Mohon tunggu...
Renny Amelia
Renny Amelia Mohon Tunggu... -

Seorang pembelajar.. Mari berkunjung : http://www.rennysemangatmenulis.blogspot.com. Follow @Rennyamel

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia di Zaman Alay

25 September 2012   00:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:46 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia.”

Poin ketiga dari Sumpah Pemuda itu kembali mengingatkan kita akan sebuah peristiwa bersejarah.Hari itu, 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi sebagai bahasa persatuan.Tak lama lagi, usianya genap 84 tahun.Bahasa pemersatu tersebut kian renta kini. Ironisnya, kian renta justru kian tak populer di kalangan pemuda, khususnya remaja.

Tengoklah fenomena bahasa remaja saat ini. “H4! uD4H l4mA nDa KtMu, p4 Kb4R nA! ?????” Kalimat dengan ejaan seperti itu tentu sudah tak asing lagi ditemui.Entah darimana dan siapa yang memulainya, gaya bahasa tersebut semakin berkembang pesat.Mulai dari penggunaan huruf besar dan kecil yang dikombinasikan seperti HumZ (rumah), ceMunguuutt (semangat),atau fLendz (teman).Kata yang disingkat seperti gue menjadi W, Wa, Q, Qu, atau G.Tanda baca yang bisa muncul di mana saja.Hingga istilah-istilah seperti lebay, kepo, kamseupay, dan sebagainya.Aneh bukan?Inilah yang belakangan disebut sebagai bahasa alay.

Budaya Gadget : Asal Usul Bahasa Alay

Peradaban bangsa yang maju dibangun dengan menjadikan budaya membaca dan menulis sebagai prioritas. Namun di Indonesia budaya membaca dan menulis sudah sejak lama kalah bersaing dengan budaya lisan, budaya audio-visual (nonton), dan kini semakin tergerus dengan “budaya gadget”.

Remaja Indonesia masa kini lebih akrab dengan “budaya gadget” dan budaya nonton daripada budaya baca tulis.Saat waktu luang mereka lebih asyik dengan menonton televisi, berkirim sms, memperbarui status di facebook, berkicau di twitter, atau ngobrol (chatting) dengan gadget masing-masing.Memiliki gadget tercanggih jauh lebih penting dan membanggakan daripada memiliki buku bacaan.Dari sinilah tanpa disadari bahasa alay lahir dan berkembang.Bermula dari efiensi huruf untuk berkirim sms, kemudian muncul istilah-istilah gaul dalam situs jejaring sosial, dan semakin dipopulerkan lewat sinetron, acara remaja, atau iklan di televisi.

Semakin populer semakin pesat pula perkembangannya.Kosakata, ejaan, atau singkatan baru bahasa alaydapat dengan mudah dikreasikan oleh siapapun. Saking luasnya variasi kata dalam bahasa ini, bahkan kini telah ada kamus bahasa alay.Tentu, remaja penggunanya pun kian meluas.Tanpa perlu melakukan “sumpah pemuda alay”, bahasa ini seakan telah menjadi bahasa pemersatu pergaulan remaja saat ini.

Akankah bahasa alay menggeser bahasa Indonesia?

Sebenarnya jika ditilik lebih dalam, sejak dulu bahasa Indonesia memang bukanlah bahasa ibu (bahasa utama) bagi mayoritas penduduknya pun remaja.Dengan beragamnya suku bangsa di Indonesia maka tentulah bahasa ibu adalah bahasa masing-masing daerah.Baru kemudian bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua.Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah pun hasilnya tak cukup menggembirakan.Dari data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional (2011) pada UN 2011 lalu pelajaran bahasa Indonesia memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, bahkan dengan pelajaran bahasa inggris.Jadi sebenarnya bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit untuk digunakan baik dalam bentuk tertulis maupun komunikasi lisan.Hal ini antara lain disebabkan oleh bahasa Indonesia memiliki banyak sekali aturan baku yang tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Banyaknya aturan inilah yang membuat bahasa Indonesia menjadi bahasa sulit.Selain itu, rendahnya minat baca tulis remaja juga turut mempengaruhi dispopularitas bahasa Indonesia. Maka jadilah bahasa Indonesia sebagai bahasa yang sulit dan tidak populer pula.

Munculnya bahasa alay bukan tidak mungkin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ketiga bahkan keempat bagi remaja.Urutannya mungkin seperti ini : (1) bahasa daerah, (2) bahasa alay, (3) bahasa asing (Inggris/Mandarin), (4) bahasa Indonesia.

Untuk itu, upaya menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama atau setidaknya bahasa kedua tak lain adalah dengan meningkatkan minat baca tulis masyarakatnya.Namun, nampaknya ini bukanlah pekerjaan mudah.Bagaimana mengubah “budaya gadget” dan budaya nonton menjadi budaya baca tulis di Indonesia perlu upaya semua pihak.Jika tidak bahasa Indonesia akan menjadi asing di negerinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun