Mohon tunggu...
Rengga Yudha Santoso
Rengga Yudha Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Writer from STKIP PGRI NGANJUK

Yang biasa bilang Salam LITERASI seharusnya perlu introspeksi sejauh mana berliterasi, apa jangan-jangan hanya sekedar ucapan tanpa aktualisasi agar mendapat apreasiasi? - Rengga Yudha Santoso (a.k.a halalkiri)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Sistem Hukum Indonesia, Perpaduan Tradisi dan Modernitas PART 2

23 September 2024   11:55 Diperbarui: 24 September 2024   07:26 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain gambar dari penulis

Pluralisme Hukum di Indonesia

Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman budaya dan sejarah yang kaya, menerapkan sistem pluralisme hukum yang unik. Menurut Irianto (2012), pluralisme hukum di Indonesia mencakup interaksi antara hukum negara, hukum adat, dan hukum agama. Fenomena ini mencerminkan kompleksitas sosial-budaya masyarakat Indonesia dan tantangan dalam mengharmonisasikan berbagai sistem hukum yang ada.

Benda-Beckmann (2002) menjelaskan bahwa pluralisme hukum di Indonesia tidak hanya sekadar koeksistensi sistem hukum yang berbeda, tetapi juga melibatkan interaksi dinamis dan saling mempengaruhi antar sistem. Contohnya, dalam hal perkawinan dan waris, di mana hukum negara, hukum adat, dan hukum agama sering berinteraksi dan terkadang bertentangan.

Tantangan dalam Penegakan Hukum

Meskipun Indonesia memiliki sistem dan struktur hukum yang komprehensif, penegakan hukum masih menghadapi berbagai tantangan. Wijayanto dan Zachrie (2009) mengidentifikasi beberapa masalah utama dalam penegakan hukum di Indonesia, termasuk:

  1. Korupsi dalam sistem peradilan
  2. Kurangnya independensi lembaga penegak hukum
  3. Ketidakmerataan akses terhadap keadilan
  4. Overlapping kewenangan antar lembaga penegak hukum

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, Butt (2015) menekankan pentingnya reformasi kelembagaan dan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum. Ia berpendapat bahwa perbaikan sistem rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan terhadap aparat penegak hukum merupakan langkah krusial dalam memperkuat integritas sistem hukum Indonesia.

Perkembangan Terkini dalam Sistem Hukum Indonesia

Sistem hukum Indonesia terus berkembang untuk merespons dinamika sosial dan politik. Beberapa perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir meliputi:

  1. Penguatan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Hadjon (2015) menjelaskan bahwa penguatan PTUN melalui perluasan kewenangan dan perbaikan prosedur telah meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan administratif.
  2. Pengembangan Sistem Peradilan Elektronik (e-Court) Menurut Susskind (2019), implementasi e-Court di Indonesia merupakan langkah penting menuju modernisasi peradilan dan peningkatan efisiensi sistem hukum.
  3. Penerapan Pendekatan Restorative Justice Braithwaite (2002) menyoroti pentingnya pendekatan restorative justice, terutama dalam penanganan kasus-kasus pidana ringan dan kejahatan anak. Indonesia telah mulai mengadopsi pendekatan ini dalam sistem peradilannya.

Penutup

Sistem dan struktur hukum Indonesia terus mengalami evolusi untuk menghadapi tantangan kontemporer. Sebagaimana ditekankan oleh Bedner (2016), keberhasilan sistem hukum Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk menyeimbangkan antara kepastian hukum, keadilan substantif, dan responsivitas terhadap perubahan sosial.

Dalam menghadapi era globalisasi dan revolusi digital, sistem hukum Indonesia perlu terus beradaptasi. Namun, sebagaimana diingatkan oleh Tamanaha (2004), penting untuk tetap mempertahankan nilai-nilai fundamental dan karakteristik unik sistem hukum nasional di tengah tekanan globalisasi.

Akhirnya, sebagaimana diungkapkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie (2009), "Hukum harus dipandang sebagai sistem yang terus bergerak, hidup, dan berkembang seiring dengan dinamika masyarakat." Pernyataan ini menegaskan bahwa pengembangan sistem dan struktur hukum di Indonesia harus terus dilakukan dengan memperhatikan konteks sosial-budaya dan aspirasi masyarakat Indonesia.

Referensi Tambahan

  • Asshiddiqie, J. (2009). Menuju negara hukum yang demokratis. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
  • Bedner, A. (2016). Indonesian legal scholarship and jurisprudence as an obstacle for transplanting legal institutions. Hague Journal on the Rule of Law, 8(2), 235-262.
  • Benda-Beckmann, F. von. (2002). Who's afraid of legal pluralism? The Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law, 34(47), 37-82.
  • Braithwaite, J. (2002). Restorative justice & responsive regulation. Oxford University Press.
  • Butt, S. (2015). The constitutional court and democracy in Indonesia. Brill Nijhoff.
  • Hadjon, P. M. (2015). Peradilan tata usaha negara dalam konteks UUD 1945. Jurnal Hukum & Pembangunan, 45(1), 47-63.
  • Irianto, S. (2012). Pluralisme hukum dalam perspektif global. Jurnal Hukum & Pembangunan, 42(1), 1-15.
  • Susskind, R. (2019). Online courts and the future of justice. Oxford University Press.
  • Tamanaha, B. Z. (2004). On the rule of law: History, politics, theory. Cambridge University Press.
  • Wijayanto, & Zachrie, R. (Eds.). (2009). Korupsi mengorupsi Indonesia: Sebab, akibat, dan prospek pemberantasan. Gramedia Pustaka Utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun