Musyarakah Perspektif FiqihÂ
Musyarakah adalah salah satu jenis penerapan prinsip bagi hasil (PLS) yang digunakan dalam sistem perbankan syariah. Dalam fiqih konsep musyarakah digunakan dalam pengertian yang lebih luas dari pada yang digunakan dalam perbankan syariah. Modal Musyarakah harus ditentukan dengan jelas dalam kontrak dan dinyatakan dalam satuan moneter. Setiap pelanggan menyumbangkan persentase modal tertentu, dan jumlah  modal yang diberikan oleh setiap pelanggan harus sama. Quduri, salah satu ulama  Hanafi mengatakan, meskipun besaran investasi setiap nasabah berbeda-beda, musyarakah tetap sah. Manajemen musyarakah dalam literatur Fiqih memberikan kebebasan kepada klien untuk mengelola kerjasama berdasarkan akad musyarakah. Setiap pelanggan dapat menjalankan bisnis dengan cara yang berbeda-beda untuk menghasilkan keuntungan sesuai kontrak yang  disepakati. Jangan menjalankan bisnis yang menyimpang dari tujuan kontrak yang disepakati.Â
        Kontrak dapat dibuat untuk tujuan bisnis tergantung pada jenis produk, dan keuntungan bisnis dapat dibagi setengah-setengah antar pelanggan. Jika terjadi kerugian di tanggung oleh setiap nasabah.  Akad musyarakah juga bersifat jangka panjang dan berlaku tanpa batas waktu. Akad Musyarakah dapat diakhiri oleh Nasabah sewaktu-waktu dengan pemberitahuan kepada Nasabah lainnya. Keempat mazhab Sunni tersebut menekankan bahwa akad musyarakah didasarkan pada unsur kepercayaan pada setiap nasabah. Tidak semua pelanggan dapat mengklaim garansi dari pelanggan lain. Menurut Sarakhsi, semua pelanggan memercayai diri mereka lebih dari apa yang ingin mereka percayai. Jika dalam suatu kontrak terdapat syarat yang memerlukan jaminan, maka kontrak itu batal.
        Pembagian keuntungannya dilakukan berdasarkan perbandingan persentase tertentu, bukan ditentukan dalam jumlah yang pasti. Apabila terjadi kerugian, keempat mazhab Sunni berpendapat bahwa akad Musyarakah  tidak memberikan keleluasaan membagi kerugian dengan membandingkan besaran iuran yang tercantum dalam akad. Pembagian kerugian harus dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan proporsi kontribusi  yang tertuang dalam kontrak. Menurut Jaziri, suatu kontrak akan dinyatakan batal demi hukum jika salah satu nasabah mengharuskan pihak lain  menanggung kerugian melebihi jumlah taruhan yang termasuk dalam kontrak. Prinsip ini berdasarkan pernyataan Khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib. Beliau mengatakan pada tahun bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian dan kerugian akan dibagikan berdasarkan kontribusi modal yang disertakan.
Musyarakah Perspektif Perbankan SyariahÂ
        Musyarakah dalam perbankan syariah merupakan suatu mekanisme (akumulasi tenaga kerja dan modal) yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas dalam produksi barang dan jasa yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Akad musyarakah dapat digunakan di berbagai bidang bisnis untuk menunjukkan perolehan keuntungan. Meskipun beberapa konsep perbankan Islam menggunakan definisi Musyarakah sebagai melakukan investasi pada perusahaan tertentu, konsep ini digunakan dalam arti yang lebih luas dalam perbankan Islam. Oleh karena itu, Musyarakah dapat digunakan untuk tujuan investasi  jangka  pendek dan jangka panjang. Pembiayaan musyarakah yang digunakan oleh bank syariah meliputi Musyarakah dalam perdagangan, penyertaan sementara, dan penyertaan tetap. Akad Musyarakah dalam perdagangan merupakan salah satu bentuk Musyarakah yang banyak digunakan dalam  perbankan Islam. Namun permasalahannya adalah ada dua bentuk partisipasi lainnya: partisipasi sementara dan partisipasi permanen.
Biasanya, bank syariah menyediakan sebagian modal untuk perusahaan musyarakah, dan nasabahnya menyediakan sisanya. Tidak ada ketentuan khusus mengenai perbandingan saham (distribusi keuntungan dan kerugian) dalam kinerja. Menurut Tadamon Islamic Bank, , tingkat perbandingan bagian bank dengan nasabah ditentukan menurut kesepakatan dan melalui pertimbangan besarnya pembiayaan modal yang diberikan oleh nasabah dalam usaha musyarakah. Padahal pihak bank lebih mampu untuk mendanai usaha dengan presentase modal yang lebih tinggi, tidak berbeda jauh dengan nasabah yang lebih sedikit dalam mendanai modal usaha. Meskipun demikian, penentuan presentase berdasarkan pada keadaan (besarnya modal yang disertakan) yang sebenarnya. Dalam beberapa kejadian, bagian modal bank yang disertakan dalam kontrak dapat mencapai 90% dari total modal keseluruhan.
Musyarakah terdapat ijab qabul, adanya subyek perikatan yaitu pihak bank dengan nasabah, serta adanya objek perikatan yaitu adanya modal yang dicampurkan antara modal nasabah ditambah dengan modal dari bank untuk melakukan usaha, yang dicatat dalam kontrak untuk menghindari sengketa. Apabila dalam pelaksanaan musyarakah terjadi penipuan atau ada unsur gharar maka musyarakah yang dilakukan hukumnya batal. Kontrak musyarakah dijalankan berdasarkan pada syarat dan ketentuan yang jelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H