saat bersama mereka. 

Saat aku sendiri, itu lah saat nya aku meluapkan segala emosi, segala amarah dalam darah, yang terus saja bergejolak berusaha merusak hati dan pikiranku. Aku menuangkan segala duka ku saat aku hanya bersama Tuhanku. Meski ku tahu ini terlalu egois bagi mereka, aku tetap tak ingin mereka tau apa yang sedang aku derita, apa yang sedang menggantung dalam hati dan jiwa. 

Banyak orang membutuhkan teman untuk menjadi sandaran kala mereka bahagia, namun aku sungguh tak melakukannya. Malah aku melakukan hal yang sebaliknya. Aku memahami satu hal bahwa, teman dan sahabat itu adalah orang-orang yang harus nya bahagia karena keberadaan diriku. 

Sehingga aku memutuskan untuk memberi mereka kebahagian penuh sekuat dan sebisa ku tersenyum bahagia. Seakan mereka tak pernah menyangka bahwa aku sedang dalam kepelikan duka.

Aku merasa, kebahagiaan yang ku berikan, bisa jadi nanti akan menjadikan jalan terang dalam segala kesusahan. Karena ibuku pernah berkata kepadaku, bahwa mengeluh adalah cara setan menggoda manusia agar menjadi buta dan kehilangan akal sehatnya. Sehingga menjadi tidak mengerti dengan masalah dan solusi untuk menghadapinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun