Mohon tunggu...
Renita Diyana Lestari
Renita Diyana Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hanyalah manusia biasa

Keep spirit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Toleransi: Kelenteng Eng An Kiong "Kelenteng Tri Dharma"

24 Maret 2022   12:49 Diperbarui: 24 Maret 2022   12:53 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi sangatlah penting bagi kehidupan, dengan sikap toleransi hidup kita akan menjadi lebih damai, tentram dan dapat mempererat persatuan serta kesatuan sesama. Mengingat negara kita Indonesia merupakan negara yang beragam yang salah satunya adalah keragaman agamanya, oleh karena itu kita harus memiliki sikap toleransi beragama agar tidak terjadi perpecahan, kita sebagai masyarakat Indonesia harus saling menghormati agama satu sama lain.

Pada kesempatan minggu kemarin, saya dan teman-teman meluangkan waktu untuk melakukan observasi ke salah satu Kelenteng tua di Kota Malang, yaitu Kelenteng Eng An Kiong yang berada di Jalan R.E. Martadinata No.1, Kotalama, Kec.Kedungkandang, Kota Malang. Saat awal masuk saja kita sudah disambut ramah oleh penjaga disitu, kita juga diperbolehkan melihat-lihat kelenteng tersebut karena kelenteng ini juga dibuka untuk umum sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Malang, intinya kita disitu harus tetap menjaga sikap kita, kita tidak boleh membuat gaduh agar umat yang beribadah tidak terganggu. Ini merupakan pengalaman ke duaku mengunjungi tempat peribadatan non muslim, yap yang pertama aku sudah pernah mengunjungi gereja katolik hati kudus yesus yang sudah aku ceritakan pada artikel sebelumnya. Jadi jangan lupa dibaca juga ya hehe....

Awalnya aku mengira klenteng itu hanya digunakan sebagai tempat beribadah umat beragama konghucu, namun perkiraanku itu salah, ternyata Kelenteng Eng An Kiong ini terdiri dari tiga tempat peribadatan didalamnya, diantaranya yaitu tempat beribadah agama Konghucu, agama Budha dan agama Tao.

Oleh karena itu kelenteng ini juga disebut dengan Kelenteng Tri Dharma. Kelenteng Eng An Kiong sendiri memiliki arti istana keselamatan dalam keabadia Tuhan. Seperti biasa klenteng ini tidak beda jauh dengan kelenteng-klenteng lain, memiliki ciri khas warna merah dan kuning keemasan. Warna merah memiliki arti keberanian dan juga kehidupan, sedangkan warna kuning keemasan memiiki arti keagungan. Disaat kita akan memasuki klenteng tersebut pasti kita dapat melihat ada simbol 2 naga diatas gapura masuk, di dalam kelenteng di setiap sudut juga banyak terlukis simbol naga, ternyata naga tersebut memiliki makna keperkasaan. Bangunan-bangunananya juga memiliki corak yang khas sehingga terlihat indah saat di pandang.

Menurut hasil observasi saya, klenteng ini memang merupakan kelenteng tua di kota malang, kalau dihitung kelenteng ini sudah berumur sekitar 197 tahun. Jadi klenteng ini didirikan pada tahun 1825 oleh Liutenant Kwee Sam Hway, dan ada juga yang menyebutkan pada tahun 1835. Untuk pembangunannya sendiri tidak dilakukan langsung secara menyeluruh, namun dikerjakan secara bertahap mulai dari banguanan tengah (titik pusat klenteng) pada tahun 1825 kemudian baru dilanjutnkan pada bagian lainnya di tahun 1895 sampai 1934.

Menurut salah satu pengurus klenteng, ini tercatat di dalam prasasti yang terukir di depan kantor klenteng, yang didalamnya tercatat tahun pendirian/pembangunnya dan juga siapa saja yang menyumbangkan swadaya untuk proses pembangunan kelenteng ini. Walaupun kelenteng ini sudah tua tetapi ornamennya masih tetap terjaga dan masih berdiri kokoh walau ada beberapa bagian yang harus diperbaiki karena rapuh. Di tahun 2002 juga telah dilakukan renovasi kantor serta mengganti keramik dan juga penambahan altar Bi Lik Hud. Di depan klenteng ini terdapat halaman yang cukup luas yang biasa digunakan untuk pertunjukan wayang potehi. Menurut sejarah, adanya Klenteng ini sebagai bukti komunitas Cina telah lama menempati Kota Malang.

Kalau mendengar kata kelenteng pasti tidak luput dengan adanya perayaan imlek setiap tahunnya, di Kelenteng Eng An Kiong ini memiliki tradisi seperti atraksi barongsai, pementasan wayang potehi (kesenian khas Tiongkok) hingga perayaan lontong cap go meh (biasanya di akhir imlek). Biasanya klenteng ini mengundang masyarakat sekitarnya untuk menyantap lontong cap go meh secara gratis yang berisi lontong, ayam, telur, dan sayuran rebung, jadi bukan hanya umat konghucu saja yang bisa menikmatinya. Namun mengingat karena pada saat ini pandemi sedang berlangsung, maka kegiatan-kegiatan tersebut ditiadakan demi mencegah penyebaran covid. Tetapi pengelola tetap membuat lontong cap gomeh hanya saja dibagikan untuk umat yang ibadah saja. Sedangkan untuk peribadatan sembahyang bersama saat imlek yang biasanya dihadiri banyak orang, saat pandemi hanya dibatasi beberapa orang saja yang terdiri dari perwakilan para tokoh tri dharma. Untuk sembahyang pada hari-hari biasa masih diperbolehkan asalkan mematuhi prokes yang ada.

Selain perayaan imlek, kelenteng ini juga memiliki tradisi upacara keagamaan yaitu upacara sedekah bumi yang diadakan setiap tanggal 7 bulan 15 di bulan lunar. Upacara ini dilakuakn untuk berdoa agar tidak terjadi paceklik, dan biasanya di acara upacara sedekah bumi ini Kelenteng Eng An Kiong juga membagikan sembako kepada umat yang beribadah dan juga masyarakat di sekitar kelenteng. Hal ini dapat membuktikan bahwa tidak ada percekcokan antara umat konghucu dan agama lainnya, ini telah membuktikan bahwa mereka bisa hidup rukun dengan agama lain disekitarnya.

Untuk cara mengagungkan dewa-dewa (ritual ibadah), mereka umat konghucu menyalakan lilin di depan altar, kemudian membakar dupa sebanyak 3 yang masing-masing memiliki makna. Dupa yang pertama memiliki makna diperuntukkan kepada Tuhan yang memberi kehidupan, dupa yang kedua memiliki makna untuk sesama umat manusia, dan dupa yang ketiga memiliki makna untuk bumi alam semesta sebagai tempat berpijak dan kehidupan. Selanjutnya dupa diletakkan di youlu dan harus diletakkan dengan posisi yang benar, dimana dupa pertama letaknya di tengah, dupa kedua di sebelah kanan dan dupa ketiga di sebelah kiri. Setelah peletakan dupa barulah mereka berdoa kepada Tuhan.

Jadi dari cerita kelenteng ini kita dapat mengambil pelajaran, bahwa kita harus bisa menjadi warga negara yang rukun, saling menghormati dan tolong menolong. Dengan melakukan observasi seperti ini kita juga dapat menambah wawasan serta pengetahuan.

Yokk mari kita eratkan lagi kerukunan serta toleransi di Indonesia!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun