ETIKA PENATAAN GUNA LAHAN
Orientasi pembangunan di Indonesia, selama ini terasa sangat mengarah pada ‘kemajuan.’ Semua visi yang diciptakan, tanpa disadari atau tidak, sangat mengidam-idamkan sebuah pembangunan yang terbentuk dari unsur kebangkitan ekonomi, secara sepihak. Tanpa melihat kebutuhan-kebutuhan mendasar masyarakat akan adanya pembangunan tersebut secara adil.
Etika, yaitu sistem asas moral yang menjadi kaidah perilaku. Menilai sesuatu baik atau buruk, benar atau salah, tergantung pada nilai-nilai yang orang akui (Hartel, 1994). Maka tataguna lahan merupakan etika penggunaan lahan. Dalam menata lahan, tolak ukur kebenaran atau kesalahn terkadang timbul dari variabel supply-demand kebutuhan penduduk atas fungsi lahan tertentu. Apabila satu kelompok masyarakat membutuhkan lahan pemukiman secara massive, maka selayaknya pemerintah berhasil menyediakan lahan pemukiman itu. Sekalipun ada dampak-dampak lain yang disebabkan dari adanya penyediaan lahan pemukiman melalui alih fungsi lahan pertanian. Penyedian tersebut seakan menjadi sesuatu yang hakiki dalam perencanaan. Padahal manfaat yang diberikan tidak selalu memberikan kebaikan bagi kemaslahatan orang banyak. Sebagai contoh adalah orang-orang miskin yang banyak tinggal di pedesaan, mereka seakan tak terjamah oleh keuntungan yang ditimbulkan dari kebijakan-kebijakan pembangunan. Ada atau tidaknya perencanaan pembangunan, semua dirasa sama. Sawah mereka hanya dijadikan lahan ‘cadangan.’ Yang sewaktu-waktu bisa dirubah fungsinya sesuka hati saat lahan perkotaan sudah menjadi komoditi mahal. Semua itu terjadi karena ada kebijakan yang memperbolehkanya. Tidak ada keterpihakan yang diperlihatkan pada pemerintah atas hak-hak yang seharusnya menjadi milik masyarakat desa.
Dari sanalah mengapa saya mencoba mengaitkan antara etika dengan perencanaan guna lahan. Apabila perumusan kebijakan yang sifatnya benar-benar menciptakan pembangunan secara merata, maka rekonstruksi kebijakan yang hanya berfokus pada peningkatan kesejahteraan semu masyarakat harus dirubah. Implementasi konkrit diperlukan. Pemahaman kebijakan pembangunan dan kemahiran penerapan kebijakan memerlukan satu nalar yang dapat menilai sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah. Untuk mengembangkan nalar itu diperlukan satu pedoman asas-moral, yaitu Etika Perencanaan.
Daftar pustaka:
Timothy B, 1994.Ethical Land Use: Principles of Policy and Planning. London: John Hopkins University Press
Notohadikusumo, T., 2005. Implikasi Etika Dalam Kebijakan Pembangunan Kawasan. Yogyakarta: Forum Perencanaan Pembangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H