Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imamat dalam Perutusan Gereja (PO, No 1-3)

24 September 2021   11:35 Diperbarui: 24 September 2021   11:37 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Imamat dalam Perutusan Gereja (Dok.Pri)

IMAMAT DALAM PERUTUSAN GEREJA 

Menurut PRESBYTERORUM ORDINIS (PO), no. 1-3

"Dektrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam"

1. Pengantar

          Secara umum jati diri seorang imam berasal dari imamat Kristus sendiri dan mengambil bagian dalam imamat-Nya. Imam dipanggil dan diutus untuk menjadi sarana bagi Allah dalam mewartakan Injil di tengah-tengah dunia yang seringkali mengalami perubahan begitu mendalam. Ia merupakan representasi Kristus di tengah-tengah dunia. Melalui sakramen tahbisan, ia dipercayakan Allah untuk menjadi pewarta sabda, pelayan sakramen dan menjadi gembala di tengah umat. Hal yang mesti dilakukan imam ialah bagaimana ia mampu untuk ada bersama Kristus dan bekerja seperti Kristus di tengah dunia. Oleh karena itu, ia dituntut untuk senantiasa menghadirkan Kristus dalam hidup, karya dan reksa pastoral secara lebih efektif. [1]

          Imamat bagaikan mutiara yang disimpan di dalam bejana tanah liat. Bejana ini, yakni pribadi imam yang sangat sarat dengan kerapuhan memiliki di dalam dirinya imamat Yesus Kristus yang suci dan agung. Oleh karena itu, dalam perjalanan karya pastoral dan dalam perjalanan zaman, imam harus mempertahankan imamat yang suci itu dalam dirinya yang rapuh. Bahkan lebih dari itu, imamat itu bukan saja dipertahankan akan tetapi harus dibela oleh imam itu sendiri. [2] 

2. Imamat: Yesus Kristus, umum dan Pelayanan

2.1 Imamat Yesus Kristus [3]

          Dalam surat kepada Orang Ibrani, Kristus disebut sebagai imam agung, karena memiliki sifat imami sebagaimana dituntut. Pertama, Ia adalah sungguh-sungguh manusia dan menjadi benar-benar saudara di antara saudara-saudara-Nya. "Ia harus menjadi sama dengan saudara-saudara-Nya dalam segala hal, supaya ia menjadi imam agung yang berbelas kasihan" (Ibr 5:1-2). Seluruh perjuangan-Nya menghadap umat, menunjukkan kelemahan-Nya sebagai manusia. "Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut; dan karena kesalehan-Nya, Ia telah didengarkan" (Ibr 5:7).

          Kedua, Ia menjadi pengantara umat. Ia mewakili umat manusia dan atas nama mereka, Ia menghadap Allah bagi mereka. Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang patuh kepada-Nya. Tuntutan imamiah ini berakar dalam inti kodrat-Nya, sehingga Ia dapat menjadi pengantara yang sempurna. Dari satu pihak, Kristus adalah manusia seperti kita, dan di lain pihak, Ia adalah Putera Allah. Ketiga, Ia mempersembahkan korban. Korban yang dimaksudkan adalah diri-Nya. Berkaitan dengan itu, Kristus hanya satu kali mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus dengan membawa korban darah-Nya sendiri. Dan, kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. Oleh satu korban saja, Ia telah menyempurnakan untuk selamanya mereka yang Ia kuduskan.

          Singkatnya, Kristus adalah imam agung, karena seluruh hidup-Nya dipandang sebagai satu persembahan yang hidup dan berkenan kepada Allah demi dosa-dosa manusia. Yesus mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah mulai dari saat penjelmaan-Nya sebagai manusia. Dengan demikian, pada saat penjelmaan-Nya, Yesus sendiri dilukiskan sebagai imam dan korban. Inti dan puncak imamat-Nya adalah saat kematian dan pemuliaan-Nya: waktu Yesus mempersembahkan diri-Nya sendiri di salib sebagai persembahan yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia (Ibr. 9:14), dan masuk ke dalam tempat yang kudus dengan membawa darah-Nya sendiri (Ibr 9:12).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun