Dilihat dari beberapa aspek berikut, sebenarnya Indoensia tentu saja mampu untuk bisa merubah wajah industri persinetronan menjadi lebih baik. Hanya saja memang dibutuhkan effort yang lebih besar lagi dari para penggiat sinema dan pihak terkait.
      Kita bergeser pada bagaimana aturan dalam pembuatan tayangan di Indonesia sebenarnya ditegakkan. Dunia pertelevisian merupakan salah satu media massa, yang mana tentunya memiliki aturannya sendiri untuk menjaga agar berjalan dengan baik. Salah satunya merupakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indoesia (KPI).
Yang pertama saya ingin sampaikan bahwa dalam websitenya KPI bahkan menjelaskan bahwa "Sinetron berkualitas tidak lahir dari produksi kejar tayang". Hal inilah yang saya ingin garis bawahi dari sinetron indonesia yang notabene mayoritas dipoduksi secara kejar tayang (stripping). Lupakan tentang membuat sinetron yang berkualitas mereka malah justru menganggap bahwa "panjang episode adalah yang terpenting".
Saya mau meyoroti sedikit beberapa poin menarik dalam P3SPS, salah satunya dalam P3 pada bab 2 pasal 4Â yang mana menyebutkan bahwa agar lembaga penyiaran menghormati dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan publik, anak-anak dan remaja.
Hal ini kemudian menjadi lucu apabila disepadankan dengan apa yang telah ditayangkan oleh kebanyakan televisi saat ini terutama sinetron yang saya rasa tidak bisa juga di katakan menjunjung tinggi kepentingan publik. Banyak sekali tayangan yang mengumbar persoalan remaja terkait asmara, konflik keluarga dan sebagainya yang saya rasa bisa menyebabkan stigma kepada penonton bahwa hal-hal dalam tontonan itu lumrah untuk dilakukan, sehingga sekarang banyak sekali konten di media sosial yang menunjukkan bagaimana anak-anak berlagak seperti tokoh sinetron dan sebagainya.
Dan dalam bab 3 pasal 5Â bahwa lembaga penyiar juga harus memerhatikan perlindungan anak, yang mana ini berkaitan dengan contoh kasus sinetron Suara Hati Istri seperti diatas yang telah dijelaskan.
Kemudian saya juga menggaris bawahi terkait poin muatan kekerasan dan seksual, yang mana hal ini seringkali menjadi problem baru. Ada satu perdebatan yang terdahulu mengenai disensornya adegan kekerasan dalam tayangan Tom and Jarry, yang mana notabene kekerasan itu adalah bagian dari komedinya. Tetapi disisi lain banyak sinetron yang menayangkan kekerasan jalanan yang kemudian malah menjadi spotlight sehingga ditiru anak-anak malah dibiarkan. Ada juga adegan kartun Spongebob yang memakai Bikini juga disensor, hal ini kemudian memunculkan pertanyaan sejauh apa literasi terkait konteks dari peraturan penyiaran ini telah dipahami oleh para penggiat televisi ini. Hal ini kemudian yang harus dikritisi bersama agar bisa mengembangkan produksi tayangan televisi yang berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H