Jawa tengah merupakaan provinsi kelahiran Penulis, namun bukan hal yang nisbi jika adanya anomali hingga paradoks dalam sistem elektoral yang sangat perlu untuk digali dan dikaji secara komprehensif dan meskipun perlu secara radikal, agar para pembaca khususnya masyarakat tidak terjebak dalam pola pikir klaim kebenaran sepihak hingga menimbulkan konflik horizontal atau lebih tepatnya tujuan penulis menguraikan fenomena ini dan memberi edukasi bahwa konflik horizontal itu pasti terjadi. Mengapa demikian? Karena meskipun secara vertikal mereka yang kalah dalam kontestasi dapat dipastikan akan terjadi transaksi politik.
Kita sebagai masyarakat sipil hanya bisa menerka-nerka setelahnya. Maka dari itu sikap skeptism hingga kritisisme itu diperlukan untuk mengkaji anomali ini.
Dimulai dengan hasil survei Indikator terkait dinamika Pilgub Jateng 2024 telah memunculkan diskusi menarik di kalangan pengamat politik dan masyarakat umum. Dengan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, berada di posisi teratas dengan perolehan 17,7 persen, diikuti oleh Kapolda Jateng, Irjen Achmad Luthfi dengan 15,6 persen, kita dihadapkan pada pertanyaan yang lebih mendalam: apa sebenarnya yang memengaruhi preferensi pemilih Jawa Tengah?
Mentifact: Memahami Pola Pikir Pemilih
Konsep mentifact, yang merujuk pada aspek-aspek non-material dari budaya seperti kepercayaan, nilai, dan pola pikir, memainkan peran penting dalam membentuk preferensi pemilih. Di Jawa Tengah, daerah yang kental dengan nilai-nilai tradisional Jawa, mentifact ini tercermin dalam bagaimana masyarakat memandang kepemimpinan.
Popularitas Kaesang Pangarep mungkin tidak hanya tentang nama besar keluarganya, tetapi juga tentang bagaimana ia dipersepsikan mewakili nilai-nilai yang dihargai masyarakat Jawa Tengah. Konsep "mikul dhuwur mendhem jero" (menjunjung tinggi nama baik dan menutupi aib) mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat pemilih cenderung mendukung keluarga pemimpin yang sudah dikenal.
Primordialisme: Faktor Laten yang Tak Bisa Diabaikan
Primordialisme, kecenderungan untuk melekat pada kelompok etnis, agama, atau regional sendiri, juga memainkan peran signifikan dalam politik Indonesia, termasuk di Jawa Tengah. Meskipun modernisasi telah mengubah banyak aspek kehidupan, ikatan primordial masih memiliki pengaruh kuat dalam keputusan politik.
Dukungan terhadap Kaesang atau Achmad Luthfi mungkin juga didasarkan pada sentimen kedaerahan atau kesamaan latar belakang. Ini menunjukkan bahwa meskipun pemilih Jawa Tengah mungkin terlihat progresif dalam beberapa hal, faktor-faktor tradisional masih memiliki bobot yang signifikan.