Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memaknai Reuni “Anak Kost Mahasiswa ITB” BONBIT Di Guci

26 Desember 2012   17:54 Diperbarui: 23 Oktober 2015   11:39 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga puluh tahun itu, memang waktu yang sangat panjang.....

***

Dalam perjalanan waktu yang panjang, banyak hal yang berubah, termasuk kota Bandung, yang menjadi kenangan banyak mahasiswa yang pernah berkuliah di kota ini. Dahulu kota pegunungan ini berhawa sejuk dan demikian asri, dengan berbagai tanaman bunganya yang indah. Sehingga sering dijuluki dengan Kota kembang.Namun kini, kota kembang itu telah berubah wajah: menjadi kota macet. Kota  yang semakin hingar bingar oleh berbagai kegiatan bisnis pariwisata dan wisata kuliner, yang seakan tak ada habis-habisnya itu...

Namun nun di sana, sebuah rumah sederhana di salah satu pojok kota berpenduduk 4 juta jiwa ini, tetap berdiri tegak. Meskipun sudah terlihat agak reot. Rumah kost-kostan mahasiwa no 54/58, berlokasi di Gang S.Kandi II, Jalan Kebon Bibit (BONBIT) di kawasan Taman Sari itu: tidak banyak berubah. Rumah itu menyimpan kenangan dan cerita, khususnya bagi anak-anak mahasiswa dari ITB ini (yang kemudian beberapa mahasiswa dari kampus lain ikut bergabung menjadi komunitas kecil di sana). 

Ketika saya mengunjungi rumah tua hari itu, seolah-olah menghentikan perputaran waktu sejenak. Hari  SABTU tanggal 22 Desember 2012 itu, delapan orang mahasiswa yang pernah menjadi “anak kost” di rumah tersebut, mampir bersama keluarganya masing-masing melakukan napak tilas. Sebelum kemudian melanjutkan perjalanan yang cukup jauh: menembus  jalur pantura untuk berkumpul bersama di Taman Wisata Air Panas di GUCI (di pinggir Kota Tegal), Jawa Tengah, dalam rangka acara reuni keluarga besar ini.

***

 

Ya, semua berawal dari rumah kost yang sederhana itu. Ketika tahun 1980 beberapa anak-anak yang masih berusia remaja akhir, diterima kuliah di ITB dari berbagai daerah dan tempat. Yang kemudian menyewa sebuah rumah milik almarhum mantan Mayor Kopassus Udjeh Jaelani yang ke-Bapak-an dan baik hati itu. Kemudian diikuti dengan masuknya satu persatu mahasiswa dari kampus-kampus lain, seperti Uninus dan Universitas Parahyangan (UNPAR). Jadilah kemudian rumah kost ini menjadi komunitas mini Indonesia yang bervariasi dan penuh warna dengan berbagai idealismenya sebagai mahasiswa serta romantisme masa muda... dengan suasana toleransi yang kuat...

"Saya dari Aceh, namun diterima dengan baik oleh komunitas ini..", kata Amirul Mukminin, salah seorang "anak kost" tersebut. Kemudian waktu terus berlanjut dari tahun ke tahun..  Sampai akhirnya rumah kost itu pun bubar dengan sendirinya. Ketika satu persatu dari para penghuninya lulus kuliah, lalu sibuk mencari dan mengukir dunianya masing-masing.

Waktu demikian cepat berlalu ya, dan telah mengubah banyak hal...”, kata seorang penghuni kost yang juga mantan aktivitis mahasiswa ITB itu, dari dalam mobil yang dikendarainya. Dia kini terjebak macet total Bandung, saat hendak keluar dari kawasan Taman Sari menuju ke Guci di Tegal.

 

[caption id="attachment_231614" align="aligncenter" width="665" caption="(Mahasiswa ITB ketika masih remaja yang menjadi anak kost di rumah no 54/58 di Gg S.Kandi II, Jalan Kebon Bibit (BONBIT), Bandung di era  tahun 1982-1986.  Dari kiri ke Kanan: Agus Muharam, Kgs Dahlan, Yuyun Serano, Marmin Murgianto, Ating Kusdinar /jongkok. (Photo: dokumentasi pribadi)"][/caption]

***
Kota Bandung memang telah banyak berubah sejak masa-masa menjadi "anak kost" tersebut. Ya, tiga puluh tahun membuat semua akan berubah... Anak-anak mahasiswa yang kost di Jalan Kebon Bibit inipun (yang dipanggil dengan nickname "BONBITTERS") itupun juga berubah. Menjadi lebih dewasa, lebih matang. Telah menjadi bapak/ayah dari anak-anaknya yang manis-manis, dalam suasana kehidupan yang lebih mapan. Mahasiswa yang dahulu ketika berusia remaja itu terlihat kusam,  kurus, kucel namun polos dan suka bergaya dengan rambut gondrongnya, kini tampak semakin banyak beruban. Namun mereka tidak lagi berjalan kaki atau menunggang motor butut jika berpergian.

 

Kini di dalam mobil bagus masing-masing yang meluncur kencang ke arah pantura dengan supirnya tersebut, kedelapan mahasiswa tersebut tidak lagi sendiri. Mereka ditemani oleh isteri masing-masing yang cantik dan  anak yang juga sudah mulai menjadi remaja (bahkan banyak yang sudah menjadi mahasiswa). Rombongan keluarga generasi baru ini juga menganut "life style" tersendiri, dimana berpergian (wisata) merupakan bagian dari aktivitas rutin mereka di kala waktu luang. Jalan-jalan ke luar negeri pun sering menjadi pilihan. Ke delapan mobil keluarga keluaran terbaru itu, kemudian satu persatu keluar dari Jalan Kebon Bibit ini, menembus hujan rintik-rintik kota Bandung di siang hari Sabtu itu, menuju ke kawasan Guci di Tegal.

Namun komunitas ini masih terlihat solid. Tampak dari dalam mobil masing-masing, mereka saling mengontak satu sama lain melalui HP keluaran terbaru. Sambil  mengirim informasi posisi masing-masing di sepanjang perjalanan ke Jawa Tengah tersebut. Di antaranya bahkan menggunakan Teknologi GPS (Geo Positioning System) yang canggih, mencari arah rute perjalanan. Terkadang diselingi dengan canda dan saling meledek jika salah satu mobil terjebak macet di jalur padat pantura tersebut, karena menjelang libur panjang akhir tahun ini.  Kebiasaan dulu semasa menjadi “anak kost” yang suka bercanda spontan apa adanya, rupanya masih belum hilang dan menjadi ciri khas mereka. Ya, mereka datang ke Guci kali ini demi memenuhi janji dan komitmen yang pernah dibuat 30 puluh tahun silam sewaktu kuliah dan tinggal di rumah kost sederhana itu. Berjanji jika kelak nanti ketika berpisah (apapun yang terjadi), akan selalu berkumpul dalam setiap acara penting keluarga, seperti Pernikahan anak, Kelahiran anak, saling menjenguk jika ada yang sedang sakit keras dan seterusnya.

Sungguh surprise, bahwa komitmen yang diikrarkan oleh mahasiswa itu dalam wujud  simbolisasi pembuatan sebuah sebuah PLAKAT ini, bisa bertahan begitu lama.. Tidak terasa, sudah lebih dari 30 tahun .......Luar biasa!

 

13566955081157011507
13566955081157011507

(Keterangn Photo: PLAKAT yang menjadi simbol persahabatan "anak-anak kost" Kebon Bibit /BONBIT ini/ Photo by: Rendra Trisyanto Surya) ***

Dan di dalam mobil masing-masing itu, "anak-anak kost" yang dulu hidup sangat sederhana sampai sering kekurangan makan itu: telah bermetamorposa  menjadi somebody” (dari sebelumnyano body”, karena dulu memang bukan siapa-siapa...).. Disitu ada yang telah menjadi dosen dan menjabat sebagai Wakil Dekan di IPB, . Ada juga yang menjadi dosen senior (Lektor Kepala) di Politeknik Negeri Bandung (POLBAN). Sementara di mobil lain, ada yang telah menjadi ahli hujan buatan, yang sekaligus menduduki jabatan eselon II di BPPT. Ada yang sudah menjadi Kepala cabang BRI, dan ada pula yang sudah menjadi engineer andalan (ahli Sesmograph) yang pernah bekerja di perusahaan minyak internasional seperti Exxon-Mobil. Bahkan ada juga yang begitu lulus dari ITB, kemudian masuk tentara hingga kemudian mencapai pangkat Kolonel di TNI AD.

