Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan dan Itinerary ke Yogya/Solo (Catatan Ber-Backpacking - Bag 1)

17 November 2012   00:57 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perencanaan perjalanan (disebut dengan: Itinerary) sebenarnya perlu dibuat untuk perjalanan wisata yang panjang, agar kegiatan demi kegiatan tersebut terencana dengan baik, apalagi berkunjung ke tempat yang kita tidak begitu kenal (karena pasti banyak hal-hal tidak terduga dan perubahan yang akan terjadi). Dengan membuat Itinerary ini paling tidak, kita sudah mengumpulkan informasi awal terlebih dahulu tentang kota dan objek wisata yang akan didatangi (bagaimana mungkin membuat rencana perjalanan tanpa informasi pendahuluan, bukan?). Itinerary membuat waktu yang terbatas tersebut menjadi efisien dan efektif. Sumber data bisa berasal dari buku wisata, artikel di website dan informasi kunjungan terbaru yang dilakukan travller/backpacker lain. Tulisan dua bagian ini (bagian-1 dan bagian 2) diharapkan dapat menjadi semacam referensi tambahan bagi para backpackers yang berniat mengunjungi kota Yogya dan Solo, khususnya selama 5 hari sebagaimana yang dilakukan oleh penulis.

***

Kota Yogya dan Solo memang menarik. Bukan saja karena Jokowi (Gubernur baru DKI tersebut) berasal dari kota Solo, dan Sultan Hamengkubowono hingga saat  ini masih merupakan sosok kharismatik bersama Tahta Rakyatnya. Akan tetapi, karena begitu banyak tempat menarik untuk dikunjungi di kawasan ini yang bersifat kebudayaan, seni tradisional Jawa dan wisata kuliner tradisional yang khas.  Bahkan tiga dari tujuh lokasi The World Heritage yang terdapat di Indonesia berada di kedua wilayah ini.

Bagi para wisatawan asing, bahkan kota Yogya dan Solo telah menjadi tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Pulau Bali. Kawasan ini merupakan pusat budaya Jawa yang sampai saat ini masih mampu mempertahankan pernik-pernik serta ikon/simbol budaya etnik terbesar bangsa Indonesia tersebut. Tentu saja, arus modernisasi juga ikut menggerus sisi-sisi sebuah kota sebagaimana lazimnya. Kota Yogya saat ini juga merupakan pusat berbagai kegiatan bisnis dengan segala hiruk-pikuk kesibukannya. Namun, justru perpaduan kultur masyarakat Jawa asli (tradisional) dan dinamika kehidupan masyarakat modern Indonesia inilah yang menyebabkan kota Yogya dan Solo menjadi unik sebagai tujuan wisata banyak orang. Tiga objek wisata kelas dunia (The World Heritages) yaitu Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Museum Situs Manusia Purba Sangiran membuat wilayah ini menjadi lebih istimewa.

Demikian juga halnya saya, yang sudah cukup lama menyimpan keinginan untuk mengunjungi kedua kota tua ini “sebagai turis penuh” (yang tidak tergesa-gesa oleh keterbatasan waktu karena sambil melakukan pekerjaan lain sebagaimana biasanya jika berpergian ke daerah-daerah). Akhirnya baru bulan September 2012 ini niat tersebut kesampaian. Seperti biasa, sebelum berangkat saya selalu membuat perencanaan perjalanan secara mendetail (membuat itinerary). Memang, dalam kenyatannya tidak semua hal yang direncanakan tersebut bisa diikuti karena banyak hal yang kemudian terjadi diluar dugaan. Tapi paling tidak, dengan adanya itinerary ini perubahan tersebut tidak membuat kita melakukan aktivitas seenaknya sehingga buang-buang waktu perjlanan yang terbatas tersebut.

Aneh juga memang, bahwa dari 12 buku wisata tentang Yogya/Solo yang saya koleksi sejak lama tersebut sebagai referensi awal. Ternyata hanya satu buku saja yang menulis mengenai wisata kota Solo. Mengapa kota Solo seperti kalah pamor dari kota Yogyakarta, ya?

Selain dari buku, data refrensi lain yang saya cari adalah dari berbagai artikel perjalanan yang banyak ditulis para backpackers tentang Yogya/Solo di berbagai webblog mereka di Internet (catt: mudah-mudahan artikel inipun akhirnya menjadi salah satu referensi  juga ya..hehe2..). Namun demikian, tidak semua informasi detail yang saya perlukan terdapat diblog di Internet dan di buku perjalanan wisata yang banyak beredar tersebut. Misalnya, bagaimana cara menuju ke Museum Manusia Purba di Sangiran dengan menggunakan bis (kenderaan umum) atau motor sewaan? Apa yang menarik yang ada di toko barang antik Pasar Khlitikan di Yogya maupun Pasar Triwindu di Solo? Bagaimana trik tawar-menawarnya, apa yang menarik dari pertunjukkan sendratari Ramayana Dance di panggung terbuka candi Prambanan yang eksotik itu? Bagaimana menikmati sunset di candi Borobudurdan sebagainya.

Selain itu, harga-harga tarif yang ditulis dalam buku/webblog tersebut ternyata sudah banyak berubah secara signifikan (hampir dua sampai tiga kali lipatnya). Dengan demikian, mudah-mudahan artikel sederhana ini dapat meng-update beberapa informasi yang diperlukan untuk ber-backpacking ke kota Yogya/Solo dan sekitarnya tersebut.

Hari Pertama (Rabu, 12 Sept 1012)

Dalam perjalanan wisata kali ini sengaja saya lakukan bukan pada hari libur. Karena saya ingin menghindari suasana “peak season” seperti kemacetan di jalan, kehabisan tiket di berbagai tujuan/objek dan menumpuknya pengunjung sebagaimana sering terjadi sehinggga seringkali mengurangi kenyamanan dalam berwisata. Kerumunan pengunjung yang terlalu banyak menyebabkan saya menjadi tidak leluasa menikmati, merenungkan dan membuat berbagai kegiatan photography yang juga merupakan hobi saya yang lain.

Tiket kereta api dari Bandung ke Yogya sudah saya pesan sebulan sebelumnya. Namun demikian, memang akhirnya banyak hal yang tidak terduga terjadi juga, dan hampir saja membatalkan secara total rencana perjalanan ini. Niat semula untuk berangkat hari Rabu tanggal 29 Agustus 2012, harus diubah menjadi hari Rabu tanggal 12 September. Karena ada permintaan pekerjaan yang mengharuskan saya mengajar training dulu di Jakarta dengan honor yang lumayan besar sehingga sayang untuk diabaikan. Mengenai Tiket Kereta Api, ternyata ada aturan baru dari PT KAI. Tiket Kereta Api yang sudah dibeli, hanya dapat sekali saja diubah jadwalnya (dengan biaya administrasi sebesar Rp 10.000 per-tiket). Untuk perubahan yang kedua kalinya (dan inipun hampir saja terjadi dengan saya!), maka tiket menjadi hangus alias batal. Sehingga tidak dapat dipergunakan lagi oleh siapapun. Kebijakan yang sangat mempengaruhi rencana perjalanan jika kita tidak hati-hati memahaminya.

Bahkan setiap tiket KA harus mencantumkan nama pembeli dan No KTP sesuai KTP/SIM  tersebut, yang kemudian akan diperiksa secara ketat dipintu gerbang stasiun. Bukankah ini kebijakan bagus untuk menghilangkan kegiatan pencaloan tiket kereta Api? Tentu saja, tapi kebijakan tersebut menurut saya masih menyisakan masalah bagi penumpang. Bagaimana jika kebetulan penumpang yang bersangkutan batal berangkat sampai dua kali (karena satu dan lain hal) yang benar-benar tidak ada urusannya dengan kegiatan pencaloan itu? Nampaknya pihak PT KAI tidak mempertimbangkan faktor ini!

Ya, sudahlah...!

Yang jelas, modus transportasimenggunakan Kereta Api ini bagi saya lebih mengasyikkan. Karena selain berbiaya murah, lebih lega posisi kursinya, dan nyaman (bahkan kelas eksekutif dilengkapi dengan AC yang menghasilkan udara yang segar). Saya memutuskan berangkat dipagi hari, bukan malam hari seperti yang kebanyakan dilakukan orang, karena saya ingin dapat menikmati view dari jendela kereta sepanjang Jawa Barat dan Jawa Tengah/DIY, seperti apakah suasana kampung-kampung yang dilewati...

Berikut catatan rinci kegiatan berwisata ke Yogya/Solo ala Backpacker tersebut:

[caption id="attachment_223952" align="alignright" width="337" caption="(Suasana salah satu gerbong Kereta Api Eksekutif Lodaya jurusan Bandung ke Yogya yang hari itu banyak diisi oleh turis asing. /Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"][/caption]

- - Jadwal KA “Lodaya Pagi” berangkat jam 08:00 pagi dari stasiun utama kota Bandung menuju kota Yogyakarta. Jarak rumah saya (yang kebetulan berada di luar kota), menuju ke Bandung membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Saya keluar rumah dari kota Cimahi sekitar jam 07.00 untuk mengejar jam keberangkatan tersebut. Dan  alangkah kagetnya! Ternyata ojek yang biasanya banyak mangkal disekitar rumah tidak terlihat satupun di pagi hari kerja yang super sibuk tersebut. Wah, celaka..nih! Belum apa-apa, rencana perjalanan ini sudah dihadang permasalahan yang hampir saja membatalkan seluruh perjalanan ini (jika terlambat sampai di stasiun kereta api). Tentu tidak mudah juga mencari taksi di tengah kemacetan lalu lintas kota Cimahi yang macetnya bukan main  dipagi hari itu. Ya, begitulah, memang selalu ada saja hal-hal yang tidak terduga dalam setiap perjalanan (yang bahkan mungkin tidak terpikirkan sama sekali).

--  Ketika waktu yang masih tersisa tinggal 1 jam lagi, maka dengan cepat saya memutuskan untuk membawa motor sendiri saja (kebetulan saya berangkat berdua dengan anak laki-laki saya). Maka kami dari rumah berboncengan di motor tersebut dengan menyandang ransel masing-masing. Motor ternyata bisa lebih cepat dari mobil dalam hal menerobos kemacetan yang luar biasa itu. Tampaknya kemacetan di pagi hari kerja sudah menjadi fenomena disemua kota di Indonesia, termasuk di sepanjang kota kecil Cimahi hingga menuju ke kota Bandung yang berjarak 30 Km ini. Mungkin ini sebabnya banyak orang pergi ke Yogya/Surabaya dengan KA selalu dilakukan di waktu malam hari.

?) -Untunglah, kami berhasil sampai di stasiun Kebon Kawung Bandung kira-kira 15 menit sebelum kereta tersebut berangkat. Dan dengan tergesa-gesa motor segera dititipkan ke tempat parkir resmi, dan diinapkan selama 5 hari. Ternyata semua stasiun KA saat ini  memiliki tempat penitipan motor/mobil resmi milik PT KAI,  yang bisa menampung kenderaan tersebut selama berhari-hari dengan biaya yang relatif murah. Untuk motor cukup sebesar Rp 12.000 per hari.

--  - Kemudian jam 08:00 Kereta api Lodaya Pagi tersebutpun mulai bergerak perlahan dan berangkat meninggalkan kota Bandung menuju ke Yogya, dalam perjalanan yang menghabiskan waktu selama 8 jam. Di dalam kereta api, saya melihat kursi-kursi kereta yang banyak kosong. Bahkan penumpangnya lebih banyak didominasi oleh para turis asing. Apakah karena saat ini merupakan “low season” di Indonesia, tapi musim winter di negara Barat sana? Atau rombongan turis asing ini juga sengaja pergi di hari Rabu untuk menghindari segala kerepotan bertransportasi di saat week end tersebut?

[caption id="attachment_224032" align="alignleft" width="336" caption="(Seorang penjual postcard dari desa yang dilewati, dipemberhentian stasiun kecil "Cipendeuy". Tewtap semangat menjual dagangannya, termasuk beberapa peta detail pulai Jawa-Bali itu. Kira-kira siapa ya target pembelinya? Banyakkah turis asing melewati daerah ini? / Photo by: Rendra Trisyanto Surya) "]

