Lalu apa yang kemudian terjadi? Setelah dua minggu berlalu, ternyata tidak satupun dari empat orang Auditor ini yang paham dengan konsep COBIT. Sulitnya memahami IT Framework yang begitu luas cakupannya berikut ratusan diagram visualisasi konsep yang rumit, teori dan bahasa penjelasan dengan menggunakan istilah manajemen best practice tingkat tinggi seperti "Key Goal Indicator", "Critical Success Factors", "IT Performance", "IT Balance Scorecard", "IT Values", dan seterusnya, tentu saja menyulitkan bagi orang-orang TI yang biasanya sangat teknikal. Keluasan pencakupan semua aspek TI dalam COBIT ini menjadi permasalahan tersendiri. Apakah semua orang TI itu mampu menguasai semua aspek TI yang demikian luas ? Seorang rekan Auditor yang kebetulan lulusan dari jurusan Teknik Industri ITB, sampai hampir putus asa dan berniat meninggalkan projek ini. Rekan auditor yang lain, yang lulusan jurusan Arsitektur ITB , juga terlihat tidak nyaman setelah dua minggu lebih masih belum juga bisa menghasilkan kertas kerja audit (catatan: KKA ini merupakan output dari Tahap Pemahaman Masalah/Entitas yang biasanya digunakan dalam Metodologi Audit suatu Sistem Informasi/Teknologi Informasi). Akhirnya, tahap pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA) ini diperpanjang sampai empat minggu dan kemudian anggota tim Auditor ditambah seorang lagi dengan yang lebih berpengalaman dari Jakarta. Dan uniknya, Ibu bijak yang ternyata merupakan Project Manager pekerjaan Audit IT Governance di Bank Jabar ini (atasan kami), setiap hari Jumat datang ke Bandung melihat dan memeriksa pekerjaan kami sambil marah-marah dan mengomel. Dia selalu menganggap para Auditor superman ini berkerja sangat lamban. Saya sempat panas juga mendengar omelan sang Ibu yang mantan direktur operasional suatu bank nasional di Indonesia itu. Sempat terpikir juga untuk keluar dari tim ini, karena begitu sering merasa dilecehkan dengan perkataan "Auditor bodoh" dan sebagainya. Tapi setelah saya pikir-pikir kembali dengan tenang, bahwa begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang bisa saya petik dari mengerjakan pekerjaan unik ini. Maka akhirnya saya putuskan tetap bergabung sampai akhir, dan belajar memahami serta menerima saja kenyataan mengapa sang Ibu tersebut menjadi sering naik darah setiap kali menemui kami. Dan belajar juga menjadi kebal dengan omelannya! Setiap kali dia mengomel, saya mencoba mengingat kembali ketika Ibu saya suka mengomeli sewaktu saya kecil dulu... hehe2... Hampir tiap jumat malam, semua anggota tim tidak diperbolehkan pulang karena harus mengikuti briefing darinya untuk mengevaluasi pekerjaan selama seminggu hingga larut malam. Ternyata sebagian besar isi rapat itu adalah memarah-marahi pekerjaan kami. Tentu saja kami semua harus sudah maklum akan hal itu dan juga harus mampu menahan emosi. Sebagian dari lima orang Auditor ini terlihat senyum -senyum saja mendengarkan ocehan dan nasehatnya yang terkadang melantur karena pemahamannya tentang Teknologi Informasi yang terbatas. Dan uniknya, setiap kali acara briefing dan marah-memarahi itu usai, kami semua diajak makan malam ke restoran mana saja yang kami inginkan di seantero kota Bandung. Begitulah jadinya, setiap akhir pekan kami sudah harus menyiapkan mental dengan baik untuk dimarah-marahi dan lalu kami mengimbanginya dengan berdiskusi terlebih dahulu menentukan daftar makanan dan lokasi restoran di Bandung yang belum kami kunjungi sambil saling bercanda. Dengan demikian, Jumat adalah hari "latihan mental" sekaligus mengisi perut sekenyang-kenyangnya dengan berbagai makanan enak. Tanpa terasa, hampir 20 restoran besar di seantero Bandung yang kami jajaki. Terkadang saya menjadi geli juga, apakah ini tim Auditor atau tim penggemar wisata kuliner sih..? hehe2..
***
Sebulan kemudian meskipun dengan perlahan namun pasti, akhirnya kami dapat juga menguasai konsep COBIT ini dan berhasil membuat Kertas Kerja Audit sebagaimana yang diinginkan. Selanjutnya adalah bagaimana data dikumpulkan dan diolah yang juga merupakan kerumitan tersendiri, terutama ketika harus mengkombinasikan data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi lapangan, dengan data kuantitatif untuk mengukur tingkat kematangan setiap IT Process yang dijalankan oleh Bank Jabar. Demikianlah, pekerjaan yang aneh tapi mengesankan ini dijalankan dari hari ke hari, dari minggu ke minggu dan dari bulan ke bulan, termasuk keadaan stres yang satu ke keadaan stres yang lain. [caption id="attachment_250977" align="alignleft" width="889" caption="(IT Governance merupakan suatu proses manajemen yang melibatkan semua stakeholder pada perusahaan skala menengah dan besar untuk melakukan Tata Kelola TI. Jika hal ini terwujud dengan Tingkat Kematangan TI (IT Maturity Level) tertentu, akan menyebabkan setiap IT Process di perusahaan dikerjakan secara baik, sehingga"gangguan"/IT Risk dapat dikendalikan seminimal mungkin, IT Resources pun dapat digunakan secara efisien dan efektif yang akhirnya Teknologi Informasi menjadi "pemampu" (enabler) untuk memberikan "Layanan TI" (IT Service) yang baik ke perusahaan serta menghasilkan INFORMSI bisnis yang berkualitas, reliable dan dapat dipercaya. IT Governance merupakan suatu kondisi ideal, dimana Teknologi Informai dikelola sedemikian rupa agar Selara/sejalan (Align in) dengan tujuan/strategi bisnis perusahaan / sumbergambar: bahan kuliah "Audit Sistem Informasi" yang penulis ajarkan) "][/caption] Lalu saya sempat berpikir: Apakah memang begini yang namanya bekerja di perusahaan yang berstandar internasional ? Selalu dituntut untuk menghasilkan kinerja individu setinggi mungkin hingga kadang melebihi batas, dan akhirnya sering membuat orang menjadi stres. Apakah semua ini seimbang dengan gaji besar yang didapat?
**** Tanpa terasa empat bulan terlalui dan pekerjaan Audit IT Governance di Bank Jabar inipun berakhir. Dalam acara perpisahaan dan pembubaran tim Auditor TI, sambil makan malam di salah satu restoran terkenal di puncak Bukit Dago di kota Bandung. Sang Ibu (Project Manager) kemudian menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua anggota tim. Dan dia meminta maaf kalau selama ini sering memarahi kami. Dia menjelaskan mengapa harus marah, apa tujuan berbuat demikian dan seterusnya, yang membuat kami akhirnya tersenyum sambil saling memaafkan. Jadi, intinya dia terpaksa melakukan hal tersebut kepada kami yang sudah "tua-tua" ini karena juga didesak oleh JAKARTA agar tim ini dapat menghasilkan Laporan Audit yang berkualitas dengan biaya yang sehemat-hematnya. Kamipun juga saling meminta maaf satu sama lain karena konflik kecil-kecilan yang selama ini terjadi. Pekerjaan projek itu selalu dikejar oleh waktu yang terbatas dan dikerjakan oleh orang-orang yang belum saling mengenal dengan baik sebelumnya, sehingga mudah terjadi gesek-gesekkan seperti itu. Pekerjaan projek ini kemudian ditutup secara resmi. Lalu saya kembali mengajar ke kampus utama setelah selama empat bulan hanya mengajar satu kali saja dalam setiap minggu, karena bolos  mengerjakan projek Audit Sistem ini. Kritik sana sini kemudian bermunculan dari rekan sejawat (dosen lain), atasan dan bahkan oleh mahasiswa yang saya tinggalkan. Kritikan yang pedas itu diantaranya adalah, menganggap saya tidak loyal, dan lebih mementingkan uang dari pada tugas mengajar. Malah ada yang mengusulkan saya sebaiknya dipecat saja! Saya kemudian berpikir ulang sambil ber-refleksi: Apakah dosen yang ikut mengerjakan projek seperti ini selalu benar-benar merugikan institusi dan mahasiswanya? Mungkin secara kuantitas ya, karena pasti banyak bolos. Akan tetapi secara kualitas?? Coba lihat, berapa banyak kemudian pengetahuan saya mengenai Audit Sistem Informasi yang bertambahkarena mengikuti pekerjaan projek Audit Sistem Informasi ini? Saya menjadi mengerti apa yang dimaksud dengan IT Framework COBIT itu tanpa harus kursus ke ISACA di Amerika  yang biayanya bisa puluhan juta rupiah itu. Bukankah Perguruan Tinggi dengan demikian bisa menghemat biaya pengembangan kompetensi dosen?  Berapa banyak pula pengalaman kerja langsung saya peroleh selama empat bulan, yang membuat saya sekarang tidak lagi mengajar hanya berdasarkan teori (text-book thinking) sebagaimana kebanyakan dosen. Sekarang saya bisa memasukkan banyak contoh kasus yang nyata dari pengalaman praktis ini, diantara Teori yang saya ajarkan itu. Bukankah kualitas pengajaran kemudian menjadi semakin berkualitas? Bahkan bahan-bahan langka yang hampir tidak dapat kita temukan di Google atau di toko buku sekalipun,   seperti KKA Sistem Informasi dan lain-lain tersebut. Bahan-bahan ini kemudian tersedia sebagai bahan pelengkap pengajaran buat para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Audit Sistem Informasi. Jadi, apakah "bolos"-nya seorang dosen saat itu, benar-benar telah merugikan proses belajar-mengajar mahasiswa secara keseluruhan? Apalagi kenyatannya, memang tidak mudah bagi seorang dosen untuk dapat memperoleh kesempatan "magang" seperti ini dan digaji oleh perusahaan berstandar internasional. Mungkin banyak dosen yang mengkritik pedas saya pada waktu itu, karena faktor iri hati. *** Akhirnya, saya harus berterima kasih kepada Politeknik PRAKTISI Bandung, sebuah Perguruan Tinggi Swasta jenis vokasional sederhana di suatu sudut jalan Purnawarman Bandung, yang telah membuka jalan bagi saya untuk menjadi seorang Auditor Teknologi Informasi hingga saat ini. Suatu pengalaman yang sangat berharga yang menyebabkan profesi saya kini bertambah satu di kartu nama, yaitu sebagai seorang "Auditor Sistem Informasi".
00000
(Penulis: Rendra Trisyanto Surya, seorang dosen dan Auditor Teknologi Informasi, tinggal di Bandung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H