Mohon tunggu...
Surya Narendra
Surya Narendra Mohon Tunggu... ASN -

Kapan kita akan melakukan revolusi, Kawan Bejo?

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Blusukan Ori dan Blusukan KW

23 Januari 2014   08:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33 2541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Musibah alam yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia beberapa pekan ini sungguh memilukan. Banjir Jakarta, banjir bandang Manado, letusan Sinabung, dan longsor di beberapa tempat menyisakan penderitaan warga.

Atas fakta ini, berbagai pihak berlomba-lomba meringankan beban penderitaan para korban bencana. Mulai dari perorangan, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, komunitas-komunitas, sampai para politisi dan calon petarung dalam Pemilu 2014 yang akan datang.

Dilema terjadi ketika politisi, kader partai, caleg bahkan capres terjun ke tengah-tengah lokasi bencana atau pengungsian untuk memberi bantuan, blusukan. Kalau tidak turun ke lapangan untuk membantu, nanti dibilang tidak simpatik dan empatik terhadap penderitaan rakyat. Namun jika datang membantu, ada saja yang menganggapnya sebagai pencitraan.

Walau begitu sebenarnya ada tips untuk mengidentifikasi tindakan para pejabat, politisi, kader partai, caleg, dan capres yang  membantu korban bencana itu termasuk tindakan nyata atau hanya sekedar pencitraan.

.

1.Kecepatan

Dilihat dari segi kecepatan dalam merespon kejadian di lapangan, pihak yang memang nyata bertindak akan sesegera mungkin terjun ke lapangan untuk menganalisa kejadian kemudian menemukan dan memberikan solusinya. Tidak perlu banyak pertimbangan yang njlimet, begitu ada masalah yang harus diselesaikan maka langsung saja terjun untuk mengatasi.

Sedangkan pihak yang masuk kategori pencitraan, responnya relatif lebih lama. Hal ini terjadi karena pihak yang mengutamakan pencitraan akan memikirkan dulu keuntungan apa yang akan dia dapat kalau dia blusukan. Kira-kira tempat dan warga yang akan diblusuki itu strategis atau tidak untuk menunjang karir dan popularitasnya. Saat blusukan kira-kira ada media yang meliput atau tidak. Pihak lawan kira-kira melakukan hal yang sama atau tidak.

Bahkan bagi para pihak yang tidak biasa blusukan tetapi menginginkan pencitraan, akan mempertimbangkan pula nanti lokasi blusukan-nya bermedan terjal atau landai, tempatnya jorok atau bersih, orang-orangnya cantik-cantik atau jelek-jelek, dan berbagai pertimbangan lain karena si Blusukers terbiasa hidup dan kerja di ruang ber-AC dengan kursi empuk dan ditemani sekretaris yang aduhai mak nyus. Termasuk lamanya respon juga disebabkan karena menunggu dulu bagaimana suasana pemberitaan di media. Setelah media ramai mengkritik ketidakpedulian orang/pihak yang bersangkutan, barulah dia turun ke lapangan, menyumbang satu milyar, terus fotonya di-upload di Instagram.

Banyaknya pertimbangan untuk keuntungan pribadi inilah yang menyebabkan lamanya Blusukers kategori pencitraan dalam terjun ke lapangan.

.

2.Timing

Seseorang yang terjun ke lapangan sebagai suatu tindakan nyata tidak mengenal waktu. Blusukan layaknya makan, merupakan rutinitas yang sudah biasa dijalankan. Entah menjelang Pemilu, waktu kampanye, telah menjabat, menjelang habis masa jabatan, saat banjir atau saat kering, kalau memang harus terjun ke lapangan yang pasti dilakukan.

Beda dengan Blusukers gila pencitraan yang muncul di tengah masyarakat hanya pada momen-momen tertentu. Terjun langsung ke lapangan hanya saat kampanye. Menyapa masyarakat secara langsung saat sudah akan habis masa jabatannya, agar meninggalkan kesan baik. Menolong langsung korban banjir kalau banjirnya menjelang Pemilu. Kalau banjirnya saat pertengahan masa jabatan, cuek ajalah sambil main cabe-cabean.

Periodisasi inilah yang membedakan antara Blusukers Ori dengan Blusukers KW

.

3.Tempelan

The Real Blusukers tidak akan membawa embel-embel partai atau nomor urut caleg dan capres apapun saat turun ke lapangan. Apa yang dilakukannya semata-mata sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pelayanannnya kepada masyarakat, karena dia telah dipercaya rakyat sebagai pemimpin dan wakilnya dalam kehidupan bernegara. Meskipun kader partai, tapi kalau sudah jadi gubernur berarti busukannya membawa nama gubernur sebagai pengayom masyarakat, bukan membawa nama partai.

Hal ini tidak akan ditemukan dalam blusukan-nya orang-orang yang hanya bertujuan untuk pencitraan. Dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun blusukan dilakukan, pasti membawa nama partai. Memberi bantuan langsung kepada masyarakat berupa beras yang karungnya bergambar caleg. Membagikan buku tulis gratis pada siswa di kantong-kantong kemiskinan, tapi sampulnya gambar foto capres. Inilah Blusukers abal-abal.

.

4.Posisi Media

Orang yang benar-benar terjun ke lapangan untuk melayani—bukan sebagai bentuk pencitraan—tidak terlalu mempedulikan apakah ada wartawan yang meliput atau tidak, apakah kegiatannya itu akan tersebar luas di media apa tidak. Mau ada wartawan, mau ada yang meliput, mau ada yang memfoto ataupun tidak, bukan menjadi halangan untuk blusukan. Prioritas utamanya adalah melayani masyarakat, membantu warganya.

Sedangkan para tukang blusukan dadakan sangat memperhatikan posisi media saat dirinya melakukan blusukan. Tentu saja karena dia menginginkan pencitraan dari kegiatannya itu. Bukannya fokus dengan apa yang akan dilakukan dan apa tindak lanjut yang harus dilaksanakan saat blusukan nanti, tetapi malah sibuk mengundang wartawan untuk meliput kegiatannya. Saat terjun ke lapangan dia harus memastikan kegiatannya diliput media. Satu ciri khas lagi yaitu orang-orang seperti ini biasanya narsis, sadar kamera. Bukannya fokus ke kegiatan lapangan, tapi malah sibuk berpose saat lensa kamera menyorotnya. Tidak lupa meng-upload fotonya ke media sosial.

.

5.Niat

Ini adalah pembeda yang tidak bisa kita ketahui secara kasat mata. Kemungkinannya hanya ada dua, kita bisa tahu niatnya saat yang bersangkutan mengungkapkannya secara lisan. Atau kita tidak bisa mengerti sama sekali niatnya blusukan itu memang benar-benar tulus atau hanya bentuk pencitraan. Hanya Tuhan dan dia saja yang tahu niat sebenarnya.

.

Kegiatan blusukan yang dilematis ini sebenarnya adalah sebuah sinyal, bahwa di Indonesia hal yang sebenarnya lumrah tetapi dianggap luar biasa. Sesuatu yang seharusnya biasa saja, tetapi menjadi polemik dan perdebatan.

Pemimpin, wakil rakyat, dan pejabat itu normalnya memang melayani masyarakat, Hal yang wajar kalau mereka bertemu langsung dengan rakyat, sekedar menyapa atau bahkan membantu meringankan permasalahan warga. Tidak ada yang istimewa dengan kegiatan blusukan.

Namun di Indonesia hal tersebut terasa istimewa karena para pemimpin, wakil rakyat, dan pejabat itu notabene lebih memilih duduk manis di ruangan ber-AC-nya, ditemani sekotak Dunkin Donuts dan segelas Starbucks sambil menonton infotainment di televisi untuk memilih penyanyi dangdut dan artis mana lagi yang akan dia jadikan istri siri. Jadi kalau ada yang turun ke lapangan itu dianggap luar biasa, padahal seharusnya tidak.

.

.

.

Klaten_23012014

Blusak-blusuk entuk, nanging aja umuk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun