Saya rasa tak ada yang tahu dengan pasti apa yang menyebabkan istri Indro Warkop memiliki kanker paru-paru. Bisa kebiasaan merokok Indro bisa juga hal lain. Kanker belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkannya. Sekalipun jika memang benar, pemicunya adalah asap rokok, apa perlu ditekankan lagi?Â
Hubungan kekerabatan saya dengan Indro jelas, jauh. Hanya saja, ketika membaca isinya yang ternyata hanyalah kutipan 10 tahun lalu dan ditayangkan pada masa berkabung, bukanlah tindakan yang tepat. Entah siapa yang memulai, kurator si akun official atau media itu sendiri?Â
Pernah membayangkan apa rasanya jadi Indro Warkop yang sedang hancur-hancurnya ditinggal orang tercinta kemudian membaca berita dengan headline seperti itu? Sudah cukup. Tak perlu lagi ditambahkan sakitnya. Apalagi kini banyak media yang menggunakan kutipan itu sebagai judul dan di-publish sebagai artikel baru.
Lho, judul kan memang dibuat untuk menarik perhatian?
Benar. Begitulah seharusnya. Namun, judul yang menarik perhatian tak seharusnya mengorbankan perasaan "narasumber"? Dulu, sewaktu kuliah saya diajarkan, reporter yang baik harus bertanya segala hal. Akan tetapi, jangan tanyakan "Bagaimana perasaan Anda?" kepada seseorang yang anggota keluarganya baru saja meninggal karena korban teror bom atau mengalami kemalangan lainnya. Saya rasa, harusnya ini berlaku bagi kasus Indro. Lagi pula, membuat judul yang tidak menggiring opini publik juga menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan dalam jurnalsime, setidaknya menurut saya.
Minat baca kita masih rendah, apalagi berusaha mencari kebenaran. Berapa banyak yang akan dengan teliti membaca berita ini dan menemukan fakta bahwa itu adalah ucapan seorang Indro Warkop pada tahun 2008? Bahkan jauh sebelum  sang istri divonis mengidap kanker paru-paru? Saya semakin patah hati saat seorang teman kuliah me-repost berita ini tanpa mengecek validitasnya dan menambahkan keterangan waktu pada unggahannya. Bukankah ilmu yang kita terima waktu kuliah sama? Ah, anak dari ibu yang sama saja bisa berbeda sifat.
Sedih rasanya melihat media, khususnya online, melakukan segala cara hanya demi sebuah klik, traffic, SEO tinggi, demi meraup keuntungan. Sah-sah saja memang selama buka berita bohong yang ditayangkan. Namun, tetap saja rasanya sedih saat melihat orang yang sedang berada di tengah kedukaan harus "dibuat dan dicap" sebagai penyebab kematian sang istri. Bahkan beberapa menyalahkan. Sekali lagi, tanpa melihat isi berita. Clickbait memang menyebalkan.
Tapi, saya memang punya kecenderungan mudah baper. Jadi, tulisan ini memang sekadar curahan kebaperan saja.
Mau mengiritik media massa terkenal karena melakukan framing? Ah, tentu bukan keahlian saya. Saya hanyalah seorang kritikus amatir yang muncul kalau lagi ada yang seru aja. Jangan-jangan, judul tulisan saya ini juga framing? Dasar penulis baper.
Berita lengkap (pertama kali tayang) mengenai Penyesalan Indro Warkop, bisa dilihat di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H