Suasana terasa dingin dan lembab karena bercampur dengan butir- butir embun pagi di udara. Sesekali angin dingin menerpa wajahku, membuatku menggigil.
   Aku masih berada di tempat itu untuk membersihkan jejak- jejak yang mungkin ku tinggalkan di kedua jasad berlumur darah itu.
   Berusaha membersihkan hal terkecil sekalipun yang mungkin bisa mengarah padaku. Lalu menambahkan satu bukti yang mungkin bisa membantu polisi saat menyelidiki kematian mereka.
   Aku meletakkan kembali ponsel David di saku celananya setelah mengelap ponsel itu dengan rapi.
   Selesai.
   Aku menggendong tas ransel itu di punggungku. Lalu berjalan pulang ke asrama. Melemparkan tas ransel ke dalam pagar asrama lebih dulu, kemudian melompati pagar belakang asrama dengan sekali loncat, mungkin David lupa bahwa aku selalu suka latihan parkour- olah raga loncat dinding, gedung, dan semacamnya itu. Lalu akhirnya aku masuk ke asrama dengan sedikit mengendap- endap.
   Satpam nya tersenyum padaku, aku membalas senyumnya, lalu menyelinap masuk ke dalam kamar.
   Aku menutup pintu kamar dengan hati- hati. Dinda dan Vini masih tertidur lelap. Aku segera membuka jaket, mengganti baju dengan baju tidur yang aku pakai sebelum aku keluar, lalu menaruh ranselnya di dalam lemari pakaian ku dan menutupinya dengan tumpukkan kain selimut.
   Kemudian aku berbaring di tempat tidur, sepelan mungkin agar tidak membangunkan mereka berdua, lalu memeluk tubuh Dinda dengan erat. Karena aku merasa benar- benar kedinginan.
 ------------------
 "Laura .... Laura, bangun. " seseorang mengguncang- guncang tubuhku. "Laura- ayo bangun !" guncangannya semakin mengeras.