1353135416989226122
1353135416989226122
[/caption] -Jam 16: 20 akhirnya KA Lodaya tersebut tiba di stasiun TUGU Yogya. Kota yang terakhir saya kunjungi pada tahun 1978 lalu sewaktu masih dibangku SMA (wow, kampungan juga nih..! hehe..). Sesaat sempat agak grogi juga, mengingat tidak ada satupun kenalan/teman yang saya kenal di kota gudeg ini. Untung sebelumnya, saya sudah mempersiapkan “teman cadangan” melalui proses searching dan komunikasi di Internet. Saya menemukan di dunia Cyber,  anak-anak muda Yogya yang kreatif berbisnis dalam bidang jasa penyewaan motor/mobil murah mengikuti trend akhir-akhir ini buat para backpackers lokal maupun asing. Saya percaya kepada mereka (berdasarkan beberapa testimoni konsumen di website mereka). Usaha jasa sederhana ini bernama Transmojo. Perusahaan jasa ini memang unik, karena memberikan berbagai jasa yang tidak lazim seperti jasa Taxi Motor dan Bantuan Pemesanan Hotel bagi turis dari luar kota Yogya. Saya telpon orang-orang Transmojo dan janji menjemput dengan Taxi Motor-nya, (dengan biaya Rp 10.000 per motor). Kemudian motor taxi tersebut mengantar saya dan anak saya ke Homestay “Crystalit” di kawasan Prawirotaman, yang juga sudah mereka pesankan sebelumnya dengan biaya booking hotel Rp 20.000. Bahkan Transmojo bersedia membayarkan uang muka ke hotel tersebut terlebih dahulu sehingga masalah penginapan menjadi pasti. Suatu hal yang sebenarnya gampang-gampang susah jika booking hotel hanya dilakukan melalui e-mail/telpon dari jarak jauh.  Terlebih lagi di saat peak season....Umumnya homestay tersebut merupakan usaha penginapan sederhana dengan manajemen keluarga yang dikelola  seadanya, sehingga tidak selalu dapat dipegang komitmennya.

[caption id="attachment_224033" align="alignleft" width="370" caption="(Daftar beberapa nama hotel murah bertarif dibawah Rp 200.000 per malam di kawasan komunitas backpakers Bule di Prawirotaman - Yogyakarta. Fasilitas Ac, kolam renang, internet dll dengan konsep  Homestay, menyatu dengan aktkvotas sehari-hari penduduk disana. Inikah yang banyak diinginkan oleh turis bule backpacker, merasakan dan mengalami "the real of Yogyakarta"? ?Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]

13531358331342403942
13531358331342403942
[/caption] -Setelah beristirahat sepanjang sore di hotel yang dingin ber-ACitu, namun cukup bersih dan aman. Malam harinya saya memulai petualangan dengan mencoba naik becak (yang banyak mangkal di depan hotel/penginapan), menyusuri kota Yogya menuju kawasan Malioboro. Ongkos becak ini sekitar Rp 25.000 (pulang pergi) dari jalan Parangtritis (lokasi Prawirotaman ini). Uniknya, naik becak di Yogya, waktu kemudian seperti menjadi milik penumpang. Artinya, kita bisa berhenti dimana saja yang kita inginkan dan sang tukang becak dengan legowo akan menunggu selama mungkin. Asyik khan..? Mungkin mas becak ini pikir, win-win solution-lah! Karena dia bisa sambil istirahat juga dari pekerjaan super fisik ini ketika menungu penumpang belanja, makan dan sebagainya itu. Kesempatan ini saya manfaatkan untuk mencari makan malam dan oleh-oleh. Dan akhirnya kembali ke hotel dengan menggunakan becak yang sama (catt: ini yang namanya “Becak Turis” ala Yogya?)

--Tukang becak ini kemudian menawarkan untuk membawa kami ke pusat oleh-oleh yang katanya lebih murah harga-harganya dibandingkan kawasan Malioboro, yaitu sentra penjualan baju batik di jalan Rostowijayan. Bahkan sebelumnya kami dibawa mampir terlebih dahulu ke tempat pelukis batik terkenal yang merupakan abdi dalem Kraton itu, yaitu Sanggar Lukis Pak Suhardi. Ternyata memang betul, harganya lebih murah sampai 40% dibandingkan tempat lain setelah beberapa hari kemudian kami mampir ke beberapa tempat pelukis batik sejenis ditempat lain.

-- Pulang dari Rostowijayan, kami istirahat total sampai keesokan harinya.

[caption id="attachment_224034" align="alignleft" width="571" caption="(Deretan becak turis ala kota Yogyakarta, yang sedang mangkal disekitar Kraton. Suiap membawa anda ke mana saja menyusuri kawasan Kraton atau kota Yogyakarta. Becak yang berjalan perlahan itu, cukup menarik dinaiki di sore hari karena penumpang dapat menikmati suasana diperjalanan sambil membuat photo-photo dari atas becak, dan bisa berhenti dimana saja. Suatu hal yang agak sulit dilakukan dari dalam mobil yang berjalan. /Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]

13531357391687161600
13531357391687161600
[/caption] Hari Kedua (Kamis, 13 September 2012)

-- -Pagi-pagi saya mencari informasi wisata ke resepsionis hotel. Surprise bahwa hampir disemua hotel dan penginapan di Yogya ternyata menyediakan sebuah peta sederhana (buatan sendiri) yang lebih detail dan fokus berisi lokasi menuju objek-objek wisata dalam kota Yogya yang layak didatangi para tamu hotelnya (bahkan termasuk posisi hotel dimana kita menginap agar membantu tidak nyasar ketika kembali). Di meja resepsionis juga terdapat brosur penawaran berbagai alternatif paket-paket wisata yang dekat maupun jauh dari kota Yogyakarta (hingga wisata Bromo/Dieng ke Jawa Tengah) dalam berbagai program dan level biaya. Saya tertarik mengambil satu paket wisata yang ada disana,  yaitu ke candi Prambanan. Selain lokasinya berada jauh di luar propinsi DIY yang pasti merepotkan jika menggunakan kenderaan umum sebagaimana  halnya gaya backpacker. Juga kesana harus pulang larut malam juga sekalian menonton “Sendratari Ramayana (Ballet Ramayana Dance)” yang terkenal hingga ke manca negara tersebut. Pertunjukkan ini unik karena diadakan langsung di panggung terbuka di kawasan candi Prambanan (dan candi menjadi latar belakangnya).

Sebenarnya saya sering melihat pertunjukkan ini diberbagai acara di televisi, akan tetapi menyaksikan langsung (live) tentu lebih menarik. Meskipun cerita dongeng Ramayana ini sudah terlalu umum kita kenal. Namun experience yang unik tersebut yang ingin saya dapatkan dengan melihat langsung. (Jadi, biarlah agak keluar sedikit dari rencana wisata ala backpacker ya, hehe2.... )

T   -Tiket menonton acara ini memang lumayan mahal, yaitu Rp 150.000 perorang. Itupun untuk kursi kelas-1 dan Rp 350.000 untuk VIP yang kursinya persis di depan panggung sehingga pas banget untuk yang hobi photography karena dekat dengan pencahayaan tata panggung dimalam hari yang lumayan bagus cuacanya itu  (catt: mengenai pertunjukkan ini akan saya tulis artikelnya tersendiri )

--Akhirnya, sesuai perjanjian dengan resepsionis maka jam 14:15 kami sudah dijemput dari hotel dan berangkat mengunjungi Kota Gede terlebih dahulu (sambil lewat) untuk melihat kerajinan perak.  Saya tidak begitu tertarik karena bengkel kerajinan perak yang dikunjungi ini terlihat ekslusif dan mahal buat kantong backpackers (catt: ada artikel tersendiri mengenai hal ini nanti). Tidak berlama-lama disini, maka perjalanan terus berlanjut hingga sore harinya ke candi Prambanan (catatan: Cuaca Yogya di siang hari itu sangat panas, sehingga dianjurkan ke Prambanan saat pagi atau sore hari). Lalu malam harinya dilanjutkan dengan menonton sendratari Ramayana disana yang pertunjukkannya dimulai jam 19:30 – 21:30. Buat saya aneh juga! Kok pertunjukkan bagus, unik (pertunjukkan di The World Heritage Sites), kok jarang sekali dibahas dalam buku-buku wisata tentang Yogya/Solo ? Apakah karena harga tiketnya yang masuk kategori mahal buat kantong para backpackers lokal? Atau karena moda transportasi yang mengharuskan pulang larut malamnya sehingga menjadi kesulitan tersendiri? 

[caption id="attachment_224035" align="alignleft" width="424" caption="(Candi  Prambanan merupakan objek wisata yang menarik dan juga menjadi tujuan wisatatingkat dunia lho. Dengan  no 642 dalam daftar ribuaan tujuan wisata dunia menurut versi " The World Heritage Sites of  Unesco" tersebut/  Photo by: Rendra Trisyanto  Surya)"]

13531358961444928767
13531358961444928767
[/caption] -Memang betul, saya terpaksa harus menyewa mobil (berikut supirnya) untuk transportasi pulang-pergi Yogya-Prambanan ini dengan biaya transport sebesar Rp 100.000 per orang (wah, ini bukan backpackers lagi kali ya..hehe..!). [caption id="attachment_223953" align="alignleft" width="498" caption="(Sang "Backpacker gaek" sedang berpose di depan pintu gerbang masuk pertunjukkan "The Ramayana Dance" di kawasan candi PRAMBANAN. /Photo by: Bobbie Tisna Anandika Rendra) "]
1353113202763800559
1353113202763800559
[/caption]

-- Kamis pagi (sebelum ke Prambanan di siang harinya), saya jalan-jalan sejenak ke sekitar Kraton dengan menggunakan becak. Di Kraton saya ditemani oleh guide freelance yang banyak berkeliaran disana yang  merupakan abdi dalem yang mencari penghasilan tambahan. Uniknya, mereka bersedia dibayar berapa saja ketika ditanya berapa tarifnya? “Seikhlas bapak saja...!”, katanya. Lhok kok seikhlasnya? Katanya, abdi dalem dilarang menentukan ongkos dan tidak boleh mengkomersilkan diri. “Itu pesan Sultan...!”, lanjutnya.

-- Kemudian selama kurang lebih 2 jam, saya menelusuri semua sudut bangunan Kraton yang terkenal di Indonesia itu. Mulai dari bagian depan hingga ke kediaman Sultan dibagian belakang dengan diiringi penjelasan menarik yang tidak putus-putusnya oleh guide berusia lanjut dan ramah tersebut. Tak lupa saya membuat photo-photo yang menurut saya menarik untuk dijadikan objek photo (karena keunikan dan kekunoan bangunannya).

Bahkan photo bunga Asoka yang menjadi hiasan abadi istana tersebut sejak ratusan tahun silam itu, mengilhami saya membuat Puisi berjudul “Kutulis Namamu”. Memang benar, tanpa guide, kunjungan ke Kraton ini menjadi hambar karena gedung (beserta suasananya) itu tidak dapat "berbicara" banyak, meskipun penuh dengan nilai-nilai budaya, spritual dan historis Jawa kuno... Bahkan keberadaan guide ini juga menarik, karena sering saya malah berdiskusi hangat mengkonfirmasi informasi sebelumnya yang saya peroleh tentang Kraton.

[caption id="attachment_223958" align="alignleft" width="621" caption="(Mengkoleksi Postcards, pin dan buletin infomarsi tentang objek wisata yang dituju, merupakan hobi saya yang lain. Seperti yang saya lakukan di toko souvenir di pintu masuk Kraton Ngayogyakarta Hadinigrat ini. Bukankah perjalanan wisata itu juga merupakan sarana pembelajaran terhadap perbedaan dan sesuatu yang baru dan unik ? Dengan wisata kita belajar sesuatu darin perbedaan... /Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]

1353113678265349242
1353113678265349242
[/caption]

-- Sebelum masuk, saya mampir sejenak ke satu-satunya toko souvenir di dalam kawasan Kraton. Disini hobi saya mengoleksi kartu pos bergambar sejak lama tentang berbagai hal yang indah dan unik dari berbagai tempat yang pernah saya kunjungi menjadi terpuaskan. Tersedia cukup banyak postcard tentang Kraton yang jarang bisa saya jumpai di tempat lain, bahkan lengkap dengan photo para Raja, termasuk kegiatan penting Kraton. Saya membeli banyak postcards, gantungan kuci, topi, photo berlogo Ke-Sultanan dan berbagai oleh-oleh yang berkaitan dengan pernik-pernik khas Kraton. Hal ini penting (buat saya penting sebagai memoribilia/koleksi untuk mengingatkan perjalanan yang sudah dilakukan). Misalnya Gelas muck berlogo Kraton hanya berharga Rp 50.000. Kartu Pos sekitar Rp 3.000 perbuah. Penjualnya yang para prajurit kraton itu, juga ramah melayani sambil mengajak berguyon dan bercanda ala Yogya, sehingga banyak informasi tambahan  yang saya peroleh mengenai Kraton dan Yogya pada umumnya.

[caption id="attachment_224037" align="alignleft" width="350" caption="(Suasana sarapan pagi disalah satu homestay bertarif Rp 200.000 permalam di Prawirotaman-Yogyakarta. Cukup murah, karena selain dilengkapi dengan AC, sarapan juga ada fasiliats kolam renang. / Photo  By: Rendra Trisyanto  Surya)"]

13531361731882602914
13531361731882602914
[/caption]

--Jam 13:00 kami segera naik becak dan kembali menuju ke hotel. Disana sudah menunggu supir mobil agen travel yang siap membawa kami ke candi Prambanan yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dari kota Yogya. Di candi Prambanan pada sore hari itu, saya menghabiskan waktu hampir 2 jam untuk menikmati keindahan arsitektur candi kuno yang dulu dipersembahkan buat gadis cantik yang bernama Roro Jonggrang tersebut. Hobi photography saya tersalurkan habis disini, karena hampir semua sudut candi ini begitu indah dan menarik untuk diabadikan menjadi objek-objek photography termasuk membuat berbagai photo Silhoutte saat senja menjelang di Prambanan. Saya membuat sekitar 100 photo di candi Hindu yang katanya paling indah di dunia itu (catatan: Tentang candi Prambanan  akan saya tulis dalam artikel tersendiri).

-Disana saya melihat beberapa orang asing yang juga duduk berlama-lama termenung menatap candi tersebut sambil terkagum-kagum dengan keindahan Prambanan.Bahkan seorang turis asing dari Philippines seperti tidak putus-putusnya memotret dengan menggunakan tripod-nya itu. Ketika saya tanya, "Ini candi terindah yang pernah saya lihat..!", katanya.  Sayapun semakin aktif memotret Candi bernuansa warna abu-abu gelap ini.Akhirnya, tanpa terasa dua buah baterai kamera digital saya (termasuk cadangannya itu) habis (Low-bat). Wah, gawat nih..! Karena masih ada satu acara penting lagi di malam nanti, yaitu “Pertunjukkan Ramayana Dance” yang juga harus diphoto karena pasti tata panggung, kostum penari tradisionil, permainan cahaya panggungnya bagus (seperti saya lihat dibrosur). Untuk mengatasi persoalan ini, saya mencari restoran yang agak representatif (mahal) buat makan malam, namun punya tempat men-charge baterai yang memadai.

-Pelayan restoran yang berlokasi di depan candi Prambanan tersebut begitu ramah dan memperbolehkan kami duduk disini selama hampir selama 1,5 jam,  karena sambil men-charge baterai Hp dan Digital Camera. Bahkan tiket pertunjukkan Ramayana Dance itu akhirnya bisa juga kami beli di hotel yang berada disamping restoran ini, sehingga tidak perlu antri panjang di loket candi Prambanan dimenit-menit terakhir. (catt: mengenai pertunjukkan “Ramayana Dance” di candi Prambanan ini akan diceritakan dalam artikel tersendiri).

-- Usai pertunjukkan ini sekitar jam 21:30, kamipun  kembali ke kota Yogya. Dan tiba di hotel jam 23:00 larut malam, kemudian beristirahat panjang..... bersama berbagai kenangan dan pengalaman unik yang ditemui dalam berbagai kegiatan travelling kali ini... Ada sesuatu yang terpuaskan didalam hati, dalam lelap tidur panjang malam ini...!

(Ditulis oleh: Rendra Trisyanto Surya/ dosen yang tinggal di bandung, yang juga penggemar travelling)

[caption id="attachment_224038" align="aligncenter" width="498" caption="(Sang "Backpacker gaek" siap-siap melanjutkan perjalanannya, dengan bekal seadanya di ransel seberat 12 Kilo gram di punggung itu. Menghirup udara pagi Solo yang segar dan menikmati kebebasan dalam melakukan berbagai kegiatan travellingnya, termasuk "mengalami" / experiences. Photo by: Bobbie Tisna Anandika) "]

13531366051885924262
13531366051885924262
[/caption]

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun