Mohon tunggu...
Reney Mosal
Reney Mosal Mohon Tunggu... Jurnalis - Investor dan penulis

Pengamat pasar keuangan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

4 Pertanyaan untuk Hakim Kasus AG, dari Masyarakat Awam

11 April 2023   13:16 Diperbarui: 11 April 2023   13:27 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sebagai orang awam dan bukan praktisi hukum cukup terkejut dengan vonis hakim terhadap kasus AG. Seperti diberitakan, AG, seorang anak berusia 15 tahun divonis 3,5 tahun atas keterlibatannya pada penganiayaan David. Saat ini saya berusia 37 tahun dan punya seorang anak. 

Setiap kali saya mengikuti berita, jujur, saya takut kalau anak saya punya teman atau bahkan punya pacar seperti AG. Kasus ini penting buat saya karena menjadi preseden untuk kasus penganiayaan anak kedepannya di Indonesia. Inilah mengapa ketika kemarin vonis AG diberitakan banyak media, saya segera menulis artikel ini untuk meresponnya.


Kemuliaan Profesi Hakim
Buat saya, seorang hakim adalah profesi mulia karena profesi ini adalah filternya masyarakat. Hakimlah yang menyaring hal-hal jahat dari masyarakat agar sebisa mungkin masyarakat tidak dipenuhi kecurangan, penindasan, penipuan, dan hal-hal jahat lainnya. 

Suka atau tidak, beberapa orang punya kecenderungan melakukan kejahatan. Hakim membantu memfilter hal-hal tersebut dari masyarakat dengan cara mengirim orang-orang yang terbukti bersalah ke tempat-tempat korektif.

Dengan cara ini, melalui vonis-nya, hakim dapat membantu mengerem atau mengurangi potensi kekacauan atau kerusakan di masyarakat di masa depan. Dengan mengirim seorang koruptor yang korupsi Rp1 miliar dan merugikan 100 orang ke penjara, ia mencegah koruptor tersebut di masa depan melakukan korupsi Rp100 miliar dan merugikan 10.000 orang.

Sama halnya dengan pawang buaya, misalnya. Dengan menangkap dan mengekang seekor buaya muda yang telah terbukti memakan satu tangan manusia, ia mencegah buaya tersebut untuk di masa depan berubah menjadi buaya dewasa yang memakan satu orang hidup-hidup.

Dengan pemahaman ini, saya ingin mendiskusikan vonis hakim pada perkara AG. Dan saat ini, dengan penuh kerendahan hati, saya ingin mengajukan 4 pertanyaan ini. Keempat pertanyaan ini adalah hal-hal yang tidak selesai saya jawab sendiri, sehingga saya beranikan diri menulisnya di sini.

1. Bagaimana hakim menjamin AG jera sehingga tidak mengulangi perbuatannya di masa depan dan memunculkan Mario & David baru?
Saat ini, AG menikmati banyak "pengecualian" karena ia terhitung sebagai anak-anak, termasuk vonisnya yang diringankan hingga 3,5 tahun dan lebih rendah dari tuntutan Jaksa. Lalu, apa jaminan AG jera di masa depan? Apakah vonis sudah dilandasi niat membuat AG jera? Ataukah vonis hanya bermodalkan baik sangka terhadap AG, dan menjamin bahwa AG sudah pasti akan jera? Saya pribadi melihat pledoi AG pun tidak meyakinkan dan tidak mencerminkan AG menyesal. Sebagai masyarakat awam, saya merasa hukuman maksimal adalah bentuk tindakan korektif yang menjamin seorang pelaku kejahatan menjadi jera. Namun hakim pasti punya pandangan lain dan saya ingin mendengar lebih banyak.

2. Apakah hakim siap mempertanggungjawabkan vonis ini dengan hati nuraninya sendiri apabila dikemudian hari AG terbukti belum jera dan melakukan tindakan keliru lainnya yang kembali merugikan orang lain?

Ini sekedar bertanya.

3. Apa hubungannya kondisi orang tua AG terhadap vonis AG? Apakah dengan vonis lebih rendah bisa memperbaiki kesehatan orang tua AG? Apakah AG terbukti mampu bertanggungjawab dan mampu berkontribusi positif pada kesehatan orangtuanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun