Mohon tunggu...
Satrio Utomo
Satrio Utomo Mohon Tunggu... Penulis - Analis Pasar Modal, Analis Teknikal, Trader Saham, Penulis Buku

Saya adalah pelajar dari Jalan 'Pasar Modal' (a.k.a. seorang profesional trader). Sudah lebih dari 10 tahun malang melintang di dunia persahaman. Silakan akses profile lengkap saya di http://www.facebook.com/satrioutomo

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bagaimana? Sudah Siap Harga BBM Rp 25.000?

15 April 2015   10:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:05 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Selamat pagi...

Minggu lalu... Menteri ESDM ... Bapak Sudirman Said... sempat bilang: Harga BBM akan naik lagi!!! Gile bener.  Baru juga tanggal 8... tapi sudah mulai berkoar kalau harga BBM mau naik lagi.  Alasannya juga keren: Karena menjelang musim panas.. harga BBM akan naik lagi.  Memang sih... itu faktor penggerak harga minyak.  Tapi... signal yang saya baca adalah: bahwa harga BBM Subsidi akan naik karena Pemerintah mengantisipasi kenaikan harga di masa yang akan datang.  'Bagus'-nya lagi.. tidak lama kemudian.. di malam harinya... keluar berita baru: Harga minyak Brent turun 6% dalam semalam! Hehehe... manis bener.... Sialnya.. Pak Menteri kemudian tidak komentar mengenai hal itu.

Harga BBM: Memang Harus Mengambang

Kebijakan Harga BBM Subsidi seperti jaman SBY dulu... adalah kebijakan yang tidak benar.  Kita sudah melihat bagaimana akibatnya terhadap perekonomian kita:


  • Neraca perdagangan kacau
  • Impor BBM yang tidak terkendali
  • Rupiah melambung tinggi
  • Pertumbuhan ekonomi yang dipaksa melambat
  • Penggunaan hutang jangka panjang secara tidak efektif


dan masih banyak lagi.

Misal niy...  Kalau kita lihat realisasi APBN 2014 kemarin: Total Subsidi Energi Pemerintah (Listrik dan BBM) adalah sebesar Rp 341,8 trilyun.  Sedangkan .. jumlah Surat Berharga Neto yang dikeluarkan oleh Pemerintah selama 2014 adalah sebesar Rp 264,6 trilyun.  Apa gak berabe tuh... kalau kita ngutang jangka panjang dalam bentuk surat berharga, hanya sekedar untuk 'dibakar' untuk subsidi energi yang tidak lain sebenarnya adalah kebutuhan sehari-hari?

Semangatnya sudah benar....

Nah... setelah semua kekacauan yang ditimbulkan oleh Pemerintah SBY dalam 2 tahun terakhir Pemerintahannya... Pemerintahan Jokowi kemudian mengeluarkan PerPres no 191/2014 yang diantaranya mengatur tentang harga BBM.   Terkait dengan harga, terutamanya bisa dilihat pada pasal 14 dari Prepres tersebut.


  • Pasal 1: Harga dasar BBM ditetapkan oleh Menteri
  • Pasal 2: Harga dasar terdiri dari biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan, serta margin.
  • Pasal 3: Biaya perolehan (sebagaimana pasal 2).. bla.. bla .. bla... dilakukan dengan menggunakan harga indeks pasar.
  • Pasal 4: Harga jual eceran nantinya sudah termasuk PPN dan Pajak Bahan Bakar


Bagus kan? Berarti.. perubahan harga BBM sudah tidak seribet dulu.  Patokan harganya adalah menggunakan patokan indeks pasar.   Dengan peraturan ini.. harga minyak internasional seperti apa juga tidak akan membebani APBN.  Ini adalah kepastian

Beberapa problem yang muncul....

Problemnya terdapat pada pelaksanannya.

Yang pertama: Dalam Peraturan Menteri ESDM yang digunakan sebagai pelaksanaan dari Perpres tersebut, kemudian memasukkan faktor Rupiah.

Yang kedua: ternyata.. harga indeks minyak tersebut, kemudian diterjemahkan sebagai Mean Oil PLatts Singapore (MOPS).  MOPS itu harga gak jelas.. gak transparan.  Anda coba cari data historis dari MOPS.  Tidak semua orang bisa akses.

Yang ketiga: ya itu tadi.. Pak Menteri mau memasukkan prediksi harga masa depan.. dengan alasan yang agak gak jelas gitu.

Trendnya kok semakin kacau.  Meskipun harga terus disesuaikan, tapi semakin hari.. harga kok semakin jauh dari realita.  Ini yang membuat orang bingung, analis bingung, apalagi rakyat kecil yang dipingir jalan itu.  Duh.. gimana rasanya ye?

Problem Utama: Tidak ada Tranparansi, Tidak ada Akuntabilitas.

Korupsi itu.. mencuri.  Mencuri itu.. bisa dilakukan kalau ada kesempatan.  Kesempatan itu ada... kalau hari sudah gelap.. kalau sudah tidak ada transparansi lagi.  Meskipun idenya bagus, harga BBM yang mengambang pada prakteknya kemudian menjadi momok karena tidak adanya transparansi.  Karena tidak ada transparansi... maka orang mau berhitung juga gak bisa.  Rakyat jadi mustahil untuk mengantisipasi masa depan.

Kalau sudah begini.. resiko menjadi menjulang tinggi.  Belum lagi.. faktor 'peluang bermain' itu tadi.

Coba anda melihat Metamorfosis dari seorang Sudirman Said.  Dengan perintah dari Presiden untuk menutup Petral, Sudirman Said kemudian berevolusi dari seorang yang tegas, seorang yang toleran, seorang yang permisif, dan seorang yang 'berteman' (kolutif).

Waduh.

Saya sedang cari cara gimana untuk bisa bilang dengan lebih sopan.  Tapi.. kalau kondisinya masih tetap seperti ini.  Sepertinya kita harus bersiap kalau harga BBM Premium bisa mencapai Rp 25.000 ketika harga minyak sudah kembali ke atas US$120.

Emang Presiden dan Rakyat siap kalau harga BBM Premium Rp 25.000 per liter?

Happy trading... semoga barokah!!!

Satrio Utomo

*bacalah halaman disclaimer sebelum anda melakukan posisi beli atau posisi jual setelah anda membaca ulasan ini.  Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun