Mohon tunggu...
Pena ReSuPaG
Pena ReSuPaG Mohon Tunggu... Guru - "Jangan pernah ragu meniru penulis lain. Setiap seniman yang tengah mengasah keterampilannya membutuhkan model. Pada akhirnya, Anda akan menemukan gaya sendiri dan menanggalkan kulit penulis yang Anda tiru" (William Zinsser)

Penikmat Kertas-Pena dan Kopi-....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Halangan Nikah: "Impotensi" (KHK 1983, Kan. 1084)

15 Februari 2022   11:31 Diperbarui: 15 Februari 2022   11:34 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pemberkatan Perkawinan

                     Halangan impotensi memiliki hubungan erat dengan halangan umur. Pencapaian umur pubertas atau kematangan biologis biasanya membawa-serta kemampuan untuk melakukan hubungan seksual khas antara suami dan istri yang mengungkapkan dan mewujudkan tujuan khas perkawinan itu, yakni kesejahteraan dan kebahagiaan suami-istri. Akan tetapi, pada orang-orang tertentu, kemampuan untuk melakukan hubungan suami-istri secara natural itu bisa jadi tidak ada, sekalipun mereka telah mencapai umur pubertas.

         Ketidakmampuan dalam melakukan hubungan seksual antara suami dan istri pada umumnya disebut dengan impotensi. Dalam Hukum Gereja Katolik, impotensi dikaitkan langsung dengan konsumasi dan non-konsumasi perkawinan. Sebab itu, penafsiran kanonik yang tepat mengenai norma halangan impotensi menentukan aplikasi yang tepat dalam memutus ikatan perkawinan atas dasar perkawinan yang non-konsumasi (Kan. 1142; 1697-1706). Halangan impotensi ini ditetapkan bertujuan untuk supaya pasangan antara suami dan istri dapat saling mengonsumasi perkawinannya yang telah mereka teguhkan.

         Mendefinisikan im-potensi sama halnya dengan mendenisikan relasi seksual yang sempurna yang mengonsumasi perkawinan tersebut. Impotensi didenisikan dari apa yang harus ada, supaya terjadi relasi seksual khas antara suami dan istri. Maka, yang dimaksud dengan impotensi adalah ketidakmampuan untuk melakukan relasi khas antara suami dan istri, yang menurut hakikat dan tujuannya mengonsumasi perkawinan itu sendiri. Konsumasi terjadi bukan sekadar melalui perjumpaan organ-organ seksual suami dan istri, tetapi perjumpaan antara organ seksual yang mencukupi dan layak untuk kelahiran anak, sekurang-kurangnya secara potensial.

         Mendenisikan struktur natural mengkualikasikan hubungan seksual sebagai hubungan khas antara suami dan istri yang mengonsumasi perkawinan, merupakan persoalan yang menyangkut hukum ilahi kodrati. Oleh karena itu, permasalahan ini merupakan wewenang eksklusif otoritas tertinggi Gereja, yang berwenang untuk menyatakan secara autentik bahwa kapan hukum ilahi melarang atau menggagalkan perkawinan itu sendiri (bdk. Kan. 1075, 1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun