Mohon tunggu...
Rendi Pratama
Rendi Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin, Aktivis Maktab Kuntowijoyo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi dan Interpretasi Semiotika terhadap Psikologi Manusia

31 Oktober 2022   16:18 Diperbarui: 1 November 2022   18:35 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Embrio kajian semiotika terhadap budaya sebenarnya telah hadir sejak awal ilmu pengetahuan menjadi sentrum manusia dalam kehidupannya. Masa Platon menyebut kajian ini sebagai cratylus, yaitu sebuah karya Plato yang memetakkan sistem tanda bahasa arbitrer,yang kemudian mempertanyakan "apakah sebuah bahasa memiliki hubungan intrinsik dengan sesuatu yang manusia tandai?". 

Tak luput, Aristoteles juga memberikan interpretasi dengan istilah poetics dan on interpretation. Poetics merupakan teori puisi dan berfokus mengkaji karya sastra, terkhususnya pada bidang puisi. Sedangkan on interpretation karya Aristoteles yang menghubungkan bahasa dengan logika formalnya secara komprehensif dan eksplisit.

Dialektika mengenai semiotika berlanjut pada masa mazhab filsafat stoa, Zeno merupakan tokoh filsuf stoa yang mengkaji ini secara eksplisit. Ia mengkaji perkara petanda dan penanda dari aspek psikologis manuisa, yaitu tawa dan tangis. Dengan meninjau ekspresi dari manusia, yang terlihat dari citra atau gambaran tawa manusia merupakan aspek penanda. Sedangkan maksud dan tujuan dari tawa, seperti sinis, mengejek, lucu dan jengkel adalah bagian dari petanda. 

Ekspresi tangis pun juga memiliki kaidah yang demikian. Kedudukan penanda dari tangisan adalah wujud dari penampilannya yang diamati melalui bentuk dan geraknya. Sedangkan kedudukan petandanya adalah maksud dibalik gerak dari pada tangisan, seperti mengapa orang menangis? Apa sebab seseorang menangis? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah penelusuran dari makna tangisan.

Kajian tawa dan tangis yang dilakukan oleh Zeno merupakan sistem semitoka yang mengandung multiinterpretasi. Hal ini disebabkan seseorang tertawa tidak selalu merasa senang atau lucu, akan tetapi bisa saja seseorang tertawa karena mendapat suatu kondisi terkenang masa lalu yang memalukan, mara, jengkel ataupun penyakit mental.

Begitupun dengan tangisan seseorang, bukan hanya kesedihan yang menyebabkan tangisan. Kemungkinan seseorang mendapatkan kabar gembira yang dapat membuatnya terharu. Memang ini hal sepele jika disaksikan secara sekilas, akan tetapi proses verifikasi dari berbagai literasi, dengan adanya penemuan makna dari "tangis dan tawa" diskursus semiotika kian berkembang. Apalagi memasuki zaman modern mendapatkan pengkajian yang signifikan.

Untuk lebih menegaskan, seorang semiotikus Umberto Eco, memverifikasi embrio semiotika dari Zeno. Eco mengatakan dalam karya novelnya"The Name of The Rose" bahwa tawa senantiasa berdampingan dengan tangisan, yang mampu membawa manusia menjadi preseden dari dinamika hidup kepada pengungkapan misteri kehidupan. Dengan menangkap maksud Eco, tangis dan tawa dapat mengantarkan manusia memahami makna yang berasal dari bagian gejolak jiwa tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun