Mohon tunggu...
AR Renhoran
AR Renhoran Mohon Tunggu... Guru - Kita Belajar Karena Kita Manusia

Penulis dan Akademisi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Kita Tidak Penting

29 Juni 2019   13:44 Diperbarui: 29 Juni 2019   13:56 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat para orang tua di pulau Jawa tengah sibuk -- sibuknya memilah dan memilih sekolah yang ideal untuk si buah hati di tengah sengitnya persaingan kualitas disana, orang tua kami di Kota Tual lebih nampaknya belum hampir se hedonis itu. Paradigma yang beredar seperti berbunyi "Sekolah yang mana saja asal penting anak bisa masuk", semakin mengamini kondisi real Sekolah yang stagnan mutunya.

Padahal jika mau di telaah, memilih Sekolah apalagi yang elementary atau tingkat dasar sangat berperan penting dalam membentuk karakter intelektual serta emosional anak. Selain itu uhukkk, isu gosip dan sinetronlah yang masih jadi primadona di sini sehingga mengakibatkan si pendidikan agak sungkan untuk mengklaim dirinya lebih 'sexy'.

Tapi memang mau bagaimana lagi. Selain pula karena adanya isu (maaf) nepotisme yang mencampuri hak -- hak anak dalam jenjang tingkatan, selain itu isu tentang mutu pendidikan di Sekolah juga seperti masih belum jadi topik 'sexy' bukan saja di kalangan Pemerintah tapi juga di kalangan pemuda dan masyarakat.

Menurut pakar Pendidikan Paul B Horton dan Chester L. Hunt dalam bukunya Sociology (1986), Lembaga Pendidikan berkaitan dengan fungsi nyata (manifest) berikut :

1.      Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah

2.      Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat

3.      Melestarikan kebudayaan

4.      Menanamkan keterampilan yakng perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.

Nah, ke empat point di atas tentu 99,99 % dijamin oleh Sekolah yang memiliki high quality mulai dari kurikulum, tenaga pengajar sampai fasilitas penunjangnya. Hal inilah yang harusnya menjadi indikator tiap orang tua yang ingin anaknya bisa menjadi cerdas seperti Nadiem Makarim (CEO GOJEK), sepiawai Tsamara Amany (Politisi Cantik) atau si jenius Dewi Lestari (Penulis Novel Filosofi Kopi ect.).

Bukannya pasrah pada keadaan dan membentuk pola pikir anak yang hanya ingin bercita -- cita menjadi Polwan, Dokter atau Pilot saja. Coba bayangkan, bertahun -- tahun anak kita terkurung mimpi yang statis cenderung itu -- itu saja. Mereka tidak berani bermimpi untuk menjadi orang lain yang lebih hebat dikarenakan kitalah sang pembunuh mimpi itu.

Term Condition tersebut semakin memacu anak untuk tidak percaya diri dengan bakatnya. Dan seorang Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono pun menyentil hal itu dengan berkata bahwa "Jahatnya pendidikan di Indonesia adalah ketika setiap anak tidak yakin bahwa di berbeda dengan orang lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun