Mohon tunggu...
Surya Narendra
Surya Narendra Mohon Tunggu... ASN -

Kapan kita akan melakukan revolusi, Kawan Bejo?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Valentinsiana] Repihan Daun

14 Februari 2014   12:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Surya Narendra + Ulfa Rahmatania, No. 31

***

Rinai gerimis mengiringi kepergiannya. Isak tangis keluarganya juga pecah ketika mengetahui ia telah pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Termasuk kembali untuk mengunjungi rumah ini dan memberikan senyuman terindahnya untukku. Angin telah membawa jiwanya pergi menghadap Tuhan di surga.

Sore ini akan ku tinggalkan jasadnya di bawah pepohonan rindang di atas bukit. Tempat yang selalu menjadi surga untuk kami berdua. Tempat yang selalu membuat kami merasa nyaman. Tempat yang menjadi saksi bisu kasih kami. Tempat tinggal terakhir untuknya dan untukku. Kami telah berjanji.

***

“Erlin..” ucap seorang perempuan setengah baya dari dalam rumah.

“Ada apa bu?” jawab Erlin.

“Kamu sudah dengar tentang dalang dari kecelakaan Gio?”

“Hah? Dalang kecelakaan?”

“Dira.”

Mendengar nama itu, hati seolah Erlin tercabik. Ia yang awalnya berdiri kokoh memandangi bukit tempat Gio dimakamkan, kini hanya dapat duduk membisu dengan tatapan penuh kemarahan. Matanya menunjukkan kebencian sekaligus kesedihan yang terasa begitu dalam membekas dalam kalbunya.

Dira kini mendekam dalam jeruji besi atas tuduhan pembunuhan berencana pada Gio. Dira dituding sengaja mematahkan gir sepeda motor Gio saat mereka pulang dari atas bukit. Akibatnya, Gio terpental dari bukit dan jatuh ke jurang.

Erlin merasa sedikit lega dengan penangkapan Dira. Paling tidak ia merasa kematian Gio akan terbayar dengan hukuman Dira di penjara, meski tak akan membuat calon suaminya kembali lagi ke dunia.

***

Dua tahun tujuh bulan sudah Dira menikmati dinginnya lantai jeruji besi. Hari ini ia akan menghirup udara kebebasan. Bukti dan saksi baru berhasil didapatkan oleh pengacaranya. Pengadilan tingkat banding memutuskan Dira tidak terbukti membunuh Gio. Dira divonis bebas oleh majelis hakim pengadilan tinggi.

Hal pertama yang akan dilakukan Dira adalah mengunjungi Erlin untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya.

“Tok..tok..tok” terdengar seseorang mengetuk pintu rumah Erlin.

“Ya, sebentar” jawab seseorang dari dalam rumah.

Erlin bergegas membukakan pintu rumahnya. Tak pernah ia sangka siapa tamu yang datang ke rumahnya malam itu. Jiwanya langsung dipenuhi amarah, ia tak dapat mengendalikan diri. Ia banting gagang pintu itu lalu menguncinya rapat-rapat tanpa sempat berkata sepatah katapun.

Keesokan harinya, tamu yang sama selalu datang mengunjunginya. Erlin masih tetap menutup rapat pintu rumahnya. Jangankan untuk berbicara padanya, menatap matanya saja ia terasa begitu rapuh dan hancur dalam bayangan Gio yang telah tiada.

Sampai tamu rahasia ini akhirnya berkata saat Erlin akan menutup pintu rumahnya untuk kesekian kalinya.

“Aku bukan pembunuh Lin.”

Stop Dir!” ucap Erlin dengan tegas.

Tanpa berkata lagi, Dira memberikan amplop cokelat pada Erlin. Membiarkan semua bukti kasus kecelakaan itu dilihat oleh wanita itu. Dira langsung membalikkan badannya dan menghilang dalam kegelapan malam.

Di kamarnya, Erlin membuka amplop cokelat itu dan membaca lembaran demi lembaran kertas dan foto berisi bukti kasus kecelakaan Gio. Tangisannya pecah, jiwanya hancur dan ia tumbang oleh semua kenyataan itu.

Tertulis bahwa Gio meninggal akibat penyakit asma yang dimilikinya kumat saat ia dalam perjalanan pulang dari atas bukit bersama Dira. Motornya lalu menabrak pembatas jalan dan girnya patah. Seketika Gio terpental ke dalam jurang dan nyawanya tak dapat diselamatkan. Bahkan kondisi wajahnya sulit dikenali.

***

Malam ini Dira kembali datang ke rumah Erlin, setelah dua minggu menghilang bak ditelan bumi.

“Sudah siap mendengar penjelasanku Lin?” tanya Dira pelan.

“Ya.” Erlin menjawab dengan singkat.

Mereka akhirnya membicarakan kasus itu. Kesalahpahaman yang terjadi selama hampir tiga tahun ini mulai menemukan titik terang. Erlin mulai bisa memaafkan Dira. Ia juga merasa bersalah karena pernah menjebloskan sahabat masa kecilnya itu ke bui dan memberinya gelar mantan narapidana.

Perlahan kebekuan di antara mereka mulai mencair, meski kebencian itu masih saja tersisa dalam batin Erlin. Untaian-untaian kepedihan masih tergambar jelas di memorinya. Meski kini, Dira mulai menjadi sosok yang ia rindukan kehadirannya.

Pertemuan mereka setiap hari, seolah membangkitkan kenangan indah masa kecil mereka berdua. Gio memang tak pernah terganti, tetapi sosok sahabat masa kecil yang menyayanginya dengan tulus membuat Erlin perlahan membuka pintu hatinya yang telah lama terkubur bersama jasad Gio di atas bukit. Jiwa Erlin memang pernah memberontak saat orang-orang mengatakan bahwa Dira adalah seolah pembunuh. Ia selalu percaya jika Dira adalah sahabat kecilnya yang baik dan tulus.

Kini keyakinan Erlin tiga tahun lalu mulai terbukti. Kesalahan termakan hasutan orang-orang yang membenci Dira menjadikan Erlin menutup mata dan telinga akan segala kemungkinan yang sebenarnya terjadi.

Meski kini Erlin harus membiarkan Dira yang ia anggap pengganti Gio bertunangan dengan wanita lain. Kebenciannya akan kesalahan masa lalu pada dua lelaki yang ia sayangi, membuat Erlin hanya dapat menyampaikan rindu pada angin yang menjatuhkan repihan daun di atas bukit.

.

.

Jakarta/Klaten_11022014

Cinta dan benci itu seperti kacang almond berlapis coklat. Lumatkan dulu coklatnya, baru kau bisa menemukan almond di dalamnya. Lumerkan dulu benci baru kau bisa temukan cinta di dalamnya.

.

.

.

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul :Inilah Perhelatan & Hasil Karya Peserta FiksiValentine.

Silahkan bergabung diFB Fiksiana Community.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun