Mohon tunggu...
Rendy Putra Pratama
Rendy Putra Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Haii perkenalkan nama saya Rendy Putra Pratama, saya penggiat media sosial, hampir segala hal yang terjadi di dunia berita saya ketahui asal usulnya. Senang banget kalau belajar sejarah, dan politik pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Proyeksi Hubungan Internasional China-Amerika Serikat Pasca Kemenangan Trump Sebagai Presiden AS Periode 2024-2028

16 November 2024   16:21 Diperbarui: 16 November 2024   16:29 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Reuters) Dikutip dari CNN

Pemilu Amerika Serikat yang dilaksanakan pada 5 November 2024 telah menghasilkan pemenang yang menjadi pemimpin tertinggi negara tersebut. Donald Trump yang merupakan calon presiden dari partai Republik yang sebelumnya telah menjabat sebagai presiden pada 2017-2021 telah memenangkan pemilu AS 2024, Donald Trump telah meraih 312 dari 270 jumlah Electoral College untuk memenangkan pemilu AS 2024 (BBC, 2024). Keberhasilan Donald Trump dalam meraih kursi kepresidenan juga dirasakan oleh Partai Republik, partai tersebut memenangkan kembali mayoritas di Senat dengan setidaknya 51 dari 100 kursi (VOA, 2024). Trump mencetak rekor sebagai mantan presiden AS yang kembali menjabat setelah kalah pada pemilihan periode kedua, sejak 132 tahun yaitu Grover Cleveland presiden AS ke-22 dan ke-24. Trump resmi dilantik pada 20 Januari 2025 sebagai presiden Amerika Serikat ke-47, yang sebelumnya Trump merupakan presiden AS ke-45. 

Kemenangan Trump untuk kedua kalinya sebagai presiden Amerika Serikat telah membawa kondisi yang tidak stabil bagi seluruh hubungan internasional antar negara-negara di dunia. Khususnya hubungan dengan negara China yang saat ini dipimpin oleh Presiden Xi Jinping, yang terpilih kembali pada 2023 untuk periode ketiga yaitu 2023-2028. Kemenangan Trump membawa pengaruh yang signifikan bagi hubungan luar negeri kedua negara, Trump telah membawa hubungan AS-China pada titik terendah. Di bawah pemerintahan Joe Biden, upaya perbaikan hubungan tidak pernah terjadi dan semakin mencakup pada berbagai produk. Pada tanggal 27 September, tarif naik menjadi 100% untuk kendaraan listrik Tiongkok, 50% untuk sel surya, dan 25% untuk suku cadang baterai kendaraan listrik, mineral penting, besi dan baja, aluminium, masker, dan derek kontainer darat. Kenaikan tarif untuk chip semikonduktor dan produk lainnya akan diberlakukan secara bertahap selama dua tahun ke depan. Kenaikan untuk tahun 2025 dan 2026 akan berlaku untuk produk terkait pada atau setelah tanggal 1 Januari (China Briefing, 2024). Pada masa pemerintahan Joe Biden, pengenaan tarif impor barang yang dilakukan pemerintahan Trump dilakukan dengan sangat masif diantaranya pada produk medis (masa Covid-19), telekomunikasi, hingga yang terbaru adalah manufaktur serta produk terbarukan. Namun, demikian pada KTT G-20 AS-China telah bersepakat untuk mencegah persaingan menjadi konflik dan menemukan cara untuk bekerja sama dalam menangani masalah global yang mendesak yang membutuhkan kerjasama timbal balik. Mengenai perdagangan dan pembangunan ekonomi, pihak Tiongkok mengkritik kebijakan perdagangan AS dan memperingatkan terhadap decoupling, dengan pernyataan MOFA yang menyatakan bahwa "Memulai perang dagang atau perang teknologi, membangun tembok dan penghalang, dan mendorong decoupling dan memutus rantai pasokan bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi pasar dan merusak aturan perdagangan internasional (China Briefing, 2024).

