Bagi yang mudik ke daerah Sukoharjo dan sekitarnya tentu sudah mengenal betul tempat ini. Meskipun sudah tak sebanyak dulu, namun kunjungan orang-orang yang berziarah selalu ada terutama di hari-hari besar atau libur nasional. Mereka yang datang tak hanya yang mendoakan namun juga belajar sejarah mengenai Ki Ageng Sutowijoyo.
Mengobrol dengan juru kuncinya, yang tak sulit, karena hampir selalu ada di lokasi, kita dapat mengetahui lebih banyak mengenai perjalanan hidup dan pengaruh beliau di wilayah Majasto dan sekitarnya.
Sama dengan Raden Patah sang pendiri kerajaan Demak, secara silsilah, Ki Ageng Sutowijoyo merupakan anak keturunan dari Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit. Namun bedanya setelah keruntuhan Majapahit beliau memilih pergi dari wilayah pusat kerajaan dan menjadi seorang petani biasa. Beliau sangat rajin dan tekun menjalani hidup sebagai seorang petani, bahkan dikisahkan jika selokan tempat air mengalir diantara sawah-sawah milik beliau begitu halus bahkan tak ada batu yang berada di bawahnya. Kemudian Beliau bertemu dengan Sunan Kalijaga dan meminta diajarkan tentang Islam.
Setelah memeluk Islam, beliau berdakwah ke berbagai tempat hingga akhirnya sampai ke wilayah Majasto dengan membawa risalah Islam. Padahal saat itu yang menjadi pemimpin di wilayah tersebut masih memeluk agama Hindu-Buddha, tetapi Ki Ageng Sutowijoyo berhasil menggantikan posisi itu dan membimbing penduduknya menuju cahaya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Ada sebuah kisah unik yang masih tertinggal jejaknya hingga saat ini. Dikisahkan bahwa tanah di bukit Kompleks Makam Ki Ageng Sutawijaya di Bumi Arum Majasto, Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, konon berbau wangi, sehingga dalam memakamkan jenazah tak perlu menggali lubang terlalu dalam. Dahulu jenzah yang dikuburkan di sini hanya dikubur dengan kedalaman sedengkul saja dan baunya harum karena tanahnya.
Nah, hal ini diketahui oleh Sunan Gunung Jati dan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sunan Gunung Jati membawa sebagian dari tanahnya ke Cirebon sehingga di sana ada Bumi Sedap. Begitu pula Sultan Agung Hanyokrokusumo juga mengirim utusan untuk mengambil tanah dari sini untuk dibawa ke Imogiri, sehingga di Imogiri ada Bumi Wangi.
Tidak diketahui mengapa tanah dari Bumi Arum, Majasto ini, berbau wangi, yang membuat salah satu wali songo dan Raja Mataram saat itu ikut mengambil sebagian tanahnya. Pastinya ini merupakan salah satu kelebihan yang ada di Gunung Majasto, tanah yang berbau harum.
Sudah pernah ke sini? Kalau sewaktu-waktu melewatinya, sobat kompasiana bisa mencoba sendiri untuk berziarah ke sini. Tentunya dengan menjaga untuk hanya mendoakan saja dan sekedar belajar sejarah kepada juru kuncinya, jangan meninta hal-hal aneh, apalagi kepada orang yang telah tiada karena hanya kepada Allah langsung sajalah kita harusnya meminta, tanpa melalui perantara siapapun juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H