HOTS (High Order Thinking Skills) merupakan kecakapan berpikir yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami saja, tapi juga kemampuan untuk menggabungkan apa yang sudah diingat dan pahami untuk menganalisa, mengevaluasi dan bahkan mencipta.
Sebelum menguasai HOTS, siswa terlebih dahulu dituntut untuk memahami LOTS (Low Order Thinking Skills). LOTS merupakan kemampuan berpikir tahapan rendah.Â
LOTS terdiri dari kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan. Dengan begitu HOTS dan LOTS tidak dapat dipisahkan karena dibutuhkan kemampuan untuk memahami LOTS terlebih dahulu sebelum sampai ke tahap HOTS.
Adapun tingkat kecakapan taksonomi bloom untuk kemampuan berpikir kritis terlihat pada gambar ini:
Ketiga keterampilan yang dikategorikan sebagai LOTS (Low Order Thinking Skills):
- Pada tahap mengingat, informasi hanya sebatas diingat saja. Bisa jadi siswa tidak mengerti apa yang sedang disimak atau dibaca walaupun mereka hafal.
- Pada tahap berikutnya adalah ketika informasi dimengerti. Pada tahap memahami ini siswa belum sampai pada mengelola informasi tetapi sudah faham.
- Selanjutnya siswa diajak mengaplikasikan informasi atau data yang diterimanya. Jika pemahamannya tepat, mereka akan mampu menerapkan dengan tepat.
Tiga keterampilan selanjutnya dikategorikan sebagai HOTS (High Order Thinking Skills):
- Pada level Analisa, siswa harus mempelajari dengan cermat informasi atau data yang disimak dan dibaca. Tahap menganalisa ini mengharuskan siswa untuk mengelola data atau informasi secara lebih mendalam. Tahap ini juga mengisyaratkan guru untuk memiliki keterampilan bertanya agar siswa terlatih mempertanyakan data atau informasi yang dimiliki. Melatih mereka menemukan berbagai opsi. Pada tahap ini mereka memerlukan data dan informasi yang lebih rinci dan mendalam agar mampu melatih mereka berfikir pada tahap berikutnya, yaitu mengevaluasi.
- Mengevaluasi dengan proses yang runut sebagaimana yang digambarkan sebelumnya, siswa akan mampu menghasilkan informasi, atau data konkrit sebagai hasil analisanya.
- Pada tahap berkreasi atau menghasilkan data baru, ataupun informasi baru, siswa memiliki cukup bekal ketika telah terbiasa berfikir kritis dan runut.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana Bapak dan Ibu guru mengelola proses pembelajaran di dalam kelas? Apakah prinsip-prinsip berfikir tadi pernah dicoba?
Kita sering menemukan Pendidikan yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjelaskan. Satu yang menjadi penyebab adalah banyaknya jumlah materi, sehingga guru merasa berkewajiban menyelesaikan semua materi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Di samping itu, target evaluasi siswa  adalah pada angka yang diambil dari hasil ulangan atau tes tertulis berbasis materi.Â
Dalam hal ini, penyelesaian bahan ajar lebih mendominasi proses belajar-mengajar, dibanding dengan proses untuk melatih berfikir kritis. Melatih berpikir kritis berkaitan dengan tercapainya tujuan utama Pendidikan, yaitu memampukan seseorang untuk menghadapi kehidupan setelah selesai sekolah. Seperti yang pernah disampaikan oleh Carl Rogers "Tugas guru bukan semata mengajar, apalagi terpaku pada materi, melainkan menjadikan siswa bertanggung jawab akan belajarnya."
Dengan terbiasa berlatih berfikir kritis melalui proses pembelajaran yang menerapkan pola berfikir LoTS dan HoTS, siswa menjadi terbiasa untuk menghadapi apa saja dalam kehidupannya secara kritis dan tidak mudah melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan pengembangan dirinya maupun dirinya sendiri.Â