Perkembangan koperasi di Indonesia semakin berkembang pada tahun 1908 ketika Raden Soetomo mendirikan perkumpulan "Budi Utomo" dengan tujuan memanfaatkan sektor perkoperasian untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin dengan mendorong perkembangan industri kecil dan kerajinan.Â
Pada tahun 1915, UU koperasi pertama, yaitu "Verordening Op De Cooperatieve Vereeniging," diberlakukan. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa anggaran dasar koperasi harus dalam Bahasa Belanda dan dibuat di hadapan notaris.
Pada tahun 1927, Serikat Dagang Islam didirikan dengan tujuan memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusaha-pengusaha pribumi. Dua tahun kemudian, pada tahun 1929, Partai Nasional Indonesia dibentuk dengan tujuan menyebarkan semangat perkoperasian di tanah air.Â
Namun, perkembangan koperasi di Indonesia sempat terhenti ketika UU No. 431 dikeluarkan pada tahun 1933, yang membatasi kegiatan koperasi.
Kehidupan koperasi kembali muncul ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942 dan mendirikan Koperasi Kumiyai.Â
Awalnya, koperasi ini berfungsi dengan normal, tetapi fungsi tersebut berubah secara drastis ketika Jepang mengubahnya menjadi alat untuk mengeruk keuntungan dan menindas rakyat Indonesia.
Pada tanggal 12 Juli 1947, pemerintah Indonesia mengadakan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.Â
Kongres ini menetapkan beberapa keputusan penting, antara lain mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) dan menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi, serta menetapkan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi.
Kemudian, pada tahun 1953, Kongres Koperasi II diadakan di Bandung, Jawa Barat, yang menghasilkan beberapa perkembangan penting, termasuk mengganti nama SOKRI menjadi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Dalam perjalanan sejarahnya, koperasi di Indonesia telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.Â
Melalui prinsip gotong royong dan kebersamaan, koperasi telah berhasil menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memberdayakan masyarakat di berbagai sektor, seperti pertanian, perikanan, kerajinan, dan jasa.