Mohon tunggu...
Hilda Amelia
Hilda Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, saya Hilda Amelia, lahir dan besar di Indramayu. Saya memiliki ketertarikan yang mendalam terhadap dunia sastra terutama sajak dan puisi. Saya suka mencampur baurkan elemen-elemen astronomi dan bahasa sansekerta dengan kehidupan, menciptakan perpaduan yang unik dan penuh makna. Ketertarikan saya dalam dunia bisnis dimulai sejak saya duduk di bangku kelas 2 SD. Dari usia yang sangat muda, saya sudah mulai belajar dasar-dasar berbisnis dan mencoba berbagai cara untuk berbisnis. Pengalaman ini telah membentuk saya menjadi individu yang berpikir kreatif dan inovatif. Dengan kombinasi bakat dalam menulis dan keahlian berbisnis, saya bertekad untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi positif, baik melalui karya sastra yang menginspirasu maupun melalui bisnis yang inovatif dan berdaya saing tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fajar Baru di Planet Biru

16 Juli 2024   19:46 Diperbarui: 16 Juli 2024   19:54 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Diantara gemerlap bintang dan siluet planet-planet yang menjelajahi kosmos,terdapat sebuah planet biru yang dikenal sebagai planet Neptunus. Di antarakeanggunannya yang membiru, planet ini terasa seperti tempat yang dipenuhidengan dinginnya kekosongan. Begitu juga dengan seorang pemuda yang bernamaBiru, yang hidup dalam bayang-bayang kesendirian dan kesejukan yang menyelimutihatinya.

Birudikenal oleh semua orang di kota itu karena sikapnya yang dingin dan taktersentuh. Tatapannya selalu kosong, seolah-olah menembus jauh ke tempat yangtidak dapat dijangkau oleh siapapun. Dalam dingin yang merasuk hingga ketulang, Biru berjalan melewati hari-harinya tanpa semangat, tanpa cinta.

Sejakkecil, Biru tumbuh dalam keluarga yang teramat sibuk, dimana kehadiran hangatadalah sesuatu yang asing baginya. Orang tuanya selalu sibuk dengan urusan mereka,meninggalkan Biru dalam cahaya kekosongan yang mencekam. Mereka membangun rumahmegah namun hampa, penuh dengan kemewahan namun kosong akan kehangatan.  

Dalamkesepian yang mematikan, Biru mengasingkan diri. Ia menyelam ke dalam buku-bukutua dan musik yang mendayu-dayu, mencoba mencari makna dalam kesunyian. Namun,setiap nada dan kata hanya menambah beban di hatinya. Ia merindukan kasihsayang, pelukan hangat, dan tawa yang tulus, hal-hal yang tak pernah ia temukandi rumahnya.

Suatuhari, di perpustakaan tua yang sepi, Biru bertemu dengan seorang gadis bernama Thalassa.Thalassa seperti fajar yang datang untuk mengusir gelap malam. Rambutnya yanghitam legam dan mata yang bersinar penuh dengan rasa ingin tahu, membuat Biruterpesona. Tanpa sadar, ia tertarik oleh kehangatan yang memancar dari Thalassa.

Thalassa,dengan kelembutan yang alami, mendekati Biru yang tenggelam dalam buku tebal."Apa yang kamu cari di sana?" tanyanya dengan senyum lembut. Biru terdiamsejenak, lalu mengangkat wajahnya yang suram. "Mungkin sesuatu yang tak pernahbisa kutemukan," jawabnya lirih.

Thalassamengulurkan tangan, "Aku Thalassa, panggil saja Thala. Dan kamu?"

Biruragu sejenak sebelum menjawab, "Neptunus. Tapi teman-teman memanggilku Biru."

SenyumThalassa semakin lebar. "Senang bertemu denganmu, Biru. Mungkin aku bisamembantumu menemukan apa yang kamu cari."

Hari-hariberlalu, dan Thalassa terus mendekati Biru dengan kesabaran dan perhatian yang belumpernah dirasakannya sebelumnya. Mereka sering bertemu di perpustakaan, tempatyang mereka anggap nyaman untuk berbagi cerita dan impian. Ia bercerita tentangdunia luar yang penuh warna, tentang mimpi-mimpi dan harapan. Perlahan tapipasti, tembok es yang membeku di hati Biru mulai retak. Setiap kata dariThalassa adalah sinar matahari yang melelehkan kebekuan itu.

Thalassamenemukan keindahan dalam ketenangan perpustakaan dan ketertarikannya pada Biruyang tertutup namun penuh misteri. Di sisi lain, Biru merasa ada sesuatu yangberbeda dan menarik dari Thalassa, sesuatu yang ia butuhkan namun belumdisadari sepenuhnya.

Padasuatu senja yang temaram, di bawah langit yang berwarna jingga, Biru membukahatinya untuk bercerita kepada Thalassa. "Aku selalu merasa sendiri, bahkan ditengah keramaian. Keluargaku ada, tapi mereka jauh, tak tersentuh oleh hatiku.Aku mencari kehangatan, tapi hanya menemukan dingin yang membekukan."

Thalassamenatap Biru dengan penuh pengertian. "Biru, kadang keluarga tidak harus selaludari darah. Terkadang, kita menemukan keluarga dalam orang-orang yang kitapilih untuk mencintai dan mempercayai. Aku ingin menjadi bagian darikeluargamu, jika kamu mengizinkan."

Airmata mengalir di pipi Biru. Untuk pertama kalinya, ia merasakan kehangatan yangsesungguhnya. Dalam pelukan Thalassa, ia menemukan cinta yang selama ini iacari, cinta yang tidak menghakimi, tidak menuntut, hanya memberikan.

Birumenatap Thalassa dengan mata yang penuh kehangatan yang baru ia rasakan."Thala, sejak pertama kali aku melihatmu, hatiku sudah tidak lagi sepi. Kamutelah membawa cahaya ke dalam kehidupanku yang gelap."

Thalassatersenyum lembut, matanya berbinar di bawah cahaya bulan yang memancar darijendela. "Biru, kamu adalah misteri yang ingin aku selami, dan cinta yang akucari di setiap detik yang kita habiskan bersama."

Birutersenyum, merasa hangat di dalam dada. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadiselanjutnya, tapi aku tahu bahwa aku ingin ada di sampingmu, menemukan maknasejati dari hidup bersamamu."

Thalassamengangguk, menggenggam tangan Biru erat di dalam genggaman hangatnya. "Kitaakan mengarungi lautan waktu bersama-sama, menemukan kebahagiaan di setiappetualangan yang kita lalui, Biru."

Merekaduduk bersama di sudut perpustakaan yang tenang, merasakan kehangatan satu samalain di antara buku-buku tua yang menjadi saksi kehadiran mereka. Di sana, dibawah cahaya temaram lampu perpustakaan, mereka membangun ikatan yang taktergantikan, menemukan kebahagiaan dalam kehadiran satu sama lain di tengahkesendirian mereka yang dulu begitu melumpuhkan.

Waktuterus berlalu, Thalassa menjadi cahaya yang perlahan menuntun Biru keluar darikegelapan yang telah lama membelenggunya. Kehadirannya adalah oase di tengahpadang gersang, membawa seberkas harapan dan ketenangan yang belum pernah Birurasakan sebelumnya. Setiap detik yang mereka habiskan bersama menjadi kisahyang dituliskan oleh takdir, membuat keduanya selalu merindu saat-saatperjumpaan berikutnya. Thalassa adalah fajar yang memecah malam dalam jiwaBiru, dan Biru adalah misteri yang Thalassa ingin selami hingga ke dasar hati.

Dengankehadiran Thalassa, hidup Biru mulai berubah. Ia mulai membuka diri, belajaruntuk merasakan dan memberikan kasih sayang. Ia tidak lagi terjebak dalamkebekuan yang menyiksa, tetapi hidup dalam kehangatan yang membawa kedamaian.

Ditengah perubahan ini, orang tua Biru mulai menyadari kesalahan mereka. Merekamelihat bagaimana Biru, yang dahulu dingin dan tak tersentuh, kini mulaimenunjukkan senyum dan kebahagiaan. Mereka merasa bersalah telah mengabaikanputra mereka selama ini. Dalam satu malam yang penuh penyesalan, mereka memanggilBiru dan Thalassa.

"Kamiminta maaf, Biru," kata ibunya dengan suara bergetar. "Kami terlalu sibukdengan urusan kami sendiri dan melupakan bahwa kau juga membutuhkan kami."

Ayahnyamengangguk, matanya berkaca-kaca, "Kami berjanji akan lebih hadir dalamhidupmu, memberikan kehangatan yang selama ini kurang. Kami sangat berterimakasih pada Thalassa yang telah menunjukkan kepada kami betapa berharganya kamu.Mulai sekarang, kami ingin membangun kembali hubungan keluarga yang hangat danpenuh cinta."

Birumerasa haru dan lega mendengar kata-kata orang tuanya. Dengan kehangatan yangkini menyelimuti hatinya, ia menjawab "Aku memaafkan kalian dan Terima kasih,Pah, Mah. Kehadiran dan perhatian kalian sangat berarti bagiku. Mari kita mulaikembali sebagai keluarga yang utuh."

Dalampelukan hangat keluarga yang selama ini ia rindukan, Biru merasa lengkap. Pertemuanitu menjadi awal dari perubahan besar dalam hidup Biru. Dengan Thalassa disisinya dan perhatian baru dari orang tuanya, ia mulai melihat dunia dengancara yang berbeda. Di antara bintang-bintang dan dinginnya kosmos, Birumenemukan kehangatan sejati yang selama ini ia cari di tengah dinginnyaNeptunus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun