Selalu ada hal-hal menarik yang tsk terduga di dalam setiap Perjalanan. Meskipun pergi ke tempat yang sama berulangkali...
*****
Saat menjalankan dua operasi besar, yaitu by-pass jantung dan pergantian katup di Bulan Desember 2016 lalu. Satu-satunya anak saya yang tidak bisa hadir di Rumah Sakit Harkit waktu itu, adalah Odimz. Keadaan dia yang berada di Pondok Pengobatan ala Pesantren di Kecamatan Sukaratu, Tasikmalaya itu, memang tidak memungkinkannya untuk pergi ke Jakarta. Selain itu, kami juga tidak mau membebani pikirannya...
Namun, beberapa bulan terakhir pasca operasi yang mencekam itu. Saya kok selalu teringat ke anak bungsu laki-laki yang satu ini. Sampai-sampai merasa sering berdialog dengannya di dalam mimpi. Memang, di pesantren pengobatan itu, setiap pasien dilarang menggunakan HP, membaca koran, melihat TV. Bahkan berhubungan terlalu sering dengan keluarga sekalipun. Semua kegiatan rutin mereka yang padat, dimulai dari pukul 02 tengah malam hingga jam 20:00 itu, hanyalah kegiatan ke-Agamaan.
Sejak bangun untuk sholat tahajud, sholat subuh, mengaji dan seterusnya, dari waktu ke waktu hingga matahari mulai terang penuh dengan aktivitas. Termasuk olahraga ringan di halaman. “Ini memang merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan kami,” kata Dedi, pemimpin pondok pengobatan ini. “Kami mengobati, selain dengan pendekatan psikologi motivasi, pengobatan herbal, juga berupaya menyentuh hati mereka dengan berbagai aktivitas Agama,” lanjutnya. Sekitar 60 orang pasien silih berganti keluar masuk pondok ini. Kebanyakan dari mereka adalah mantan pemakai narkoba yang tobat, ingin direhabilitasi, dan penderita depresi.
Uniknya, orang-orang yang labil ini tampak dengan patuh mengikuti semua kegiatan yang ada secara teratur dan displin dari hari ke hari. Berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. “Saya juga heran. Pasien yang saat masuk tampak liar dan berteriak-teriak gelisah. Setelah beberapa hari di sini berubah menjadi kalem dan penurut,” kata istri saya heran, setelah beberapa kali ke sini.
Sudah pasti para Psikater dan Psikolog yang katanya lebih memiliki pendekatan pengobatan modern itu, tidak bisa menjelaskan fenomena pengobatan alternatif tradisional yang “aneh”, tapi nyata ini. Secara ilmiah, terdapat beberapa literatur yang akhir-akhir ini juga mulai menyadari pentingnya pendekatan AGAMA dalam mengobati pasien, di antaranya adalah sebagai berikut: "Religious Therapeutics: Body and Health in Yoga, Ayurveda, and Tantra by Gregory P. Fields", "Realized Religion - Research on the Relationship between Religion and Health", "The Power of Inner Pictures: How Imagination can Maintain Physical and Mental Health", dan "Religious Beliefs, Evolutionary Psychiatry, and Mental Health in America: Evolutionary Threat Assessment". Systems Theory". Mungkin sudah saatnya kedokteran modern bersinergi dengan pengobatan alternative yang telah diakui seperti ini.
Dua Setengah Tahun Berobat
Odimz memang sudah terlalu lama mendekam di sana, dengan segala fasilitas kehidupan komuitas yang sangat sederhana. Dua setengah tahun, memang bukan waktu yang sebentar. Kami pun sekeluarga sering merindukannya berada di rumah. Tapi jujur saja, sebelumnya kami belum siap secara mental. Berbagai persiapan fisik juga membutuhkan banyak biaya agar dia bisa kembali ke rumah dengan nyaman, termasuk berbagai kegiatan khususnya nanti yang harus dilakukan agar tidak mengalami "kekosongan".
Disitulah memang dilemanya!
Keberadaannya yang jika masih tetap labil, akan mengangggu pikiran dan konsentrasi anak-anak saya yang lain, yang saat ini sedang semangat-mangatnya kuliah. Sebenarnya fenomena seperti ini, lazim dialami oleh semua keluarga yang anggotanya menjadi pemakai narkoba, atau yang mengalami depresi. “Kalau memang keluarga belum siap, ya tidak apa-apa. Kami siap menampung dia di sini. Walaupun, biasanya hanya selama enam bulan sampai setahun saja para keluarga sudah menjemput mereka pulang,” kata Darul, salah seorang dari 14 orang pengasuh di sana, mencoba memahami situasi kam.