Mohon tunggu...
Reni Meimuri
Reni Meimuri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

selamat membaca semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Kasus Pulau Rempang Menggunakan Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

21 September 2024   20:30 Diperbarui: 22 September 2024   17:51 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama : Reni Meimuri

Nim : 222111164

Kelas : HES 5E

Negara dengan memiliki suku yang beragam dan terdiri dari belasan ribu pulau ini, tidak jarang bila sering terjadi konflik akan klaim terhadap tanah. Memang tidak asing didengar dan sangat menarik untuk dibahas. Tanah sendiri memiliki peranan bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari, bahkan tidak hanya sekedar didirikan bangun saja tetapi tanah juga digunakan sebagai rumah terakhir bagi manusia dengan ungkapan "dari tanah, kembali ke tanah". Dengan demikian konflik tanah tentu sangat sering terjadi dengan pihak yang satu mengeklaim bahwa tanah tersebut miliknya sementara pihak lain berargumen bahwa yang dikatakan itu tidaklah benar. salah satunya seperti kasus Rempang.

Pada 7 September 2023, terjadi bentrokan antara warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dengan aparat gabungan dari TNI, POLRI, dan Ditpam BP Batam. Konflik ini muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap regulasi yang diterapkan, yang dianggap merugikan mereka. Di sisi lain, aparat yang bertugas pun bisa melakukan kesalahan yang tidak disengaja dalam menjalankan tugas mereka, yang menyebabkan insiden yang tidak diinginkan.

Kronologi dari kasus ini, yang dimana pada mulanya rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City telah disuluti sejak 2004. Dahulu pemerintah bekerja sama dengan PT. Makmur Elok Graha sebagai mitra swasta dalam kerjasama dengan BP Batam dan pemerintah kota Batam. Sekarang, pembangunan Rempang Eco City telah termasuk dalam program strategis nasional tahun 2023 hal ini sesuai dengan Permenko bidang Perekonomian RI No. 7 tahun 2023 dengan harapan dapat merauk investasi sebesar Rp.381 triliun pada 2080 mendatang. Guna melancarkan hal tersebut, di dalam Peraturan Menteri Koordinator tersebut dinyatakan bahwa warga Rempang termasuk warga Kampung Tua yang menempati wilayah tersebut harus dipindahkan ke daerah lainnya. Padahal, warga kampung tua (warga rempang) tersebut sudah menempati wilayah tersebut sejak tahun 1834 dan memiliki keterkaitan spiritual, social, budaya, dan ekonomi dengan wilayah tersebut. Apalagi masyarakat ini merupakan masyarakat pesisir yang tidak bisa dipindahkan ke daerah daratan karena bermata pencaharian sebagai nelayan.

Seperti yang diketahui, setiap individu memiliki berbagai kepentingan yang bisa bersifat sejajar, berbeda, atau bertentangan dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok maupun sekunder mereka. Agar tidak terjadi dampak negatif dalam masyarakat akibat benturan kepentingan, terutama di antara kepentingan-kepentingan yang saling bertolak belakang, diperlukan pengaturan yang tepat. 

Dalam filsafat hukum, terdapat beberapa teori atau aliran hukum yang menjadi panduan atau mazhab. salah satunya yaitu mazhab positivisme hukum. Teori  ini menjadi dasar untuk menganalisis konflik yang terjadi, sehingga hukum hadir untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang timbul. Mazhab positivisme hukum adalah aliran filsafat hukum yang mempunyai suatu pandangan dimana mengharuskannya pemisahan antara hukum dan moral. Mazhab positivisme hukum memandang hukum sebagai perintah yang berdaulat yang tidak ada kaitannya dengan moral, etika dan keadilan. 

Dalam kasus Pulau Rempang, proyek Rempang Eco-City dan relokasi masyarakat yang diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional adalah kebijakan yang sah secara hukum. Aturan ini dibuat oleh pemerintah pusat yang memiliki kewenangan legal untuk menetapkan kebijakan strategis nasional. Oleh karena itu, kebijakan ini dianggap sah dan wajib dilaksanakan, meskipun masyarakat setempat menolaknya. Positivisme hukum menekankan bahwa semua pihak harus mematuhi hukum yang berlaku, terlepas dari apakah hukum tersebut dianggap adil atau tidak. 

Positivisme hukum hanya mengakui hak-hak yang diatur secara eksplisit dalam undang-undang. Hak masyarakat adat atau masyarakat pesisir tidak memiliki perlindungan yang kuat dalam peraturan yang ada. Karena itu, keberatan masyarakat Rempang terhadap proyek ini tidak dianggap sah menurut hukum positif. Mereka hanya memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau ganti rugi sesuai dengan mekanisme hukum yang ditentukan pemerintah, bukan untuk menolak kebijakan tersebut secara keseluruhan. Bentrokan yang terjadi antara aparat dan masyarakat dianggap sebagai akibat dari ketidakpatuhan terhadap aturan formal, bukan sebagai tanda ketidakadilan hukum.

Argumen penulis tentang mazhab positivisme hukum dalam hukum di indonesia yaitu Mazhab positivisme hukum di Indonesia menekankan pada kepastian hukum melalui aturan tertulis, sehingga memberikan stabilitas dan prediktabilitas. Namun, pendekatan ini sering dianggap terlalu kaku dan mengabaikan aspek keadilan sosial serta dinamika masyarakat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun