Libur akhir semester tahun ini sangatlah berbeda, dulu kehadirannya sangatlah dinanti-nanti. Semenjak pandemi dan terbiasa  berada dirumah dalam kurun waktu yang lama, membuat waktu liburan jadi terasa biasa saja. Hari demi hari  berlalu begitu saja dan tanpa disadari tiba-tiba waktu libur sudah berakhir, saatnya kembali belajar dan meninggalkan kebiasaan rebahan, wacana kembali belajar tatap muka diawal tahun 2021 sempat menjadi angin segar ditengah suasana belajar yang membosankan. Namun keponakanku yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar(SD), sepertinya harus kembali menelan kekecewaan. Bagaimana tidak? Rencana sekolah tatap muka Januari 2021 batal karena pandemi Covid-19 masih meresahkan.
Seperti yang dilansir Tribunnewsmaker.com(30/12/2020), memasuki pembelajaran siswa sekolah pada semester genap tahun ajaran 2020/2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan(Kemendikbud) memberikan program belajar alternatif selain tatap muka. Program alternatif ini bertujuan mendukung pendidikan jarak jauh (PJJ). Pertama, siswa bisa belajar melalui program Belajar Dari Rumah ( BDR) yang ditayangkan di Televisi Republik Indonesia ( TVRI) untuk jenjang pendidikan PAUD dan Sekolah Dasar (SD).Â
1.Ancaman putus sekolah mengintai dimana-mana, karena himpitan masalah ekonomi efek pandemi membuat mereka terpaksa ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak sedikit anak-anak diluar sana yang berasal dari keluarga kurang berada. Jika mengandalkan bantuan sosial dari pemerintah, rakyat miskin hanya bisa gigit jari sembari melihat para pejabat terjerat korupsi
2. Perbedaan akses dan kualitas jaringan internet selama proses pembelajaran jarak jauh menciptakan kesenjangan capaian belajar. Terutama bagi mereka-mereka yang berasal dari sosial ekonomi berbeda atau bagi mereka yang tinggal di pelosok desa. Jangankan mengerjakan soal, aihhhh sinyal saja semacam orang yang mau ditagih hutang, selalu saja menghilang.
3.Ketidakoptimalan pertumbuhan,  turunnya keikutsertaan dalam Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD), membuat si anak kehilangan  tumbuh kembang secara optimal di masa emas mereka. Karena didalam masa-masa ini pertumbuhan kognitif ataupun karekter kepribadian mereka mulai terbentuk. Mereka mulai belajar tentang sosial, mengenal pertemanan, saling tolong- menolong, saling menghargai satu sama lain, dan lain sebagainya.
4.Minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan luar ditambah rumitnya soal-soal yang harus dikerjakan, dapat menyebabkan stres pada anak dan juga orang tua. Kenapa orang tua? bayangkan saja tiba-tiba si anak bertanya rumus menghitung luas kerucut pada orang tuanya. Mudah sekali bukan pertanyaannya? tentu saja iya bagi mereka yang memiliki kapasitas untuk menjawabnya, lalu bagaimana dengan para orang tua yang bahkan melihat bangku  sekolah pun tidak pernah?
5.Memicu kekerasan didalam rumah, kepelikan masalah yang dihadapi karena efek pandemi membuat siapa saja bisa gelap mata. Anak selalu saja menjadi korban paling utama, jadi teringat kisah kedua orang tua di Banten yang tega membunuh anaknya lantaran susah diajari belajar online. Jangan sampai kejadian ini terulang kembali, jika anak tidak mau belajar bukan berarti ia anak yang nakal, jangan terburu-buru dimarahi dan disalahkan. Mungkin ia sedang bosan dengan metode pembelajaran, sebagai orang tua cobalah untuk mencairkan suasana. Berilah dukungan moril seperti bersedia meluangkan waktu sejenak untuk menemaninya belajar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI