Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membahas Palestina, yang Kini Sedang Terluka

30 Oktober 2023   14:40 Diperbarui: 30 Oktober 2023   14:40 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sejarah Singkat Peperangan di Palestina Sebelum Era Modern

Kita mulai di Abad pertama masehi dimana Palestina saat itu ketika Nabi Isa alaihissalam diutus kepada bangsa Israel di sana, kekuasaan dipegang oleh Kekaisaran Romawi. Kerajaan Romawi yang kala itu terpecah menjadi dua, yakni Romawi Barat dan Romawi Timur membagi wilayah kekuasaannya sehingga Palestina berada di bawah naungan Romawi Timur (Byzantium).

Pada abad ke-7 Masehi, tentara Muslim yang dipimpin oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab merebut Palestina dari Kekaisaran Byzantium pada tahun 638 Masehi, memasukkan wilayah ini ke dalam Kekhalifahan Islam. Palestina kemudian menjadi bagian dari kekhalifahan Islam yakni Umayyah dan kemudian Abbasiyah. Lalu pada abad ke-11, Kesultanan Seljuk menguasai wilayah Palestina.

Saat berada di bawah kekuasaan Islam, seluruh kegiatan beragama pada kala itu berjalan harmonis tanpa ketegangan yang berarti. Umat Yahudi beribadah berdampingan dengan kaum Nasrani dan umat Muslim yang menjadi penduduk negeri ini. Sementara itu dari luar muncul musuh yang berhasil menciptakan ketegangan antara dunia Kristen dan dunia Muslim, sehingga berkontribusi pada munculnya Perang Salib, yang sebenarnya tak perlu terjadi karena ketiga umat beragama tadi dapat beribadah dan hidup berdampingan di bawah kekuasaan Islam.

Melalui berbagai intimidasi yang dilakukan oleh pihak ketiga, yang menurut kecurigaan penulis didalangi oleh mereka yang mengaku sebagai suku ketigabelas padahal sebenarnya adalah suku Khazar, maka meletuslah Perang Salib Pertama yang berlangsung antara tahun 1096 hingga 1099. Pasukan Salib Kristen Eropa Barat berhasil merebut kota suci itu pada tahun 1099, mendirikan Kerajaan Yerusalem yang menjadi cikal bakal Negara Sekuler karena memilih untuk lepas dari aturan dan kekuasaan gereja. Hal yang sangat didukung terutama oleh para ksatria templar.  

Perang Salib yang berlangsung hingga sepuluh episode hingga tahun 1291 adalah babak penting dalam sejarah Eropa dan Timur Tengah, dengan dampak yang mendalam pada budaya, agama, dan politik di kedua wilayah tersebut.

Pasca Perang Dunia dan Runtuhnya Islam

Makin menurunnya pengaruh Kekhalifahan Turki Usmani yang juga turut berpartisipasi pada Perang Dunia I menjadikan rencana pendirian Negara Israel yang telah dimulai jauh sejak zaman Perang Salib berkecamuk dari tahun 1095 hingga 1291 kembali menguat. Negara Israel yang akan didirikan ini tentu berbeda dengan konsep Negara yang dibentuk oleh Nabi Daud dan Sulaiman alaihissalam. Negara Israel yang direncanakan tak berbeda jauh dengan Kerajaan Yerusalem pasca perang salib pertama, yakni menganut ideologi sekuler, karena lebih banyak didominasi oleh Zionis.   

Salah satu tonggak penting dalam perjalanan ini terjadi pada tahun 1917, dengan munculnya Deklarasi Balfour. Deklarasi ini merupakan pernyataan resmi dari pemerintah Inggris selama Perang Dunia I, di mana mereka menyatakan dukungan mereka terhadap pendirian "rumah nasional bagi bangsa Yahudi" di Palestina.

Deklarasi tersebut dicantumkan dalam sebuah surat yang dikirimkan pada tanggal 2 November 1917 oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, kepada Lord Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Inggris. Surat ini kemudian diteruskan kepada Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia.

Selanjutnya, antara tahun 1917 hingga 1948, Inggris memegang Mandat Palestina dan berkomitmen untuk memberikan tanah di Palestina kepada orang-orang Yahudi.

Setelah perjuangan panjang, pada tanggal 14 Mei 1948, Israel akhirnya mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah negara yang berdiri di tanah Palestina. Presiden Harry Truman menjadi pemimpin negara pertama yang secara resmi mengakui eksistensi Israel pada saat negara ini didirikan pada tahun 1948.

Sejak saat itu, Israel telah tumbuh menjadi sebuah negara yang kuat dan berpengaruh dalam politik dunia. Ini merupakan perjalanan yang penuh liku dan kontroversi, yang terus menjadi subjek perdebatan dan diskusi yang mendalam hingga saat ini.

Perang Kemerdekaan Palestina Hingga Sekarang

Rakyat Palestina yang semula mengizinkan para pendatang yang beragama Yahudi untuk memasuki wilayahnya tentu tak akan menyangka rumah tempat tinggal nenek moyangnya sejak dahulu akan direbut seenaknya sendiri. Perlawanan demi perlawanan secara silih berganti bergulir demi membebaskan tanah airnya, namun hingga sekarang mereka tak pernah bisa merebutnya kembali. Dukungan penuh yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Israel membuat perlawanan rakyat Palestina seakan tak berarti. Hanya sekelompok kecil faksi militer yang dapat bertahan hingga sekarang. Salah satu diantaranya adalah Hamas.

Semenjak era kemenangan pasukan yang notabene 'tak pernah kalah', bahkan dari Amerika dan pasukan terbaik dunia sekalipun, yakni para pejuang yang telah memperoleh kemerdekaan di Afganistan, kini harapan itu kembali muncul bagi Palestina. Para pejuang yang hanya mengandalkan senjata rampasan perang di negeri timur yang jauh itu pun telah berhasil membuktikan diri dengan mengusir Inggris serta Uni Soviet di masa jayanya. Kemenangan kaum pribumi di tanahnya sendiri serta satu-satunya, yang dapat mempertahankan ideologi tanpa banyak terpengaruh oleh demokrasi maupun komunisme, menjadi inspirasi bagi rakyat Palestina.

Hamas yang bisa dikategorikan sebagai semut-semut yang terperangkap oleh para gajah yang menjajah nyatanya tetap bisa bertahan menghadapi gempuran yang sewaktu-waktu menyerang. Sayangnya setiap kali mereka membalaskan penderitaan rakyatnya sendiri yang dijajah habis-habisan oleh Israel, mereka selalu dianggap teroris. Media-media barat pun berlomba-lomba untuk segera membesar-besarkan kejadian ini. Hal yang berkebalikan terjadi ketika darah orang Palestina yang tercucur di jalanan oleh warga Israel. Hanya media-media tertentu saja yang terus memberitakan apa yang sesungguhnya terjadi.

Rencana mereka yang mendirikan Negara Israel tetap, yakni terbentuknya Israel Raya yang membentang luas yang berada di antara sungai Nil dan Sungai Eufrat. Kini, saat Hamas kembali melancarkan serangan demi perjuangan kemerdekaan Palestina, jangan sampai hal ini dimanfaatkan oleh mereka yang berada di balik layar sebagai alasan untuk melancarkan serangan besar-besaran demi terwujudnya cita-cita Israel Raya dengan cara yang biadab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun