Mohon tunggu...
Renimaldini Putri
Renimaldini Putri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya ingin menulis, dan berharap suatu saat nanti bisa mencicipi stadion San Siro, berjumpa dengan seluruh punggawa AC Milan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tentang Saya...

19 Juli 2011   14:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:33 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Gak banyak yang bisa diceritakan tentang seseorang yang bernama Kustiah Reni Putri yang biasa dipanggil Reni atau ngkus oleh teman kecilnya. Reni kecil dilahirkan di rumah sakit Aisiyah Padang. Ketika itu, seorang ibu yang cantik sedang berjuang di ruang bersalin. Disampingnya, seorang pria dengan setia menemaninya. Kata bidan yang membantu persalinan ibu cantik itu, seorang bayi kecil lahir dengan selamat tengah malam.

Sebuah senyum bahagia terpancar dari raut wajah sang ibu yang didampingi suaminya. Lengkap sudah kebahagian mereka sebagai sepasang suami istri. Bayi mungil, sehat dan lucu lahir ke dunia menambah ramainya rumah kecil mereka.

Si kecil Reni tinggal bersama kedua orangtuanya dan seorang kakak perempuannya. Hari berganti hari, bulan dan tahun berlalu begitu cepat. Ketika umur 6 tahun, orangtuanya memasukkan ke sekolah dekat rumah. Setiap hari, Reni bersama sang kakak akan berlari menuju sekolah yang hanya berjarak 1 km dari rumah mereka di belakang Mesjid Istiqomah Sawahan.

Ada kejadian yang tidak bisa dilupakan ketika berumur 7 atau 8 tahun. Si Reni yang kata Oma, om dan tantenya"agak nakal dan jahil", pernah jatuh dan harus dijahit kepalanya karena berlari-lari dan kejar-kejaran dengan temannya. Karena nakalnya juga pernah kecebur dalam got dan nangis sekencang-kencangnya.

Saking jahilnya, pernah menyembunyikan uang pensiunan sang oma. Oma yang sudah tua dibuat pusing nyari uang yang hilang entah kemana. Ya, masa kecil Reni sangat menyenangkan. Apalagi ditambah seorang adik laki-laki dan perempuan. Lengkap sudah.

Masa remaja dilalui oleh Reni seperti anak baru gede lainnya. Diterima di sekolah favorit di Kota Padang, SMP 1 Padang sungguh menyenangkan. Punya teman banyak, guru yang baik dan cerita remaja lainnya. Lanyaknya ABG, Reni juga mengenal cinta monyet. Tapi cinta monyetnya berlanjut hingga di kuliah.

Ya, ketika SMP, ternyata si Reni udah punya cowok. Teman ngaji, dekat rumah dan teman kakaknya. Awalnya sih hanya sekedar gengsi-gengsian sama teman (gak gaul katanya kalau gak punya cowok..). Ternyata berlanjut...Sayang, ketika rasa itu udah berubah menjadi terlanjur sayang, si cowok harus pergi..Pergi untuk selamanya...Meninggalkan sebuah janji yang sampai sekarang tidak bisa dia tepati.

Hari itu sungguh menyesakkan..Sebuah berita yang benar-benar membuat dada ini sesak, ingin berteriak tapi tidak terucap.

Satu tahun setelah hari kelabu itu, Reni kembali harus kehilangan separuh sayapnya. Di umur yang masih 18 tahun, Reni harus kehilangan seorang figur yang selalu menjadi teladan dan panutannya. Papa, harus pergi selamanya meninggalkan kami yang masih membutuhkan kasih sayangnya.

20 September 2000, Reni harus rela melepaskan kepergian sosok ayah yang sangat diidolakannya. Tidak ada lagi yang meminta," Reni tolong cabut uban papa. Reni badan papa capek, tolong dipijitnya. Atau reni pulang dari kantor nanti mau dibelikan apa?". Semua itu lenyap seketika...

Sampai sekarang sosok itu masih terpatri dengan sempurna di setiap titik darah yang mengalir. Masih ingat di memori sebelum papa dipanggil yang kuasa. Malam itu sebelum papa dilarikan kerumah sakit, kami masih sempat berkaroke bersama dan makan es durian di tempat favorit kami sekeluarga. Mungkin itu kado terakhir yang diberikan oleh beliau.

Sekarang Reni bukan lagi sosok yang gadis 18 tahun yang akan menangis dan terjatuh menghadapi cobaan yang menerpanya. Kehilangan dua sosok yang pernah mengisi hari dan sebagai hidupnya menjadikandia sosok yang tegar--meskipun sering menangis dibalik bantal--jika dimarahi.

Kemarin, hari ini, dan esok adalah jejak langkah seorang Reni yang sekarang terdampar di dunia yang benar-benar tidak pernah terfikirkan olehnya. Dunia jurnalistik, dikejar deadline, dimarahi Korlipnya, dikasih surat teguran. Harus tahan banting dengan semua ejekan, celaan dan "cemeehan". Didunianya sekarang juga Reni baru tahu ternyata dunia jurnalistik itu seperti apa...Meskipun dulu di masa kuliah di Fakultas Pertanian Unand pernah bercita-cita menjadi wartawan--namun tidak membayangkan kalau dunia jurnalistik itu ternyata???

Hari ini dan esok, Reni masih punya satu keinginan yang belum diwujudkannya. Membahagiakan seorang wanita cantik yang berjuang sendiri membesarkan empat buah hatinya. Wanita yang dulu melahirkan bayi kecil dan lucu itu sekarang sudah letih dan lelah. Perjuangan selama 11 tahun seorang diri belum bisa dibalas dengan apa-apa.

Meski kata tidak terucap tapi dari wajahnya terlihat harapan dan keinginan, bahwa, akan datang seorang anak laki-laki baru ke rumah. Harapan itu belum terwujud, tapi yakinlah ma, kalau Reni akan membawa seorang anak laki-laki yang benar-benar baik, sayang, bisa membimbing Reni.

Mungkin hari ini belum, tapi Reni yakin disetiap doa mama dan reni itu selalu ada dan terucap. Semoga, papa juga mendengar doa kita..Dia akan tahu, kalau kemarin, sekarang, esok, esok dan esok Reni selalu merindukannya. Sangat rindu dengan sosok beliau...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun