Semua sudah ku kerahkan, segala upaya sudah kulakukan. Situasi makin sulit, hidupku kini rasanya terjepit. Apakah mungkin aku bisa menghadapinya, meski kutahu Tuhan tak akan membiarkannya. Sanggupkah ku bertahan hingga jalan akhir terbuka, hingga cahaya menembus kegelapan gulita.
Jalan yang ku lalui makin tak karuan, layaknya arah angin yang tak beraturan. Makin hari aku merasa, angin ini makin besar menyerupai badai. Meski akan berlalu pada akhirnya, apakah tubuhku cukup kuat berdiri melewatinya.
Aku merasa, keyakinan ku mulai terkikis olehnya, bunyi retak yang terus mengganggu pikiran dan otakku. Seakan menjelaskan bahwa hati ku mulai rapuh menampungnya. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, melihat ini saja aku sudah tak sanggup lagi.
Harapan, semoga datang dan memberiku penenang. Meski tak nyata dan memang bukan realita. Setidak-tidaknya aku sudah bisa bernafas lega meski sementara.
Tuhan menjadi jalan ku memohon pertolongan. Menggantungkan semua keinginan dan harapan yang sudah diluar kendali dan kuasa ku. Menjadi manusia memang menyedihkan. Dengan segala kehinaannya, dia masih sombong karenanya.
Aku sebenarnya tak pintar menempatkan diri, tak bagus dalam berdiskusi dan berdialog dengan alam dan bumi. Tapi apa yang kulihat, memanglah benar adanya. Mereka seakan bangga dengan apa yang membuat mereka hina.Â
Tapi pada akhirnya, aku hanya berkutat dan berputar dalam duniaku sendiri, masalah ku sendiri. Menyalahgunakan prasangka ku dan menghardik orang lain mungkin caraku melarikan diri dari masalah yang ada.
Penulis Pujangga
Editor Fuji
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI