Almarhumah Rani Andriani mengingatkan saya kepada seorang tokoh dalam film buatan Tom Cruise yang bernama James Barr. Judul filmnya yaitu Jack Reacher.
Film ini menceritakan tentang seorang mantan penyidik Polisi Militer AS , bernama Jack Reacher, yang kembali beraksi saat mengetahui ada kasus pembunuhan yang menjerat seorang mantan penembak runduk (sniper) Marinir AS. Penembak runduk bernama James Barr ini dulu pernah ditangkap oleh Reacher saat masih dinas di Marinir atas dakwaan pembunuhan.
Awalnya Reacher sangat percaya bahwa James Barr adalah pelaku pembunuhan itu. Dengan pengalaman dan intuisi yang dimiliki oleh Reacher, tanpa menyelidiki lebih lanjut ia percaya bahwa Barr adalah pelaku pembunuhan itu. Namun tidak demikian dengan Helen Rodin, seorang pengacara yang membela Barr. Helen memang tidak punya bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa Barr tidak bersalah. Helen hanya berusaha untuk meringankan Barr dari hukuman mati yang dituntut oleh Jaksa menjadi hukuman penjara.
Meski awalnya berbeda pendapat, tapi lama kelamaan Jack Reacher dan Helen Rodin saling bekerjasama dan mulai menemukan bukti-bukti yang menyatakan bahwa James Barr tidak melakukan pembunuhan itu. Semakin dalam mereka berdua menggali kasus ini, yang mereka temukan justru bukan kasus pembunuhan melainkan konspirasi.
Mereka menemukan bukti bahwa James Barr adalah korban. James Barr hanyalah “alat” yang digunakan oleh criminal master, bernama Zeck Chelovek, yang punya tujuan lebih besar daripada sekedar membunuh. James Barr adalah “tangan” yang “disilih” untuk “nabok”.
Melihat ramainya pemberitaan tentang Rani Andriani, saya lalu ingat dengan James Barr. Saya tidak mengatakan bahwa Rani itu sebenarnya tidak bersalah dan tidak pantas dihukum mati. Saya juga tidak menyamakan kasus Rani dengan kasus James Barr yang kental dengan hawa-hawa konspirasi. Sekarang ini berbicara setuju atau tidak setuju tentang hukuman mati bagi Rani bukan lagi jadi pembicaraan hukum, tapi lebih kepada pembicaraan politik. Dan saya tidak sedang berbicara politik.
Saya menyetarakan—meskipun sebenarnya tidak setara—Rani Andriani dengan James Barr berdasarkan efek dominonya. Saat penyelidikan tentang James Barr dilakukan secara berkelanjutan dan mendalam, Reacher dan Helen ternyata menemukan kejahatan yang lebih besar, otak kejahatan yang lebih terstruktur dan masif.
Saya mengharapkan penyelidikan kasus Rani juga akan seperti penyelidikan kasus James Barr, yaitu menuntun pada otak kejahatan yang lebih besar, mengarahkan pada drugs dealer yang lebih profesional, mengantarkan kepada gembong narkotika yang paling gembong.
Rani Andriani jangan hanya dijadikan sebagai media unjuk kekuatan dan ketegasan hukum. Rani harus dijadikan pintu gerbang menuju penghancuran sindikat peredaran dan perdagangan narkotika, bahkan jika benar sindikat itu bertaraf multinasional.
Seperti nasehat “M” kepada James Bond : saksi yang paling berguna bagi penyelidikan adalah saksi yang masih hidup. Saya harap Polisi bisa secerdas dan sebijak Jack Reacher. Saya harap selama 14 tahun masa tunggu Rani sebelum berakhir di ujung pelor para eksekutor , telah digunakan secara efektif oleh para penyidik dan penyelidik untuk mengungkap sindikat peredaran dan perdagangan narkotika yang jauh lebih besar. Jika tidak, maka Rani Andriani hanyalah ujung rumput yang dicabut tetapi akarnya masih menancap. Rani akan digantikan oleh Rani-Rani lain yang lebih segar dan hijau.
.
.
Klaten_19012015
Fiat justicia et pereat mundus! Meskipun bumi runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H