Saat ini Indonesia kembali dihadapkan pada sebuah fenomena yang menguji esensi demokrasi itu sendiri. Petisi daring yang mendesak pengunduran diri Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, telah mencapai lebih dari 25.000 tanda tangan. Fenomena ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari kompleksitas hubungan antara teknologi, demokrasi, dan tata kelola pemerintahan di era digital.
Fenomena petisi daring ini dapat diuraikan lebih lanjut melalui beberapa aspek dari undang-undang dan beberapa riset yang relevan, sebagai berikut:
1. Aspek Digitalisasi dan Demokrasi
Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2016 menekankan pentingnya empat pilar dalam Tata Kelola Digital di Indonesia: etika digital, keterampilan, budaya, dan keamanan digital. Namun, penelitian menunjukkan bahwa e-governance di Indonesia membutuhkan lebih banyak upaya untuk meningkatkan infrastruktur dan literasi digital untuk pelaksanaan tata kelola digital yang lebih baik (Budiati & Jumiati, 2022).
2. Aspek Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Pemerintahan
Penelitian oleh Tawakkal (2020) menunjukkan bahwa meskipun teknologi digital telah diadopsi untuk meningkatkan partisipasi publik dalam manajemen pemerintahan, tingkat demokrasi di Indonesia masih rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh rendahnya akses terhadap teknologi digital dan kesalahan dalam memahami konteks demokrasi Indonesia dengan menggunakan variabel dan konsep dari negara lain (Tawakkal, 2020).
3. Aspek Reformasi Administrasi Publik
Kusumasari (2018) meneliti bagaimana praktik demokrasi digital di Indonesia mendukung reformasi administrasi publik dengan meningkatkan pertukaran informasi politik antara pemerintah dan masyarakat. Praktik ini telah mencapai pencapaian signifikan dalam membangun budaya inovasi digital di sektor layanan publik (Kusumasari, 2018).
4. Aspek Demokrasi Digital di Pedesaan
Penelitian Nuswantoro et al. (2017) menyoroti bagaimana warga di desa-desa di Indonesia menggunakan teknologi digital untuk melaporkan isu lokal dan memperjuangkan hak mereka. "Speaker Kampung" adalah media komunitas online yang memungkinkan warga desa di Lombok Timur mengekspresikan aspirasi mereka (Nuswantoro et al., 2017).