Waktu yang panjang itu memberi mereka  kesempatan untuk menggunakan pendidikan yang baik tersebut, untuk "sukses" mengukir masa depan masing-masing. Kecerdasan dan kepercayaan diri yang tampak kuat itu di jalan hidupnya masing-masing: bermetamorposa menghadapi berbagai rintangan dan tantangan untuk menjadi “somebody”...

 

 

 

1356543619602906431
1356543619602906431
(Keterangan Photo: "Anak-anak Kost" BONBIT Bandung itu, yang dulu merupakan "Nobody" tersebut, kini telah bermetamorposa menjadi "SOMEBODY". Dari kiri ke kanan: Kolonel Wawan Sambas Setiawan; Syariful Sormin S.Pd; Ir. Marmin Murgianto; Ir. KGS Dahlan Ph.D; Ir Samsul Bahri M.Sc; Yuyun Serano SE; Rendra Trisyanto Surya M.Si; Ir. Agus Muharam/ Photo By: Dhinda Ayu Amelia Rendra)  ***

"Kami beruntung bertemu dan kemudian menjadi akrab dengan mahasiswa kost yang tergabung di rumah itu, yang ternyata memiliki 'Personal Chemistry' yang tidak jauh berbeda. Mungkin karena tingkat ekonomi, karakter, budaya maupun keimanan yang relatif sama... ", kata salah satu anak kost tersebut.

 

Ditambah dengan faktor keinginan (komitmen) untuk selalu bersilaturahmi di berbagai kesempatan, menyebabkan hubungan persahabatan itu langgeng hingga 30 tahun. Mereka memelihara “pohon silaturahmi” dalam sebuah simbolisasi  PLAKAT. Sesuatu yang sebenarnya semakin langka ditemui dalam komunitas dewasa  ini. Apalagi setelah tidak lagi menjadi mahasiswa dan asyik disibukkan oleh berbagai pekerjaan rutin dan urusan keluarga masing-masing. Biasanya teman lama hanya dikenang sebatas dalam bentuk photo jadul (jaman dahulu) semata-mata.... yang tersimpan di album, yang biasanya juga sudah menjadi kucel karena jarang dilihat...

Silaturahmi itu ibarat sebuah pohon, yang akan tumbuh terus subur, jika kita rajin menyiraminya....”, lanjut Bonbitters lain.

 ***

Akhirnya, mobil-mobil rombongan keluarga tersebut satu persatu tiba di villa Katurangga di Guci. Acara Reuni bersama anak cucu itu pun seolah-olah  mengabaikan berbagai kesibukan turin selama ini dan  waktu mereka. Karena mereka semua kembali ke kenangan masa lalu....sebagai mantan mahasiswa....

Selama reuni di taman wisata air panas GUCI di Tegal – Jawa Tengah ini, tidak sekali pun terdengar pembicaraan serius mengenai pekerjaan rutin masing-masing (meskipun semuanya termasuk orang-orang super sibuk). Suasana berlibur juga sangat terasa, ketika mereka berembuk menyusun acara sedemikian rupa agar pertemuan reunian ini bukan  hanya sekedar kangen-kangenan semata.  Berbagai acara yang bersifat nostalgia dan juga mendidik kemudian disusun. Salah satu acara yang menarik adalah, ketika mengumpulkan uang sekedarnya untuk kemudian disumbangkan ke masyarakat miskin di sekitar Guci.

"Kami ingin memberi pesan kepada anak-cucu, bahwa kegiatan reuni itu tidak selalu identik dengan kegiatan bersenang-senang, berlibur dan hura-hura. Akan tetapi  juga bisa sebagai media untuk sejenak merenung, sedikit berkontemplasi.. Dan itu saja, juga menjalin dan memelihara kembali Inter personal Communication yang melemah dan hampir terputus... Termasuk bersama-sama merasakan penderitaan orang miskin yang masih banyak di sekitar kita...", kata salah seorang anak kost tersebut.

