Dahulu kala di pedalaman Kalimantan Timur, terdapat sepasang suami istri dan dua orang anak yang hidup sangat rukun dan tentram, keluarga tersebut penuh keharmonisan, sang ibu selalu bijaksana dan cekatan dalam mengatasi urusan rumah tangganya membuat keluarga ini penuh dengan rasa nyaman, perkebunan yang dimiliki keluarga ini juga semakin membuat makmur keluarga ini.
Suatu hari sang istri jatuh sakit, entah penyakit apa yang menyerang istrinya.Sudah banyak tabib yang mengobatinya, namun penyakitnya tak kujung sembuh, lama-kelamaan semakin parah dan memburuk, hingga akhirnya sang istri pun meninggal.
Sejak saat itu, kehidupan keluarga ini menjadi berantakan dan tidak harmonis lagi, sang ayah menjadi seorang yang pemalas, pemurung dan lebih banyak melamun.Kedua anaknya bingung dengan kondisi ayahya, bahkan tetangga mereka pun turut memikirkan, bagaimana caranya agar sang ayah tidak terus-menerus larut dalam kesedihan dan mencari nafkah seeprti biasanya.
“Sudahlah pak, sudahilah kesedihanmu, apa kau tidak kasihan melihat anak-anakmu?” ujar sang tetangga.
Namun, hal itu tidak dihiraukan, nasehat-nasehat yang berulang kali dituturkan tidak berguna jua. Hingga tibalah musim panen, yang dimana biasanya akan diadakan upacara.Maka banyak diadakan hiburan, kesenian dan pesta panen. Ada seorang gadis cantik yang mengikuti penampilan ketangkasan, gadis itu mengagumkan. Sehingga, banyak pemuda yang terpesona dan serentak gadis itu menjadi perbincangan selama beberapa hari. Maka terdengarlah hal itu kepada sang ayah, ayahnya pun penasaran dan memutuskan untuk mengahdiri upacara tersebut.
Dihari ke-tujuh setelah kematian istrinya, sang ayah pun memutuskan untuk menghadiri penampilan ketangkasan gadis tersebut.Ia sengaja berdiri paling depan agar dapat melihat tarian gadis tersebut.Ia masih tampak murung dan hanya tersenyum sedikit melihat gadis itu,tetapi ia tidak dapat memalingkan pandangannya terhadap gadis itu, gadis itu mempunyai rambut yang hitam digelung menggnakan sebilah kain, matanya tajam dan senyumnya yang menawan, ketika gadis itu beraksi tatapan mata mereka bertemu dan timbulah perasaan terhadap keduanya.
Singkat cerita, akhirnya sang ayah pun menikahi gadis itu, yang disetujui beberapa sesepuh dikampungnya. Keluarga ini pun berangsur pulih dari kesedihan, sang ayah sudah mulai bekerja dan kedua anaknya sudah ada yang mengurus yaitu ibu tirinya. Ibunya sangat baik merawat kedua anak ini.
Hingga pada suatu saat keluarlah watak asli sang ibu yang sebenarnya tidak menyukai kedua anak angkatnya itu, ia menyuruh kedua anak angkatnya itu mengambil kayu bakar 3 kali lebih banyak dari biasanya, kedua anak itu ingin menolak, namun sang ibu tetap memaksa dengan ancaman akan melaporkan bantahan kedua anak itu kepada ayahnya, maka berangkatlah kedua anak tersebut ke hutan.
Di samping itu, sang ayah muulai terpengaruh dengan istri barunya, sang ayah mempunyai rasa sayang yang sangat besar terhadap ibu tirinya itu, sehingga ia tidak berdaya terhadap apa yang dilakukan oleh istrinya tersebut.
Kedua anak itu baru bisa mengumpulkan kayu yang ibunya minta selama dua hari. Mereka makan dengan mengambil buah-buahan di hutan dan menghilangkan dahaga dengan meminum air di sungai, merekapun bergegas untuk pulang dengan membawa kayu bakar atas suruhan ibunya.
Sesampainya dirumah mereka kaget, karena isi rumah mereka sudah kosong melontong, ayahnya pun tidak ada. Kedua anak tersebut bingung, mereka memutuskan untuk mencari orang tua mereka disekitar rumah mereka, namun tidak ada, maka mereka memutuskan untuk pergi keluar kampung dan mencari kedua orang tuanya itu, tetangga mereka yang merasa iba, menukarkan kayu bakar yang mereka ambil dengan beberapa bekal yang berguna diperjalanan mereka.