Kita uraikan saja, masih banyak profesi yang akan tersingkir seperti pelatih, manager sepak bola, wartawan, fotogafer, penulis, beserta seluruh redaksi yang rutin piket memberitakan info-info tentang bola, dirijen suporter, tukang ngelas rangka gawang, pemintal net gawang, tukang rumput gelora, tukang bikinin sepatu kw mirip pemain, tukang kaos sablon, tukang es teh-aqua-kopi-seduh, penyuplai handuk buat ngelapin keringat pemain. Dan masih banyak lagi yang belum kesebut loh iki. Ya, masa sih cuman karna kita gak minat sama bola, terus kita harus mematikan seluruh profesi ini? Betapa egosentrisnya perasaan klean ini.
Padahal kalau kamu gak suka bola, selain bersikap diam, kamu pun bisa melakukan hal yang bermanfaat, edukatif, tapi juga bisa menambah benefit. Apa kamu gak kepikiran gitu dagangin light stick di depan tribun? Tentu light stick yang kamu jual bisa dipakai pas yel-yel kebangsaan lagi dilantunkan. Coba bayangin getaran suasana kekhidmatannya, merindingnya masyaAllah banget deh.
Dan ini bukan hanya masalah cuan! Tapi ada idealisme dalam mendidik suporter. Pikirin deh gimana kalau kamu mampu menjual lightstick untuk seluruh tribun!Â
Bukan hanya bisa buat nyicil KPR, tapi kamupun mampu mengubah kebiasaan mereka yang doyan rusuh nyalain kembang api, menjadi suporter yang lebih cute dan beradab. Apa gak bangga hal yang mungkin recehan begitu bikin kamu menjadi salah satu poros perdaban suporter sepakbola?
Promosi kecintaan daerah
Kecintaan daerah muncul dari entitas klub-klub bola yang basisnya ada di tiap daerah-daerah Indonesia itu sendiri. Hal ini pun kerap kali menimbulkan superioritas yang memang punya sisi asik dan juga sisi yang bikin ngeselin kalau diamati. Asyiknya, superioritas kedaerahan bikin sikap solidaritas dan kebanggaan daerah makin tinggi.Â
Kalau lihat viking dari berbagai daerah Jawa Barat, muantep rek solidaritase iki. Sesama viking gak sedikit yg memberi pertolongan lainnya kepada sesama Bobotoh lainnya kalau Persib mau tanding. Hal yang paling umum mereka lakukan adalah ngasih tumpangan menuju gelora. Pokonya mah gemes deh sesuai falsafah Silih asah, asih, asuh.
Kan dari sikap persatuan seperti itu bisa muncul rasa kebanggaan akan daerahnya sendiri. Dari kebanggaan, akan menimbulkan sikap percaya diri, pantang mundur, wislah kandang-tandang, podo ae!
Perlu digarisbawahi, superioritas gak melulu soal arogansi yang sering memprakarsai tawuran yang gak penting. Banyak ko suporter-suporter yang dateng ke tribun sangat beradab, arif, dan bijaksana. Bernyanyi yel-yel iya, tapi kerukunan pun tidak dilupakan.
Justru kita bisa membudayakan agar suporter-suporter seperti ini bisa banyak dilibatkan untuk berperan aktif menularkan sikap-sikap terpelajar tersebut.Â
Atau apakah kita perlu mengajukan kepada Official Fans Club bersama kemenpora untuk mengadakan penyuluhan dengan ajaran filsafat agar kelompok suporter yang lincah kurang karuan, bisa lebih damay dalam menyikapi masalah?Â