Ungkapan ini kutuliskan dari kisah salah seorang pengikutku di media sosial. Mungkin Tulisan ini bisa saja menjadi refleksi dan referensi ku dalam menjalani hati di kemudian hari.Â
Meski sampai sekarang aku masih canggung mengungkapkannya terang-terangan, tapi uneg-uneg ini seakan sudah memaksaku menerobos garis batas dalam hidupku.Â
Aku tau baik kamu atau aku sama mempunyai banyak keinginan dan keluhan. Tapi, apakah memaksakan keinginan dah ekspektasi diri ini dapat menjamin keberlangsungan hubungan ini.
Awalnya aku pikir, dalam hal ini aku yang terlalu egois, terlalu childish, terlalu memikirkan diri sendiri. Sehingga membuatku tak nyaman dengan apa yang sedang ada di depanku. Namun, akhirnya aku tau, dalam suatu hubungan, terdapat dua kepala di dalamnya, terdapat dua pemikiran, dua perspektif, dua prasangka, dan bahkan banyak keinginan yang bercabang di pikiran itu.
Aku paham, aku tau, kamu ingin menganalisa apakah aku sesuai dengan ekspektasi mu, sesuai dengan apa yang kamu mau. Tapi apakah kamu tidak tau, bahwa aku juga manusia dan memiliki perspektif terhadap apa yang kamu lakukan itu. Aku harap kamu tidak menyalahgunakan kata-kata yang bisa memecah belah hubungan ini.
Aku harap dengan ini kamu mengerti, semua ini tidak hanya tentang kamu, dunia ini tidak berputar hanya untuk kamu. Aku harap kamu cukup bersyukur dengan adanya diriku. Dan jika kamu sudah merasa bahwa kamu sudah bersyukur dengan adanya diriku dan hubungan ini, aku harap kamu bisa memikirkan lagi pernyataan mu.
Aku harap kamu dapat mengerti, aku harap dengan ini kamu bisa memahami arti mensyukuri hubungan ini. Berikan kita kesempatan kedua, memperbaiki diri kita masing-masing. Karena kamu juga mengerti, bahwa aku juga belajar memahami segala keinginan mu dan harapanmu terhadapku.Â
Penulis: Fuji
Editor: Fuji
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H