 

Kegiatan demi kegiatan yang dilakukan di sana, kemudian secara alami mencairkan (Ice Breaking) "butir-butir es" yg karena jarang ketemu: sempat menyelimuti pohon silaturahmi komunitas tersebut. Pohon yang dilambangkan dalam sebuah PLAKAT, memang selalu di bawa kemana-mana oleh komunitas ini setiap kali mengadakan pertemuan.  Menarik bahwa sebuah komitmen informal yang dibuat ini, masih bisa kukuh tegak, tidak tergoyahkan oleh deru nafas kesibukan kehidupan masyarakat modern yang sering kali bersifat acuh, material dan mengabaikan simbol-simbol paguyuban. 

"Ada kalanya kita memang merindukan untuk ngobrol tentang masa lalu dengan orang-orang yang kita kenal dekat saat dahulu. Ya semacam  'melepaskan dahaga' dari jeratan rutinitas kehidupan yang begitu tinggi ..", begitu kata salah seorang Bonbitters.

Suasana kerinduan dan nostalgia terhadap “masa lalu” memang menjadi dominan di hampir semua bentuk kegiatan reuni di mana pun.... Kerinduan terhadap keceriaan dan tegur sapa yang lugas, polos itu "apa adanya". Canda tawa sesama yang lepas dan tulus seperti dahulu ketika hidup dalam kesederhanaan. "Walaupun dahulu kami semasa mahasiswa hidup begitu sederhana. Namun kami tetap memiliki tekad yang kuat dan determinasi yang cukup tinggi juga menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang luar biasa banyak, dan sangat menyita waktu dan energi pikiran ........", lanjut salah seorang "anak kost" yang lain tentang suka dukanya ketika menjadi mahasiswa, saat acara mengenang kesan-kesan masa lalu itu...

 

13565439201809250230
13565439201809250230
(Keterangan Photo: Para "Anak-anak Kost" BONBIT itu, yang kini telah semakin gaek dan bertambah umur sebagai Bapak/Ayah tersebut. Sempat dikerjain oleh anak-anak dan cucu-cucu mereka untuk mau berpose dengan gaya lucu-lucuan seperti ini/ Photo By: Dhinda Ayu Amelia Rendra) 
****

Reuni dua hari tersebut kemudian  terlarut sejenak dalam kenangan masa lalu..  Suasana itu menjadi semakin mengharukan (tapi sekaligus mengundang tawa), ketika salah satu diantara “anak kost” tersebut bercerita yang lucu-lucu semasa tinggal kost di rumah BONBIT di depan anak-anaknya. Padahal dia sebenarnya salah seorang pejabat eselon II yang sering dipandang anak-anaknya  sangat menjaga wibawa ketika di kantor maupun di rumah. Disaat lain, ada “anak kost” yang bergelar Ph.D dari Australia yang biasanya terlihat serius dan sangat berbicara ilmiah di kampus Pasca Sarjana IPB itu. Kemudian menjadi larut dalam canda tawa lepas dan membuat banyolan-banyolan segar. Anak-anak mereka yang menjadi penonton acara “cerita dari masa lalu” itu, terlihat ceria namun tertawa geli melihat tingkah laku lucu bapak-bapaknya itu. Terlebih-lebih lagi ketika anak-anak kost (bapak-bapak) itu diminta berpose untuk diphoto dengan gaya “lucu”.  Dan terlibat saling meledek dan mentertawakan dirinya masing-masing ketika  mengingat “masa galau” di malam minggu (ketika menjadi “jomblo” istilah anak sekarang). Bagaimana kemudian gitar sederhana dan gendang panci  di rumah kost menjadi sasaran untuk menghibur diri bernyanyi-nyanyi di malam minggu yang kelabu itu... mengusir sepi...

 

[caption id="attachment_231965" align="alignleft" width="257" caption="Kgs Firdaus (yang merupakan salah satu anak-cucu yang baru tamat SLTA itu), terlihat tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita om-omnya / Photo by: Rendra Trisyanto Surya)"]

1356697107218237122
1356697107218237122
[/caption] Acara “cerita masa lalu” itupun semakin seru, ketika mengingat  bagaimana Bibi Ijah (pembantu harian yang memasak di rumah kost ini setiap hari), sering kewalahan mengatur menu masakan karena uang makan harian yang diberikan begitu pas-pasan. Akan tetapi dia harus dapat memenuhi kebutuhan dari ke delapan mahasiswa tersebut. Sang Bibi akhirnya harus membagi ayam yang dibeli menjadi potongan-potongan demikian kecil, agar cukup buat makan untuk semua.  Yang terjadi kemudian, potongan Ayam habis sebelum nasi di piring dihabiskan. Bahkan sering terjadi, anak kost yang telat pulang dari kampus, tidak kebagian potongan ayam yang sudah dipotong kecil tersebut di meja makan. Mungkin itulah sebabnya, karena urusan makan ini begitu susah semasa itu, yang menyebabkan para anak kost sekarang  tampak terlihat gemuk dan buncit. Mereka menjadi sering "balas dendam": mengunjungi tempat-tempat  makan enak (berwisata kuliner) setelah "menjadi orang"...

 

Salah seorang dari mereka kemudian menceritakan cerita lucu lain. Bagaimana ketika wesel kiriman uang bulanan dari orang tuanya di Sumatera yang sering  terlambat datang. Akhirnya, secara diam-diam dia sering makan nasi seadanya dengan kecap dan garam. Namun dilakukan dengan bersembunyi-bunyi di dalam kamar, karena malu ketahuan kemiskinannya yang sudah masuk kategori "gawat" ini.... Semua menjadi tertawa 'geer' mendengar pengakuan yang tulus cerita nostalgia masing-masing ini... Meskipun hal ini sebenarnya cukup mengharukan... Karena ternyata mahasiswa yang kekurangan gizi tersebut adalah mahasiswa ITB, yaitu mahasiswa dari salah satu kampus tertua, elit dan bergengsi di Indonesia tersebut. Gimana mau menjadi pintar kalau kurang gizi..?? hehe2...

 

Selanjutnya, dari acara demi acara yang berjalan dengan santai itu. Banyak pelajaran yang bisa dipetik oleh  anak dan cucu mereka. Banyak juga rahasia (informasi) yang sebelumnya tidak diketahui oleh masing-masing Bonbitters, hari ini terkuak. Namun lebih dari itu, reunian ini menjadi semacam forum informal mendiseminasikan nilai-nilai (values) dari pengalaman kuliah para orang tua mereka dari masa lalu, untuk di sharing ke anak-anaknya  sekarang. Uniknya, anak-anak itu juga asyik dan tekun mendengarkan cerita masa lalu para orang tuanya tersebut yang seringkali tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Mungkin karena sebagian besar dari anak-anak tersebut sekarang telah menjadi mahasiswa. 

 

***

Hari terakhir dalam acara reunian diselingi dengan acara berolahraga.

"Karena bukankah hanya dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat? Dan dari jiwa yang sehat nanti akan muncul kecerdasan dan berbagai ide kreatifitas. Jadi, Olahraga adalah hal penting buat bekal hidup  sukses...", kata salah seorang dari Bobitters di pagi esok hari itu. 

Rombongan delapan keluarga besar BONBIT itupun kemudian mendaki bukit  Taman Wisata Air Panas Guci, sambil tentu berphoto ria menggunakan Digital Camera keluaran terbaru, Tablet PC, Ipod Touch, Video  Camera dan berbagai ikon modernisasi masyarakat modern, yang berbau Teknologi tersebut. Acara selanjutnya diteruskan dengan berjam-jam mandi di air panas geothermal GUCI. Malamnya ditutup dengan bernyanyi dan berkaraoke bersama menyanyikan berbagai genre musik lama mulai dari dangdut, pop, reggae hingga rock bersama anak dan cucu....

Ketika malam semakin larut... Sayup-sayup lirik-lirik kalimat lagu "Kemesraan" yang dinyayikan oleh Iwan Fals, terdengar mengalun dari kejauhan di Taman GUCI ...yang sunyi tersebut...

