Mohon tunggu...
Rendi Wirahadi Kusuma
Rendi Wirahadi Kusuma Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Pakuan

Seorang mahasiswa Hukum di Universitas Pakuan, gemar dalam membaca, belajar, dan mendalami setiap seluk belum ilmu pengetahuan terkait hukum, penelitian dan penulisan sudah menjadi kewajiban, penuangan argumentasi dalam berdebat sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan, mengkritisi dan memahami adalah kegiatan keseharian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengefisiensikan Sistem Presidensial Multi Partai Dengan Pembatasan Jumlah Partai Politik Di Indonesia

27 Januari 2025   16:48 Diperbarui: 27 Januari 2025   16:48 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
medcom.id https://images.app.goo.gl/DpB3dLxNERj29GLf9

Indonesia merupakan negara demokrasi, yang artinya Indonesia menjamin hak kebebasan berserikat dan berpolitik seperti yang tercantum pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tepatnya pada Pasal 28. Partai politik langsung juga merupakan ekspresi kebebasan berserikat Kebebasan berkumpul sebagai ekspresi kebebasan berpikir dan berekspresi Dalam demokrasi konstitusional, keberadaan partai politik sangat dilindungi oleh konstitusi. Namun, negara dengan sistem pemerintahan dengan bentuk presidensiil yang mengganut sistem kepartaian yang multi-partai akan melahirkan sistem pemerintahan yang tidak kuat atau rapuh dikarenakan tidak adanya partai politik yang mendominasi dalam menguasai kursi parlemen yang selanjutnya mempunyai hak untuk mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden. Oleh karenanya dibutuhkan suatu mekanisme lain untuk memperkuat sistem presidensial guna mewujudkan sistem pemerintahan yang efektif dengan melakukan penyederhanaan partai politik.

Hanta Yuda menjelaskan fenomena kelemahan sistem presidensiil yang dipadukan dengan sistem multi partai dengan dua kualifikasi, yaitu kompromi politik eksternal dan internal , Kompromi politik eksternal yang melemahkan sistem pemerintahan presidensiil tersebut seperti :

(1) intervensi parpol terhadap Presiden dan akomodasi Presiden terhadap kepentingan parpol dalam proses pembentukan kabinet atau dalam hal pengangkatan/pemberhentian anggota kabinet;

(2) munculnya polarisasi koalisi partai di parlemen dan karakter koalisi yang terbangun cenderung cair dan rapuh;

(3) kontrol parlemen terhadap pemerintah kebablasan;

(4) bayang-bayang ancaman impeachment oleh parlemen.

UUD 1945 Pasal 11 ayat (1): "Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Pasal 11 ayat (2): Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat".

Dalam sistem multipartai dan juga sistem pemerintahan presidensial jika berdiri secara individu berpotensi relatif tinggi dalam stabilitas demokrasi, namun jika kedua sistem ini dikombinasikan, kedua elemen sistem ini dapat menguranggi stabilitas demokrasi atau bahkan dapat menghancurkan makna dari demokrasi itu sendiri.

Jumlah partai politik yang terlalu banyak di Indonesia ini menjadi salah satu penyebab tidak berjalannya dengan baik sistem pemerintahan republik Indonesia. Koalisi yang dibangun untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden terlalu gemuk, sebab melibatkan terlalu banyak partai politik. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah hasil koalisi tidak berjalan efektif, sebab mempertimbangkan banyak kepentingan dari partai politik kolisi merupakan suatu hal yang menjadi keharusan.

"Penyederhanaan jumlah partai politik dengan penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tidak bertentangan dengan demokrasi dan hak asasi manusia terutama hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. banyak sedikitnya jumlah partai politik tidak dapat dijadikan tumpuan sebagai satu-satunya ukuran untuk menilai demokratis atau tidaknya sebuah negara,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun