Dadaku berdebar. Ada yang mengikuti kami ? Tapi satu- satu nya yang ku dengar adalah suara debaran jantung dan nafasku yang terengah- engah.
 "Ayo lebih cepat, La. Kita harus segera sampai di ujung jalan. Di sana ada halte bis, jadi kita bisa pergi dari kota ini secepat yang kita bisa. " David mempercepat langkahnya.
Dia semakin cepat berjalan, dan akhirnya berlari. Nafasku mulai tersengal, dadaku terasa seperti terbakar. Aku tidak bisa berlari lagi. Genggaman tanganku terlepas, kemudian aku jatuh tersungkur di atas aspal yang kasar dan dingin.
   Saat itu lah aku mendengar derap suara seseorang menuju ke arahku. David benar, kami di ikuti !
   Suara langkah kaki itu terdengar semakin jelas, semakin mendekat, lalu aku menoleh ...
   Kilatan cahaya berkelebat di atas kepalaku. Pisau !
   Suara pisau berdenting nyaring beradu dengan aspal. Hampir ! Hampir saja pisau itu menancap di tubuhku kalau saja aku tidak beringsut ke belakang.
   Lalu David menarikku berdiri.
   Kini aku bisa melihat jelas sosok bayangan. Tubuhnya tidak terlalu tinggi. Dia berpakaian serba hitam dengan penutup kepala yang menyatu dengan bajunya. Tampak sengaja menenggelamkan wajahnya agar kami tak bisa melihat raut mukanya dengan jelas.
   Kulihat dia mulai bergerak kearah ku. Menyerang. Saat itu lah aku mengejutkannya dengan cahaya biru terang yang berasal dari senter kecil dari dalam saku jaketku. Aku menyorot tepat ke matanya. Membuatnya berhenti karena silau.
 "Sial !" umpatnya sambil berusaha menghalangi cahaya yang menyilaukan mata dengan telapak tangannya.