 Kondisi hubungan internasional antara Amerika Serikat dan China terus mengalami naik turun hubungan, hubungan luar negeri AS-China di bawah pemerintahan Joe Biden sama buruknya di bawah Trump. Dikutip dari Deutch Welle, edisi 8 November 2024 dituliskan bahwa persaingan China yang sudah tegang dengan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Joe Biden, akan semakin meningkat dengan kembalinya Donald Trump sebagai Presiden ke-47 AS. Presiden China Xi Jinping menyerukan dialog yang lebih kuat antara kedua negara untuk mengelola perbedaan-perbedaan dengan baik dan komunitas internasional juga mengharapkan bahwa kedua negara untuk "saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai". Ketegangan ini bukan tanpa alasan, sebab presiden Trump akan melakukan pengetatan serta kebijakan proteksionisme untuk mempertahankan hegemoninya secara global, meskipun Trump mungkin tidak akan mengintervensi melalui arah konflik militer, namun permusuhan melalui jalur ekonomi menjadi kebijakan luar negeri yang akan dikeluarkan AS terhadap China. Beijing menghadapi tantangan yang siginifikan dengan tarif 60% untuk semua ekspor barang China ke Amerika Serikat. Perekonomian China akan semakin rapuh, sebab permasalahan Perang Dagang jilid 2 serta meningkatnya pengangguran kaum muda, penurunan jumlah penduduk usia produktif, pasar perumahan mewah yang tidak berkembang, serta masalah utang pemerintah. Pendekatan Joe Biden yang cenderung keras tidak mempengaruhi perekonomian Amerika secara signifikan, namun dengan kembalinya Trump maka perekonomian China akan semakin terhantam dengan serangkaian tarif impor serta ekspor yang besar dari Amerika Serikat. 

Proyeksi hubungan internasional antara Amerika Serikat dengan China pada kepemimpinan Trump periode kedua kemungkinan menghadapi rintangan kebijakan AS yang relatif "tidak bersahabat" di bawah pemerintahan Trump dan China akan lebih "Berjaga-jaga" (Li, Y.C. 2024). Kebijakan lama Trump seperti halnya "America First" serta "Make America Great Again" akan diterapkan lagi di periode selanjutnya yaitu 2024-2028, kebijakan ini akan mengguncang pasar internasional serta berpotensi mengubah tatanan ekonomi dunia yang telah terbentuk selama puluhan tahun. Dikutip dari artikel Kompas.com edisi 08/22/2024, dituliskan bahwa Trump memiliki padangan proteksionis yang kuat, Trump menempatkan Amerika di atas segalanya. Hal ini memberikan prinsip yang menarik bagi sebagian besar pemilih Amerika Serikat, namun kebijakan ini membuat potensi ketidakpastian yang dapat mengancam stabilitas global. Tariff perdagangan yang dinaikkan serta kemitraan ekonomi yang dipertanyakan oleh banyak negara membuat efek domino dari kebijakan Trump terasa hingga ke rantai pasokan global dan harga barang kebutuhan. Bank Dunia dan IMF memperingatkan bahwa pendekatan semacam ini, jika terus berlanjut, dapat memicu perlambatan ekonomi global, peningkatan inflasi, bahkan de-globalisasi (Shami, M. A. 2024). Slogan America First mencerminkan pendekatan proteksionisme yang menekanan kepentingan domestic Amerika Serikat di atas segalanya, termasuk dalam konteks hubungan ekonomi dan perdagangan global. Trump menganggap globalisasi dan perdagangan bebas telah merugikan Amerika, mengorbankan pekerjaan di sektor manufaktur dan meningkatakn deficit perdagangan, terutama dengan negara-negara seperti China dan Meksiko.

 Perang Dagang China-AS jilid pertama yaitu 2018-2022 telah menimbulkan dampak buruk bagi kedua negara serta sekutu dalam bidang ekonomi mereka. Perang Dagang ini didasari atas kebangkitan ekonomi yang terjadi di negara China, kebangkitan ekonomi China di dukung oleh implementasi mega project Belt and Road Initiative (BRI) dimana China menginisiasi pembangunan infrastruktur global yang telah mengcover hampir 65 negara dan 30% dari PDB global (Zai, 2018 ; Wambrauw, M., & Menufandu, D. N. 2022). Dalam merespon BRI dan kebangkitan China, Presiden Trump mengeluarkan kebijakan tandingan yang disebut 'free and open Indo-Pacific (FOIP)' yang menyatakan secara tegas keterlibatan AS di kawasan Indo Pasifik dalam konteks ekonomi. Presiden Trump juga mengedepankan pendekatan proteksionisme dagang (Make America Great Again & America First) yang merupakan kebijakan ekonomi dalam mengetatkan perdagangan antar negara, seperti mengenakan tarif barang impor dari China oleh AS, membatasi kuota barang yang masuk dari China, tetapi juga berbagai peraturan pemerintah yang dirancang untuk menciptakan persaingan adil antar barang dan jasa dalam negeri AS dan China (Wambrauw, M., & Menufandu, D. N. (2022). Upaya Perang Dagang tersebut semakin tegang sebab negara China mengeluarkan kebijakan "Made In China 2025" kebijakan ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan China pada 2015 untuk menyambut revolusi industri 4.0, kebijakan ini merupakan rencana strategis China untuk mengembangkan industry manufaktur dan menjadi pemain global dalam bidang teknologi. MIC 2025 akan memajukan Tiongkok dalam mengintegrasikan pertahanan dan ekonomi untuk memperkuat inovasi negara agar teknologi penggunaan ganda di industry strategis utama termasuk penerbangan, robotika, dan semikonduktor. Ambisi Tiongkok untuk mengendalikan seluruh rantai pasokan, beberapa di antaranya memiliki potensi penerapan pada manufaktur militer, menimbulkan risiko bahwa seluruh industri dapat berada di bawah kendali Tiongkok (Glaser, B. S. 2022). 

 Perang Dagang China-AS jilid kedua mungkin saja terjadi selama periode 2024 hingga 2028, terlebih dua pemimpin negara yang bersiteru tersebut menjabat hingga tahun yang sama yaitu 2028. Perbedaan hubungan bilateral China dan AS menjadi suatu ancaman tersendiri bagi keberlangsungan hubungan kedua negara di masa depan, pasalnya ancaman Perang Dagang jilid 2 melalui kenaikan kembali tarif AS terhadap barang China, semakin membayangi. Presiden Trump berjanji menghidupkan kembali berbagai isu dari masa jabatan pertamanya sebagai presiden pada 2017-2021, salah satunya perang dagang dengan ekonomi terbesar kedua di dunia yaitu China dengan pengenaan tarif. Menurut The Time of India, ia sedang mempertimbangkan tarif universal antara 10% dan 20% untuk semua impor, dengan tarif hingga 60% untuk barang-barang China, dengan dalih melindungi lapangan kerja Amerika dan mengurangi ketergantungan negara pada impor asing (CNBC, 2024). Dalam menanggapi isu Perang Dagang Jilid 2, pemerintah China telah mengeluarkan stimulus ekonomi bagi pemerintah daerah China yang terlilit utang, kebijakan ini dapat menghemat uang negara untuk pembayaran bunga selama 5 tahun yang akan memungkinkan dana tersebut dialokasikan untuk meningkatkan investasi dan konsumsi. Selain stimulus pada pemerintahan daerah China, pemerintah China juga menaikkan batas utang pemerintah daerah untuk pertama kalinya sejak 2015. Proyeksi buruk akan hubungan luar negeri AS-China pada periode 2024-2028 menjadikan kondisi geopolitik serta ekonomi global semakin tidak stabil di bawah kepemimpinan konservatif Donald Trump, Presiden Xi Jinping berupaya untuk melawan potensi Perang Dagang Jilid 2 yang kemungkinan akan terjadi setelah pelantikan presiden AS pada 20 Januari 2025 mendatang. 

Daftar Pustaka

BBC. US Election 2024. Access on November 15, 2024 from: https://www.bbc.com/news/topics/cj3ergr8209t 

China Briefing. (2024). US-China Relations in the Biden Era : A Timeline. Access on November 15, 2024 from: https://www.china-briefing.com/news/us-china-relations-in-the-biden-era-a-timeline/ 

Glaser, B. S. (2022). "Made in China 2025 and the Future of American Industry". Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Kumparan. (10 November 2024). Potensi Perang Dagang Trump, China Beri Stimulus USD 1,4 Triliun ke Pemda. Diakses pada 15 November 2024 dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/potensi-perang-dagang-trump-china-beri-stimulus-usd-1-4-triliun-ke-pemda-23swWRyeXA7/full  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun