Pengen rasanya nangis melihat wall facebook punya teman. Seorang teman yang selalu kurindukan. Lebih tepatnya orang yang tak boleh kurindukan. Ini tentang sebuah larangan, sebuah peraturan, hukum alam dan hukum Tuhan. Aku menyukainya, tapi tak bisa bersama. Karena aku dan dia sama-sama pria. Wanita itu menuliskan kata dalam wallnya “Buat calon imamku kelak Doni ai miss you.. semoga Allah menjaga hati kita, amin.”
Kadang aku berpikir tragis sekali hidup ini. Takdirkah ini? Hanya tanya yang mampu terucap tanpa pernah aku temukan sebuah kejelasan dari sebuah teka-teki. Teka-teki, mengapa aku menjadi seorang pecinta lelaki.
Gampang sekali aku jatuh cinta. Seketika itu juga aku patah hati. Aku memang gay, tapi aku masih punya Tuhan dan agama. Dosa itulah yang selalu terniang dalam benakku. Akan jadi seperti apa manusia hina sepertiku ini di neraka?
Hingga detik ini aku belum menemukan obat dari sakitku, meski aku masih binggung apakah “gay” terdefinisi sebagai penyakit atau tidak. Yang jelas virus ini mengerogoti saraf otakku hingga menyerah aku dibuatnya.
Selama ini sebuah topeng besar kupasang untuk menutupi jati diri yang sebenarnya. Walau jujur, aku merasa gerah dan tak nyaman dengan tabir ini. Ingin rasanya aku jujur tapi takut. Banyak yang akan kecewa dan murka melihat siapa diriku yang sebenarnya. Untunglah Tuhan memberiku sebuah keahlian, aku pandai memanipulasi keadaan. Saat sedihpun aku masih sanggup tertawa lebar. Tuhan memang adil. Akulah yang kurang mensyukuri keadaan. Ditakdirkan menjadi pria malah menyalahi kodrad yang sewajarnya.
Yang bisa kulakukan kini hanya mengetikkan kata “amin ya rabb..semoga kalian langgeng selalu” di kolom commentnya. Aku memang mencintainya tapi aku tak akan tega membiarkannya larut dengan diriku yang sangat hina dan jauh dari normal. Berbahagialah sahabatku...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H