Resolusi PBB, termasuk resolusi 181 (II) yang menentukan pemisahan Israel dan Palestina, terus menggantung tanpa pelaksanaan yang nyata.Â
Setelah perang saudara di Palestina pada tahun 1948, Israel menjadi sebuah negara, tetapi negara untuk warga Arab Palestina tidak pernah terbentuk.
Pada tahun 1977, Majelis Umum PBB menyerukan resolusi tahunan tentang pemisahan Palestina. Namun, hingga saat ini, resolusi dan panggilan perdamaian masih belum memberikan keadilan dan kedamaian yang diinginkan oleh kedua belah pihak.
Perang di Dunia Maya: Perlawanan Digital
Dalam kondisi di lapangan yang penuh dengan penderitaan, perang di dunia maya juga memainkan peran krusial. Israel, dengan mesin propagandanya, Hasbara, mencoba mengontrol narasi di media sosial. Puluhan iklan dan konten propaganda mencoba merubah pandangan dunia, menyajikan Hamas sebagai kelompok teroris kejam.
Namun, platform-platform seperti TikTok, Instagram, dan Facebook menjadi medan perlawanan. Netizen menggunakan kreativitas mereka untuk menentang upaya pembungkaman, mengekspresikan dukungan terhadap Palestina dan menyoroti realitas yang sering terlupakan.
Di tengah perang digital, suara-saudara yang menggema di dunia maya menciptakan momentum dan kesadaran. Meskipun Israel mencoba mengontrol narasi, pergeseran sikap di media sosial menunjukkan bahwa simpati banyak orang di dunia telah beralih dari Israel.
Unggahan-unggahan di TikTok, Instagram, dan Facebook mencerminkan perubahan persepsi global. Tagar #freepalestine mendominasi jumlah unggahan dibandingkan dengan #standwithisrael.Â
Kesadaran akan realitas di lapangan dan penghargaan terhadap keberanian warga Palestina mulai merasuki pikiran dan hati para netizen di seluruh dunia.
Pada akhirnya, perang di dunia maya menciptakan momentum dan kesadaran, tetapi kenyataan di lapangan tetap menjadi pemandu utama sentimen global.Â
Walaupun Israel mencoba mengontrol narasi, pergeseran sikap di media sosial menunjukkan bahwa simpati banyak orang di dunia telah beralih dari Israel.