Di sebuah kota kecil yang sunyi, hiduplah seorang pria bernama Arman. Arman adalah seorang
penulis yang sudah lama tidak menemukan inspirasi. Setiap hari, ia duduk di depan jendela
kecil di ruang kerjanya, menatap lorong sempit di depan rumahnya. Lorong itu selalu gelap dan
suram, seolah menyimpan misteri yang tak pernah terungkap.
Suatu malam, saat hujan deras mengguyur kota, Arman melihat sesuatu yang aneh. Di ujung
lorong, ada cahaya kecil yang berkedip-kedip. Cahaya itu seperti mengajak Arman untuk
mendekat. Dengan rasa penasaran yang tak tertahankan, Arman mengenakan jas hujannya
dan berjalan keluar menuju lorong.
Lorong itu terasa lebih panjang dari biasanya. Setiap langkah yang diambil Arman, ia merasa
semakin jauh dari rumah. Namun, cahaya itu terus memanggilnya. Ketika ia akhirnya tiba di
ujung lorong, ia menemukan sebuah pintu tua yang terbuat dari kayu ek. Cahaya itu berasal
dari celah di bawah pintu.
Dengan hati-hati, Arman membuka pintu itu. Di baliknya, ia menemukan sebuah ruangan kecil
yang dipenuhi oleh buku-buku tua dan benda-benda antik. Di tengah ruangan, duduk seorang
wanita tua dengan rambut perak yang mengkilap. Wanita itu tersenyum lembut kepada
Arman.
"Selamat datang, Arman," kata wanita itu dengan suara yang lembut namun penuh wibawa.
"Siapa Anda?" tanya Arman bingung.
"Aku adalah Penjaga Cerita," jawab wanita itu. "Aku telah menunggumu."
Penjaga Cerita lalu menceritakan bahwa setiap penulis memiliki momen dalam hidupnya di
mana mereka merasa kehilangan inspirasi. Namun, dalam momen tersebut, selalu ada sebuah
pintu yang menunggu untuk dibuka, membawa mereka kembali ke dunia imajinasi yang kaya.
Wanita itu kemudian memberikan Arman sebuah buku kosong dengan sampul berwarna emas.
"Tulislah di sini, dan kau akan menemukan kembali semua cerita yang pernah hilang," katanya.
Arman pun kembali ke rumahnya dengan hati yang penuh harapan. Setiap malam, ia menulis
di buku emas itu, dan setiap kata yang ia tuliskan membawa cahaya baru ke dalam hidupnya.
Inspirasi yang hilang pun kembali, lebih kuat dari sebelumnya.
Lorong itu tak lagi tampak suram. Setiap kali Arman melihat ke arahnya, ia selalu melihat
cahaya di ujung lorong yang mengingatkannya pada malam itu. Malam di mana ia menemukan
kembali dirinya sebagai penulis, dan menemukan bahwa di balik setiap kegelapan, selalu ada
cahaya yang menunggu untuk ditemukan.