Rabies, atau yang sering dikenal sebagai "penyakit anjing gila", masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang mengancam masyarakat di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang otak dan sistem saraf, dan dapat menular ke manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Sayangnya, jika tidak segera ditangani, rabies dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian.
Hewan utama yang menjadi penular rabies adalah anjing. Namun, tidak hanya anjing, hewan lain seperti kelelawar, kucing, dan kera juga dapat membawa virus rabies dan menularkannya kepada manusia. Virus ini dapat ditularkan melalui air liur, gigitan, atau cakaran hewan yang terinfeksi rabies. Hewan yang berisiko tinggi sebagai penular rabies adalah hewan liar atau hewan peliharaan yang tidak mendapatkan vaksin rabies.
Gejala rabies dapat bervariasi dan muncul antara 5 hari hingga 1 tahun setelah terinfeksi. Biasanya, gejala akan muncul sekitar 30-90 hari setelah seseorang tergigit oleh hewan yang terinfeksi. Jika gigitan terjadi dekat dengan otak, misalnya di dada, leher, atau kepala, gejala dapat muncul lebih cepat. Gejala awal yang dapat muncul meliputi demam atau menggigil, kesemutan, sakit kepala, kelelahan, atau kehilangan nafsu makan.
Seiring berjalannya waktu, penderita rabies akan mengalami keluhan lanjutan seperti kram otot, sesak napas, halusinasi, dan koma. Gejala-gejala ini menunjukkan bahwa kondisi pasien semakin memburuk dan pengobatan yang tepat harus segera dilakukan.
Apabila mengalami gejala rabies atau telah tergigit atau dicakar oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies, segera konsultasikan dengan dokter. Pertolongan medis yang cepat sangat penting, terutama jika gigitan atau cakaran terjadi di kepala atau leher. Rabies merupakan penyakit yang mengancam nyawa, oleh karena itu, pastikan untuk mendapatkan serum atau vaksin rabies dalam waktu maksimal 2 hari setelah terinfeksi. Jika mengalami gejala lanjutan setelah digigit oleh hewan liar dalam kurun waktu sekitar 1 bulan, segera periksakan diri ke dokter.
Data terbaru yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa kasus rabies di Indonesia terus meningkat pada periode Januari-April 2023. Jumlah kasus rabies mencapai angka yang mengkhawatirkan, dengan sebanyak 31.113 kasus dilaporkan selama periode tersebut. Selain itu, terdapat 23.211 kasus gigitan hewan yang telah mendapatkan vaksin antirabies, namun masih terdapat 11 kasus kematian yang disebabkan oleh rabies.
Berdasarkan laporan kasus, Bali menjadi provinsi dengan jumlah kasus rabies tertinggi, mencapai 14.827 kasus. Di urutan kedua terdapat Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan 3.437 kasus, diikuti oleh Sulawesi Selatan dengan 2.338 kasus. Provinsi Kalimantan Barat menempati posisi keempat dengan 1.188 kasus, sementara Sumatra Barat berada di posisi kelima dengan 1.171 kasus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, mengakui bahwa rabies merupakan tantangan besar di Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, rata-rata terdapat lebih dari 80.000 kasus gigitan hewan rabies setiap tahunnya, dengan rata-rata 68 orang meninggal akibat penyakit ini. Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih serius dalam penanganan dan pencegahan rabies di Indonesia.
Dalam upaya mengatasi masalah ini, Kemenkes telah gencar mengadakan vaksinasi untuk manusia. Hampir 227.000 vial vaksin telah didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia. Langkah ini penting untuk melindungi manusia dari potensi penularan virus rabies.
Meskipun demikian, masih terdapat 25 provinsi di Indonesia yang menjadi endemis rabies, yang berarti kasus rabies masih sering terjadi di wilayah tersebut. Namun, terdapat juga 8 provinsi yang telah dinyatakan bebas penyakit rabies, seperti Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, dan Papua.