Kemesraan ini janganlah cepat berlalu.. Kemesraan ini Ingin kukenang selalu.... Hatiku damai Jiwaku tentram disampingmu... Hatiku damai Jiwaku tentram bersamamu ... .... ...

Esoknya, Senin siang tanggal 24 Desember 2012..  Ketika awan tebal mulai perlahan-lahan menutupi langit dan udara Guci. Acara diakhiri dengan  berphoto bersama seluruh keluarga besar BONBIT secara lengkap. Acara Reuni ini pun ditutup dengan doa bersama... Kemudian kedelapan “anak kost” (berserta keluarganya masing-masing tersebut) pamit mundur...

 

[caption id="attachment_231967" align="alignnone" width="768" caption="(Anak-anak dan cucu yang tampak begitu ceria berphoto bersama para Ibu/Bapaknya... Sebelum cara olahraga dimulai. /Photo: dokumentasi pribadi)"]

13566975151394977049
13566975151394977049
[/caption]

Kemudian satu-persatu mobil berplat nomor F, D dan B itupun meninggalkan tempat reuni. Villa Katurangga di kawasan Duta Guci Indah itu, kembali sepi, di antara sejuknya udara Pegunungan Slamet. Deru mesin mobil itu semakin terdengar sayup-sayup menjauh... meluncur menembus kemacetan jalan raya menuju Kota Slawi, Tegal, Brebes, Cirebon, Kuningan. Dan terus melaju pulang ke rumah masing-masing di Bandung, Bogor  dan Jakarta.... ... Membawa cerita dan kenangan manis: ibarat bunga-bunga kehidupan yang semerbak harum, yang mungkin akan terus dikenang sebagai memorablia...

"Selamat jalan The Bonbitters...selamat sampai di rumah masing-masing ....!",

 

[caption id="attachment_231620" align="aligncenter" width="812" caption="(Objek wisata pemandian air panas dan villa dari atas bukit di tengah  udara sejuk GUCI, Slawi Tegal /Photo by Rendra Trisyanto Surya)"]

1356544151299753080
1356544151299753080
[/caption]

 Di dalam mobil yang saya tumpangi kembali pulang ke Bandung, saya membuat catatan kecil sebagai berikut:Kebersamaan ini memang cuma bisa dilakukan sejenak. Karena kita semua punya kehidupan rutin masing-masing yang harus dijalankan dalam waktu yang lain....

 

Namun pertemuan ini telah memperkuat kembali ikatan batin komunitas keluarga besar BONBIT 54/58 tersebut. Tawa tulus yang lepas membahana ke langit-langit sore taman wisata air panas Guci itu,  menembus dimensi ruang dan waktu di kaki Gunung Slamet... Di antara hijauan hutan  yang seakan acuh dan selalu mendung serta gerimis itu. Gema canda tawa komunitas ini kelak akan bercerita banyak ke anak-anak  dan cucu para Bonbitters tersebut kelak... Bahwa nun di sana... ada "persahabatan sejati" yang mudah-mudahan tidak akan dilunturkan oleh waktu........

 

[caption id="attachment_231621" align="alignnone" width="569" caption="(Ketika Keluarga Besar BONBIT/The Bonbitters Family,  berpose bersama menjelang acara reunian bubar... Photo by: Dhinda Ayu Amelia )"]

13565443411125062057
13565443411125062057
[/caption]

 

(Catatan:

Terima kasih buat Ir Marmin Murgianto/ salah satu Bonbitters, yang telah memfasilitasi dan menjadi tuan rumah yang baik selama reuni di Guci ini. Sehingga membuat pertemuan reuni GUCI selama dua hari ini menjadi terselenggara dan patut dikenang... Selamat Ulang Tahun Perkawinan Perak buat Marmin dan Isteri. Dan  SELAMAT TAHUN BARU 2013 juga buat semua....! VIVA The Bonbiters Family...!. Viva Forever...!!)

 

(Ditulis di villa GUCI tanggal 24 Desember 2012 oleh: Rendra Trisyanto Surya/salah seorang “anak kost”/BONBITTERS)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun