Angin Semilir itu, akhirnya datang jua...
menghembuskan sepoi-sepoinya di antara kerudung warna gelapmu yang terjuntai, di pagi hari itu..
Mewarnai pernik-pernik di antara senyum manismu yang lalu menjadi kelu..
- Bibir cantik itu mengikuti bait-bait lagu “Gaudemus …” yang semakin sayup ..
- Dalam suasana hati yang semakin menjadi galau..
Hari ini, mentari pagi Desa Ciwaruga tidak lagi secerah hari-hari kemarin...
Rembulan dikaki kota BANDUNG
tak lagi mewarnai canda ceriamu, yang sering membahana hingga ke kaki-kaki langit malam......
-Di antara bayang-bayang silhoute dan wajahmu ...
-Aku mencumbu dalam temaramnya kerlap-kerlip lampu di Bukit Dago...
- Esok, episode baru menyambutmu...
- Menyongsong hamparan luas masa depan yang terbentang nun di ufuk sana......
- Mengukir masa depan yang kian berpacu dengan waktu yang tergopoh-gopoh..
- di antara gerah dan panasnya kota Metropolitan itu.....
Lalu, masih adakah episode dan elegi yang tertinggal....?
Di antara nyanyian burung camar yang mengitari pucuk-pucuk pohon rindang kampus kita ini...?
Di antara dinding-dinding ruang kuliah yang kini tampak lesu dan semakin mengelupas...
Di antara sudut-sudut ruang laboratorium Komputer, yang juga semakin terlihat usang ..... ??
- “Selamat Jalan..Sahabat cantikku...!”
- Melangkahlah, bersama kidung-kidung kehidupanmu .....
- Jangan lagi sering berpaling, teguhkan saja semua langkahmu...!
- Di sini, di bukit Dago dan di Desa Ciwaruga, semua telah menjadi "KENANGAN"...
- Di sana, di JAKARTA, dengan segala hiruk pikuk kemegahan sebuah Metropolitan, telah menantimu dengan seribu janji ....
==========================================
(Penulis: Rendra Trisyanto Surya, di Kampus Ciwaruga, Bandung, medio September 1996 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H