Mohon tunggu...
Reni Judhanto
Reni Judhanto Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dan wanita bekerja yang ingin mencoba menulis, meskipun sederhana saja.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Beragam Pelajaran Berharga dari Sebuah Buku Istimewa

22 Oktober 2010   01:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:13 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku belajar untuk percaya bahwa keberhasilan memang berada pada ujung lain dari kegagalan. Hanya saja, untuk menemukan keberhasilan tak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan mungkin, sebelum keberhasilan kita temukan, kita akan berulang kali berjumpa dengan kegagalan demi kegagalan. Untuk menemukan keberhasilan, yang kita butuhkan adalah semangat juang dan pengorbanan. Seseorang telah membuktikan padaku bahwa keberhasilan berhasil diraihnya dengan penuh perjuangan dan pengorbanan, meskipun telah mengalami beberpa kali kegagalan.  Orang itu bernama Greg Mortenson. Greg adalah seorang warga negara Amerika yang telah berhasil mendirikan lebih dari 50 sekolah di daerah miskin yang berada di Pakistan dan Afganistan. Kisah perjuangannya mendirikan sekolah-sekolah itu tertuang dalam buku Three Cups of Tea.

Buku Three Cups of Tea memang sudah lama terbit, dan sudah lama juga aku membacanya. Namun, sampai kapanku aku akan tetap menjadikan buku itu sebagai salah satu buku yang paling aku suka dan telah mampu menginspirasiku. Banyak alasanku untuk menobatkan buku itu menjadi salah satu buku yang paling aku suka, antara lain karena beberapa hal di bawah ini. Buku ini mengajarkan padaku bahwa kegagalan memang berujung pada keberhasilan. Keberadaan Greg di sebuah Korphe, sebuah desa terpencil dan sangat miskin di Pakistan Utara terjadi karena kegagalannya dalam menaklukkan puncak kedua tertinggi di dunia, K2, di Pegunungan Karakoram tahun 1993 yang lalu. (Ternyata, di balik kegagalan itu  Allah telah merencanakan 'petualangan' yang jauh lebih mulia bagi Greg). Greg yang merasa berhutang budi atas kebaikan hati penduduk Korphe yang miskin dan buta huruf dalam melayani dan merawatnya yang kelelahan dan kelaparan, memberikan janji untuk membangun sebuah sekolah untuk anak-anak Korphe. (Padahal banyak orang justru tidak mau menunjukkan rasa terima kasih atas segala kebaikan yang mereka terima dari orang lain). Janji itu tak hanya manis di bibir saja, karena Greg berupaya dengan berbagai cara untuk mampu mewujudkan janjinya terhadap penduduk Desa Korphe itu. (Sementara banyak orang yang tak mau repot-repot menepati janji di saat mengetahui besarnya halangan yang dihadapi untuk mewujudkannya). Untuk mewujudkan janjinya itu, Greg yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit di Amerika itu melakukan banyak pengorbanan dan perjuangan seperti :

  • demi mengumpulkan uang untuk mewujudkan sekolah itu, dia membatasi dana yang digunakannya untuk makannya sehari-hari.
  • dia memutuskan untuk tidak menyewa apartemen dan memilih tidur di dalam mobilnya (satu-satunya harta berharga yang dimilikinya).
  • mengirimkan 580 surat yang berisi permohonan bantuan dana untuk merealisasikan sekolahnya itu tapi baru 6 bulan kemudian dia mendapatkan 1 jawaban yang memberinya bantuan sebesar 100 dolar dari total kebutuhan 12.000 dolar.
  • ketika akhirnya dana 12.000 dolar untuk membangun sekolah terkumpul, dia menjual peralatan mendaki sampai mobilnya, untuk biaya keberangkatannya ke Pakistan.
  • membangun sekolah di tempat terpencil dan miskin, apalagi di daerah konflik, bukan perkara mudah, sehingga Greg harus menempuh jalur hukum dalam menghadapi kelompok-kelompok yang ingin menghentikan upayanya membangun sekolah di Pakistan. Bahkan, Greg pernah diculik dan disekap selama 8 hari saat berada di daerah konflik di Afghanistan.

Banyak hal yang membuatku kagum pada perjuangan Greg dalam mewujudkan janjinya itu adalah :

  1. Greg yang non muslim (dan bukan orang yang mampu secara finansial) dengan sepenuh hati membantu mewujudkan pendidikan bagi orang-orang muslim yang miskin yang hidup di daerah terpencil
  2. Dia rela meninggalkan kehidupan yang lebih mapan dan menyenangkan di Amerika dan menjalani kehidupan yang sangat sulit di Pakistan dan Afganistan
  3. Dia memiliki cinta yang tanpa syarat terhadap anak-anak miskin yang tidak dia kenal sebelumnya dan berupaya memajukan mereka dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masa depan mereka
  4. Ketulusannya telah mampu menarik simpati banyak pihak, termasuk dari kelompok Islam radikal
  5. Greg telah mampu menggerakkan begitu banyak manusia (melewati batas agama, ras, suku dan bangsa) untuk membantunya mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak miskin di Pakistan dan Afganistan

Mengingat seluruh kisah dalam buku itu adalah kisah nyata, maka aku tak memerlukan lebih banyak alasan untuk mempercayai bahwa sebuah niat baik pasti akan menemukan jalannya, meskipun terjal dan berliku. Yang jelas, Greg telah membuktikannya. Sungguh, membaca buku Three Cups of Tea seakan memberi santapan bagi jiwa. Greg telah menunjukkan kasih sayang yang tulus tanpa banyak bicara, dia 'hanya' membuktikannya. Dan... aku memetik banyak pelajaran dari buku itu. Belajar untuk mampu mencintai tanpa syarat pada orang lain. Belajar untuk mampu ikhlas berbuat baik bagi orang lain. Belajar untuk melakukan hal baik tanpa terlalu banyak berhitung. Belajar untuk menjadi orang yang mampu memegang kepercayaan dan dan mampu menepati janji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun